Chapter 1

56 8 0
                                    

"Akio Minori-san…"

"Hadir" jawab gadis bernama minori, saat namanya dipanggil. Tapi, jujur gadis itu lebih suka jika orang-orang memanggilnya 'Nori' daripada 'Minori' menurutnya nama itu sedikit merepotkan.
"Sst… Nori-chan…" seorang gadis yang duduk disebelahnya memanggilnya seperti itu. Nori menolehkan wajahnya dan melihat sahabatnya sedang menulis sesuatu lalu melipatnya dan menggeser kedepan Nori.
Nori membuka lipatan kertas yang rapi itu dan membuka isinya.

Nori-chan hari ini kau bawa bekal makan siangmu bukan, setiap aku mengajakmu makan siang dikantin kamu selalu menolak, ingat hari ini tidak ada penolakan kita akan makan siang bersama dikelas.
—Salam manis, Kaguya-chan ^-^

Nori menutup kertas itu dan menghela nafas panjang setelah membaca surat ajakan atau lebih tepatnya pemaksaan sahabatnya. Nori menulis jawabannya dikertas yang diberikan Kaguya.

Kaguya menerimanya dan melakukan hal yang sama dilakukan Nori tadi.

Lakukan sesukamu.
—Minori

Setelah membaca surat itu Kaguya menoleh kearah Nori dan menatapnaya kesal. Karena jawabannya terlalu pendek dan singkat.

Nori yang mengetahui hal itu mengalihkan pandangannya kearah yang berlawanan, mengabaikan aura membunuh Kaguya yang sedang membara saat ini.

***

Nori's Pov

"Akio Minori, gadis berumur 15 tahun. Berambut hitam panjang bergelombang. Kulit sepucat gadis idola. Mata coklat alami. Bibir merah—"

"Kaguya, sebenarnya kau mengajakku makan atau mengintrogasiku" ujarku sambil melihat Kaguya membuka bekalnya sambil membicarakanku.

"Soalnya segalanya tentangmu itu semuanya sempurna, aku selalu bertanya-tanya apa kau seorang model. Nori-chan apa kau seorang model?"

"Bukan"

Aku menjawabnya dengan cepat ditambah nada terketus yang sering aku gunakan. Walaupun aku sudah berusaha bersikap dingin dan mengabaikannya, tetap saja entah bagaimana Kaguya dapat menembus dinding tebal yang kubangun sendiri.

"Hari ini kau bawa apa? Nori-chan" tanya Kaguya sambil memperhatikan kotak bekal yang belum kusentuh sama sekali.

"Umm… nasi dan lauk" jawabku singkat sambil membuka kotak makanku. Mata Kaguya berbinar-binar saat melihat makanan kesukaannya berada dikotak makanku.

Tanpa rasa malu gadis itu langsung menyambar dan memakannya. Kaguya bergumam tidak jelas lalu, mengacaukan jempol kearahku.

"Makanlah perlahan, Kaguya. makanlah" ucapku menasihati Kaguya dan ikut makan bersamanya. Sekilas dapat aku lihat wajah Kaguya yang tersenyum saat mencicip makanan favoritnya. Dasar Aneh. Lalu, seulas senyuman tipis entah datang dari mana mengukir diwajahku.

***

"Bye…bye…Nori-chan" seru Kaguya sambil melambaikan tangannya dan berjalan menjauh. Aku sampai didepan rumahku yang lumayan besar dan bernuansa nyama jika dilihat dari depan. Semua dikarenakan oleh kebun yang sangat luas menghampar dihalaman rumahku. Mama yang merawatnya.

"Aku pulang…" ucapku hampir seperti berbisik. Setelah membuka pintu aku dapat melihat mama atau lebih tepatnya mama tiriku sedang memasak sambil mengasuh bayi.

Dimana asisten pembantu mama yang biasanya?, tanyaku dalam batin sambil mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan.

Mama menyadari kehadiranku sedang berdiri didepan pintu, lalu tersenyum "Nori-chan~ kau sudah pulang ayo kita makan" seru mama tersenyum padaku.

Aku menggeleng pelan "aku sudah makan dengan Kaguya" ujarku menolak dengan lembut. Mama mengangguk paham dan membiarkanku berjalan kekamarku.

Begitu masuk kedalam kamar yang bergaya minimalis itu akan membuat siapa saja betah bertahan seharian disana. Tapi, tidak denganku. Aku merasa bosan. Tidak ada hal yang menarik untuk dilakukan.

Aku merebahkan diriku ditempat tidur dan menoleh kearah sebuah potret dengan gambar diriku saat masih kecil bersama seluruh keluarga kandungku. Aku merindukan mereka.

TOK…TOK…
Ketukan pintu itu menyadarkanku dari lamunan dan membuatku segera bangkit dari tempat tidur. Saat membuka pintu aku menemukan kakak tiri perempuanku, Reika. Sedang membawa beberapa buku bacaan.

"Ada apa?" tanyaku. Kak Reika menatapku kesal lalu memberikan beberapa buku itu padaku. "Kenapa Rei-nee memberikan ini padaku?" tanyaku lagi kesal.

Kak Reika tersenyum "tentu saja untuk kau baca, bodoh. Kau pikir untuk apa kuberikan padamu. Lagi pula aku sudah tidak membutuhkannya dan adik kecil kita laki-laki jadi tidak mungkin aku membiarkannya membaca dongeng" jelas kak Reika sambil berkacak pinggang. Aku melihat semua buku yang kak Reika berikan padaku dan semuanya tentang dongeng yang bisa diceritakan mama.

"Oh…terimakasih" gumamku pelan. Kak Reika mengangguk dan berjalan kembali kekamarnya. Aku pun kembali menutup pintu kamar lalu meletakkan semua buku itu disamping meja belajarku.

Aku duduk dikursi belajarku dan terdiam. Kepalaku menindih kedua lenganku yang kulipat dan menidurinya sambil memejamkan mataku. Mengingat kembali memori yang tidak bisa aku lupakan Tragedi Pembantaian disalah satu rumah. Rumahku.

Aku mengingat semuanya suara Papa dan kakak laki-lakiku yang berusaha melawan para penjahat, suara teriakan mama, dan diriku yang bersembunyi dilemari.

Semua terjadi cepat. Polisi menemukanku tak sadarkan diri sambil memegang potret keluargaku, mereka bilang tidak menemukan siapapun kecuali diriku dan sedikit bercak darah dilantai rumah. Tidak ada jasad atau apapun. Mereka seperti menghilang. Mereka diculik.

Kemudian mama dan papa tiriku mengadopsiku dan membuatku menjadi anggota keluarga mereka. Begitulah bagaimana nama depanku yang dulunya 'Shimizu' menjadi 'Akio'

Mataku terbuka dan teralihkan oleh sebuah buku pemberian kak Reika yang bersampul emas. Aku mengangkat kepalaku dan mengambil buku itu.

Warnanya emas mengkilat, seperti bercahaya. Disemua tepi lembarannya juga berwarna emas. Buku itu berjudul 'Fairy Tales' tidak ada sinopsis buku ataupun keterangan lainnya. Hanya judul.

Aku membuka buku itu dan melihat setiap judul cerita yang ada didalam buku itu. Aku hampir berada dipertengahan lembar dan terkejut karena tidak melihat judul atau pun isi cerita. Kosong. Isinya benar-benar kosong begitu juga lembaran selanjutnya.

Kemudian menemukan sebuah kalimat diakhir lembar.

"Apa ini? Kata pengantar?…" aku bertanya pada dirku sendiri dan kalimat itu seperti kata-kata yang ditujukan untukku. "…mantra sihir? Itu tidak mungkin".

Karena, penasaran aku membaca setiap kata dengan perlahan dan melihat ke sekeliling tidak ada yang terjadi.

Tiba-tiba saat melihat kembali ke buku itu, aku terkejut melihat buku itu bersinar terang seakan siap melahapku. Tapi, dugaanku benar buku itu melahapku. Dalam sekejap mata diriku sudah tidak ada di dunia itu.

Buku yang kubaca pun tertutup rapat. Seakan baru saja tidak terjadi apapun.

TO BE CONTINUE…
Thanks For Reading :):)

Phantasia : Fairy Tales Academy ( )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang