➡Prolog⬅Aku pergi meninggalkan gedung berlantai 30 dengan hati terluka. Tidak kusangka, dia telah melakukan lagi kesalahan terbesar. Jika dulu hanya sebuah kesalahpahaman, maka yang aku lihat tadi adalah nyata.
Dia berselingkuh.
Kulirik sekilas gedung tinggi itu. Dengan air mata yang terus berderai, aku mengayunkan langkah menyeberangi jalan. Membiarkan dia bersama wanita itu, bercumbu mesra tak tahu malu.
Apa dia lupa? Dulu, aku meninggalkannya karena merasa dikhianati. Dan sekarang, seolah tidak belajar dari kesalahan, dia kembali melukaiku.
Ada sebuah bangku taman di pinggir jalan. Tanpa memedulikan lirikan aneh dari orang-orang yang berpapasan, aku duduk di sana. Menunduk dalam mengeluarkan tetes demi tetes air mata yang tak bisa kubendung lagi.
Pedih. Entah harus dengan cara apa aku menghilangkan kepedihan hati ini? Rasanya sangat sakit meski tidak berdarah.
Saat kuingat kalau aku memiliki seorang sahabat, kuraih ponsel di dalam tas. Tanpa menyeka dulu air mata yang membasahi pipi, kutelepon langsung sahabatku itu.
Dering pertama diisi oleh suara Agnes Mo yang melantunkan Sebuah Rasa-nya dan dering kedua, barulah aku mendengar suara sahabatku yang berkata "Hallo!" di tengah suara bising yang sukses menyamarkan suaranya di sana.
"Lo di mana?"
"Gue di club, ada apa?"
"Club mana? Gue butuh lo sekarang,"
"Yakin lo mau ke sini? Tapi gimana kalo cowok lo marah entar?"
"Bodo amat, gue gak peduli. Cepet bilang, lo lagi di club mana?"
Sejenak, tidak ada sahutan di seberang sana. Kurasa, dia sedang menimbang-nimbang apakah dia harus memberitahuku atau tidak mengenai nama club itu. Sampai akhirnya, diiringi dengan helaan napas berat, dia pun mengatakan bahwa dirinya sedang ada di club yang dulu sempat didatangi olehku juga ketika pacar sahabatku itu ulang tahun.
"Ya udah, gue ke sana sekarang. Lo jangan kemana-mana!"
Dan setelah itu, aku mengakhiri percakapan sembari memberhentikan sebuah taksi yang kebetulan melintas.
Sesampainya di tempat yang kutuju, aku bergegas mendekati pintu masuk club. Di sana, kulihat ada dua penjaga yang berbadan kekar. Untuk sesaat, aku menelan ludah menatap ragu. Apa harus aku masuk ke sana? Sementara dulu, aku sempat dimarahi dan bahkan dilarang keras untuk menjejakkan kaki di tempat seperti itu lagi.
Tapi saat ingatanku kembali melayang ke kejadian beberapa saat lalu, keraguanku pun mendadak musnah. Kakiku mulai melangkah mantap menghampiri pintu yang dijaga oleh dua pria berbadan kekar itu.
"Boleh lihat KTP-nya?" tanya salah satu penjaga kala melihatku hendak masuk begitu saja.
Aku lantas mengangguk, mengeluarkan kartu tanda penduduk dari dalam dompet dan menyerahkannya pada penjaga yang meminta barusan. Setelah beberapa detik memeriksa KTP-ku, dia pun memberi jalan agar aku bisa masuk. Bahkan, dia membukakan pintunya untukku.
"Terima kasih," gumamku seraya melangkah masuk.
Satu hal yang tidak aku suka saat memasuki tempat ini. Lampu yang berkerlap-kerlip dengan berbagai warna kini seakan menyambut kedatanganku, membuat pandanganku terasa tidak nyaman. Aroma alkohol seketika langsung menusuk indra penciumanku. Rasanya, aku ingin kembali keluar saja kalau sudah begini. Tapi terlambat, sahabatku sudah lebih dulu melihat dan melambaikan tangannya tinggi-tinggi.
"Hey, ke sini!" serunya tersenyum lebar.
Dengan anggukan kecil, aku mulai melangkah mendekatinya. Kulihat, dia sedang bersama pacarnya.
"Ya ampun, ternyata lo nekat juga ya. Gue pikir, tadi lo cuma becanda bilang mau ke sini...." katanya tertawa geli.
"Mungkin, dia lagi ada masalah sama pacarnya, Sayang. Coba kamu ajak bicara, sementara itu ... Aku mau ke Boy dulu," kata pacar sahabatku lalu melengos pergi.
"Sini, sini! Lo kenapa, huh? Berantem lagi sama cowok lo?" tanyanya menebak.
Aku mendesah kasar, tidak perlu dijawab pun kurasa dia sudah sedikit paham dengan masalahku saat ini.
"Ya udah, lo mau minum apa? Biar gue pesenin sama bartendernya,"
"Gue gak minum," jawabku mengingatkan.
"Hahaha, lucu. Kalo gak minum, lo ngapain ke sini?" kerlingnya jenaka, lalu tanpa kuminta, dia malah memesan segelas minuman beralkohol rendah pada lelaki yang ia panggil Mike itu.
Rasanya, tenggorokanku seperti terbakar ketika air itu kutenggak. Ini demi menghargai sahabatku, katanya, ini cuman minuman beralkohol rendah. Gak bikin mabuk apalagi hilang akal seperti peminum beralkohol tinggi. Tapi tetap saja, sehabis menghabiskan segelas minuman itu tanpa disisakan barang sedikit, pandanganku malah jadi berkunang-kunang.
"Duh, gue pengin ke toilet nih. Lo tunggu di sini aja ya, jangan ke mana-mana. Awas kalo pergi tanpa pengawasan gue! Bisa bahaya akibatnya," pesan sahabatku itu sebelum akhirnya ia melengos meninggalkanku sendiri.
Kepalaku terasa pusing. Mungkin pengaruh minuman yang barusan kutenggak hingga habis. Sepertinya aku harus pulang, kalau tidak, aku bisa ambruk di sini dan menarik perhatian siapa pun yang ada di tempat ini.
Ketika aku berniat untuk berjalan ke pintu keluar, tiba-tiba seseorang menghalangi jalanku. Dalam penglihatanku yang sedikit kabur, sebuah wajah yang tidak bisa dikatakan jelek pun tampak menyeringai menatapku. Dia bahkan sudah melingkarkan sebelah tangannya ke pinggangku.
"Lepasin gue, gue mau pulang," rontaku ingin melepaskan diri.
"Pulang? Ini bahkan baru pukul sepuluh malam, lo yakin mau buru-buru pulang?" katanya terdengar meremehkan.
"Kepala gue pusing, minggir! Jangan halangin jalan gue," usirku dengan kepala yang semakin terasa pening.
"Kalo lo mau, gue bisa bantu ilangin rasa pusing di kepala lo itu...." ujarnya menawarkan
Karena sudah tidak kuat lagi menahan rasa pusing yang berubah menjadi sakit di kepala, aku lantas mendongak.
"Serius? Lo mau bantu gue buat ilangin sakit kepala ini?"
"With pleasure, darling...." bisiknya serak, lalu menggiringku menjauhi keramaian bersamaan dengan hilangnya kesadaranku ketika gelap mulai menjemput.
➡Faithful⬅
06.10
Setelah sekian lama memikirkan alur yang cocok buat memulai sequel Beauty and Bad Boy... Akhirnya tercipta juga bab prolog ini.
Semoga bisa mengawali ketertarikan kalian yaa, bab satunya akan di up kalo bab prolog udah dapet respon yang cetar dari kalian^_^
Untuk mengawali kisah lanjutan Delta dan Lovely, 50 vote boleh??
Rabu, 07 Maret 2018
_MikaArayu_
KAMU SEDANG MEMBACA
Faithful (Setia Berujung Luka)
RomanceSiapa sangka? Ditengah kisah manisnya kehidupan Delta dan Lovely yang sudah berjalan selama hampir satu tahun lebih, sosok dari masa lalu Delta justru malah muncul tanpa diduga. Membuat Lovely dihantui rasa penasaran tentang siapakah sosok yang kini...