A Night to Remember

169 7 6
                                    

Setelah menikmati indahnya Eiffel di malam hari, kami langsung pergi. Paris semakin gelap dan kelam, udara pun bertambah dingin. Kudengar beberapa kali bunyi perut kami sedang berperang.

"Kau lapar?" tanyaku pada Ashlyna.

Gadis itu mengangguk. "Ayo kita cari tempat yang murah di dekat sini!" ajaknya padaku.

Kemudian kami berjalan melewati beberapa restaurant kecil yang menyajikan berbagai macam menu. "Bagaimana dengan steak?"

Ashlyna menggeleng tidak setuju. "Tidak itu mahal, aku sangat lapar dan tidak bisa berbagi lagi."

Aku tertawa pelan. "Kali ini aku yang bayar." Kemudian mataku beralih ke sebuah restaurant yang cukup mewah, sekelas Michelin Star bintang dua.

"Donghae, kau ini gila, ya? Ya Tuhan! Ini michelin, bintang dua pula. Aku tidak pernah mencicipi hidangan sekelas ini, bahkan bintang satu sekalipun." Ashlyna mencaciku tanpa berhenti setelah aku membawanya masuk ke restaurant ini. "Astaga, bagaimana kita membayarnya? Aku tidak mau jika sampai harus jual diri," tambahnya tanpa berpikir dahulu.

"Hey, mulutmu itu ingin disumpal lagi rupanya! Pesan saja apapun yang kau suka, aku yang akan membayarnya." Aku melirik ke toko sebrang tempat ini, satu-satunya toko perhiasan yang masih buka jam segini. Seketika terlintas sebuah ide di kepalaku. "Jung, aku pergi sebentar. Kau jangan kemana-mana, okay?" tanyaku padanya.

Ketika aku berdiri, Ashlyna menahan tanganku. Matanya memicing tajam. "Kau tidak berniat untuk meninggalkanku, kan?"

Aku melepaskan tangannya, kutinggalkan tas beserta ponselku di atas meja. "Mana mungkin seorang suami tega meninggalkan istrinya. Aku menaruh tas dan ponselku sebagai jaminan, bagaimana? Cuma sebentar kok." Aku berusaha menenangkannya.

"Baiklah, tidak lebih dari setengah jam."

Aku langsung beranjak keluar setelah mendengar ucapannya. Ketika memasuki toko perhiasan tersebut, sang penjaga toko menyambutku dengan bahasa Perancis yang hanya kubalas dengan senyuman.

Mataku tertuju pada sebuah kalung yang ada cincin di tengahnya. "Bisa kau beri aku ini?" tanyaku dengan bahasa Inggris kepada penjaga toko.

"Yang ini agak mahal, tuan."

"Berapa pun akan kubayar," ungkapku lalu mengeluarkan kartu kreditku. Setelah selesai melakukan pembayaran, dia tersenyum padaku.

"Apa aku boleh tahu ini untuk siapa?" tanyanya sambil menyerahkan kalung tersebut.

"Ah ituㅡ" Aku menggantungkan kalimatku. "Untuk istriku. Ya, untuk istriku."

"Terima kasih! Semoga kalian selalu bahagia." Ucap penjaga toko ketika aku melangkah keluar dari tempat kerjanya.

Aku kembali ke hadapan Ashlyna. Beberapa makanan sudah tersaji di atas meja, namun aku yakin dengan sangat belum ada yang disentuh olehnya. "Kenapa belum makan, hmm?"

"Aku menunggumu," jawabnya singkat, padat dan jelas yang membuat jantungku berdebar-debar.

Aku mengeluarkan kalung yang tadi sempat kubeli dan membuka kotaknya di hadapan Ashlyna.

Aku mengeluarkan kalung yang tadi sempat kubeli dan membuka kotaknya di hadapan Ashlyna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
24 HoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang