"You smile, but you wanna cry. You talk, but you wanna be quiet. You pretend like you're happy, but you aren't."–––
Chapter 4.
Yang pertama kali Baekhyun lihat saat terjaga adalah langit-langit berwarna putih khas klinik sekolah, dan juga pernciumannya yang menghirup aroma khas obat-obatan. Baekhyun tidak begitu ingat alasan apa yang membuatnya hingga kemari, tapi yang jelas, kepalanya terasa sakit sekali.
"Oh, sudah bangun?"
Menoleh ke samping, ia menemukan Perawat Park yang tersenyum ramah padanya. Wanita yang hamper berkepala tiga itu mendekatinya, dan menjulurkan segelas teh hangat.
"Kenapa saya bisa ada disini, Bu? Apa yang terjadi?"
Masih dengan senyum lembutnya, Perawat Park menjawab, "Kamu tadi terkena bola basket, lalu pingsan," dia menggerakkan kepalanya ke samping, membiarkan Baekhyun melihat sendiri bagaimana komplotan adik kelasnya yang terlelap didekat sofa klinik. "Mereka baik sekali, mau menjagamu. Padahal sudah saya suruh balik aja ke kelas loh. Nanti kalau mereka sudah bangun, jangan lupa bilang makasih, ya, Nak."
Baekhyun tersenyum canggung. Lantas membiarkan Perawat Park keluar karena adanya urusan mendadak. Dia memerhatikan komplotan adik kelasnya; Gongju yang terlelap dan menguasai sofa, dibawah sofa ada Daniel dan Hyunbin yang tidur terlentang, sementara Seongwu sendiri tidur diatas ranjang yang kosong dengan Wangja yang tertidur dalam posisi duduk sambil bersedekap diatas kursi.
Gak sakit apa ya, tidur pake posisi kek gitu? Baekhyun meringis pelan.
Menjulurkan tangan, Baekhyun meraih ponselnya. Ia berniat untuk menunggui para adik kelasnya itu selesai dengan waktu tidur siang mereka. Mereka pasti lelah sekali, dan sudah melewati waktu makan siang karena begitu memedulikannya. Sebelumnya, Baekhyun tidak pernah membayangkan kalau kelima orang itu akan sebegini peduli padanya––terutama Ong Seongwu yang nyatanya lebih memilih untuk mendekat pada Park Chanyeol.
Ah, benar juga. Disaat seperti ini, dimana sosok sahabat bongsornya tersebut?
Aduh, Baekhyun melupakan sesuatu.
Terakhir kali kan, mereka bertengkar. Dan belum baikan hingga saat ini.
Bahkan dengan bodohnya Baekhyun mengatakan––tidak, menanyakan sesuatu yang seharusnya tidak ia utarakan.
"Gue suka sama Wang Jahye, gimana menurut lo?"
Gini, dalam sejarahnya, ya, Baekhyun itu tidak pernah suka dengan wanita dalam artian jatuh cinta dengan mereka. Apalagi semenjak orang tuanya tahu mengenai perihal orientasi seksualnya dan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dan Wangja?
Dia memang menyukai gadis itu––tapi dalam batas wajar, hanya sebagai teman dan saudara.
Namun sepertinya Chanyeol menganggap hal itu berbeda dan cukup serius.
Iya, Baekhyun tahu, kok, kalau lelaki tiang itu sempat menemui Wangja. Karena memang tiap orang yang ingin mendekati dan didekati Baekhyun akan diperlakukannya demikian. Apalagi ketika ia tidak sengaja bertemu Wangja di tangga, dan melihat baying-bayang Chanyeol dibelakangnya. Baekhyun yakin mereka membicarakannya. Meski Wangja membalasnya dengan tenang dan tidak nyambung seperti biasa.
Kesimpulannya, Chanyeol itu protektif terhadapnya.
Tapi, haruskah dia semarah itu saat tahu bahwa Baekhyun menyukai Wangja?
Reaksinya itu membuat Baekhyun berharap saja, duh.
"Baekhyun!"
Ditengah-tengah pikiran kalutnya, Baekhyun dikejutkan oleh kehadiran sosok yang menjadi tokoh utama dalam pikirannya. Ia membulatkan mata ketika melihat Chanyeol datang dengan nafas tidak beraturan dan gurat cemas berlebihan. Dan karena gebrakannya pada pintu klinik tadi cukup keras, membuat anggota komplotan berang-berang afrika terjaga karena terkejut.

KAMU SEDANG MEMBACA
SA-GWI-JA! HEHE~
FanfictionSagwija! Tau apa artinya? "Jadian... yuk?" "Oke. Gue pacar lo hari ini." "Heh! Bukan gitu maksudnya!" "Udahlah. Yang penting kita sama-sama sayang, kan." Hanya cerita klasik, persahabatan Chanyeol dan Baekhyun hingga jadi sepasang kekasih.