Hingga Hari Tua - Lisa Velocia

118 8 4
                                    


Untuk kesekian kalinya lelaki itu meremas kertas yang sudah menguning itu, urat-urat kepalanya muncul, tanda bahwa saat ini ia sedang berpikir keras. Lelaki itu bangkit dari tempat duduknya dan melangkah menuju cermin, pantulan dirinya sempurnya terlihat. Sebagian rambutnya mulai memutih, keriput sudah mulai menghiasi wajah tirusnya.

Marc meremas raambutnya, kejadian itu sudah lama sekali tetapi entah kenapa seperti baru kemarin dia menyaksikan kekasih hatinya pergi.

“Ayah?” Marc menghapus air matanya dan menatap ke arah pintu, disana berdirilah pemuda yang sangaat mirip dengannya, hanya berbeda di warna rambut saja.

“Matt... kau sedang apa berdiri disitu?” tanya Marc dengan suara khas sehabis menangis.

Matt menyisipkan jari-jarinya ke kepala sebelum menjawab, “aku hanya kebetulan lewat dan... aku mendengar ayah menangis.”

Matt masih berdiri di tempatnya, sementara Marc kembali melipat surat yang tadi dibacanya dan menyimpannya di dalam saku.

“ayo kita jalan-jalan sebentar,” Marc merangkul Matthew dan mereka melangkah meninggalkan kamar.

“Ayah... “

“Ada apa Matt?”

“Gunakan ini, diluar sangat dingin,” Saran Matthew sambil memakaikan mantel kepada ayahnya.

Matt sempat berpamitan pada ibunya sebelum menutup pintu. Matt tidak berbohong, udara diluar sangat menusuk, wajar saja ini sudah memasuki awal bulan November.

“Kita akan pergi kemana ayah?”

“Kita akan melakukan tur kecil,” marc tersenyum, walaupun sudah mulai berkeriput senyum Marc tetap menawan seperti dulu.

“Kau tahu Matt dulu aku sangat tergila-gila dengan seorang gadis, dia mengubah duniaku dan dia adalah gadis yang istimewa.

“Dulu saat aku seusiamu, aku tidak pernah sekalipun memikirkan tentang perempuan saking sibuknya aku dengan puisi, hingga gadis itu datang dan duniaku berbalik.”

Matt terus berjalan sambil mendengarkan cerita ayahnya. Dia tengah mengalami apa yang dulu ayahnya rasakan, jatuh cinta.

“Di tempat inilah kami bertemu.” Matt mengikuti arah pandang ayahnya. Sebuah taman bunga menyambut mereka, pagar besi yang dilingkari bunga terbuka begitu saja, diatasnya mulai tumbuh rumput-rumput liar, taman ini sudah tidak dirawat sejak lama.

“Apa kita akan masuk ke dalam ayah?” tanya Matt ragu-ragu.

“Kita tidak punya waktu untuk menyingkirkan rumput-rumput ini Matt,”

Syukurlah.

“Dia adalah orang pertama yang memberiku bunga setelah nenekmu.”

o0o

“Apa aku bisa duduk disini?”

Marc yang tengah sibuk mencari ide untuk puisinya merasa terusik ketika seorang gadis dengan rambut coklat bergelombang mengacaukan konsentrasinya.

“Silahkan,” Marc kembali fokus dengan kertas dihadapannya dan mencoba mengabaikan gadis disampingnya.

Baris demi baris telah Marc goreskan tinta dari penanya, kini dia tinggal menyelesaikan penutup dari puisi itu. Tapi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Tanpa sengaja ketika gadis itu sedang mengumpulkan rambutnya untuk diikat, dia menyenggol bahu Marc membuat goresan pena itu keluar dari baris dan membuat puisi itu terlihat buruk.

Telinga Marc memerah, sementara gadis itu belum sadar apa yang telah ia perbuat.

Marc bangkit dan menggebrak meja, membuat gadis berambut coklat itu terlonjak kaget.

[Event] The Wonderful Of SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang