Pamit- Shalsa Dilva

114 7 0
                                    

Pamit - Tulus

Bughh!

Sebuah bola kasti melayang dari tangan seorang gadis yang sedang berdiri di tengah lapangan besar.

Gadis dengan jaket kulit hitam dan jeans hitam dipadu ankle boots itu tertawa bahagia saat lemparannya terkena sasaran.

Rambutnya yang dikucir ikut berterbangan bersama tiupan angin yang berhembus.

"Kau sangat kasar, Sandra!" pekik seseorang yang menjadi korban dari lemparan kasar gadis di tengah sana. Laki-laki itu berjalan perlahan mendekati gadis yang masih tertawa melihat orang yang menjadi sasarannya kesakitan.

"Sekali lagi kau memanggilku dengan nama itu, aku akan memenggalmu," jawabnya masih dengan tawaannya. "Ah kau cemen sekali, Marc!"

Laki-laki dengan nama Marc itu berjalan dengan sabar. Dia sudah begitu memaklumi apa pun yang gadis itu lakukan. Mereka sudah saling mengenal bahkan jauh ketika Marc yang acap menangis karena diganggu olehnya.

Setelah Marc sudah berdiri di samping Alessandra, dengusan sebalnya terdengar sembari menyodorkan tas kertas bewarna putih kepada Alessandra.

"Patatas Bravas tanpa mayonaise sesuai permintaan tuan putri," ucap Marc dengan senyum yang dibuat-buat. Kesal, karena Alessandra melemparnya dengan kasti dan malah menertawakannya.

Alessandra mengambil tas kertas itu dengan cengirannya. Ia pun mengeluarkan makanan favoritnya itu lalu membuka tutup bekal bewarna biru muda yang sudah tak asing lagi.

Alessandra menyukai Patatas Bravas makanan khas Spanyol ini. Terlebih lagi yang dibuatkan ibu Marc.

"Kau mau, Pacar?" Tanya Alessandra sambil menyodorkan makanan yang sudah ia tusukkan pada garpu ke bibir Marc.

Marc menggeleng. "Aku tidak suka, Al. Kau ini!"

Alessandra mendengus lalu menyuapkan potongan itu ke dalam mulutnya. Ia sering mengolok-olok Marc dengan Patatas Bravas karena Marc tak menyukainya. Dan hal itu aneh baginya.

Marc menyukai segala jenis pasta, justru minat Alessandra akan pasta hanya sedikit.

Langit terlihat cerah dengan birunya. Awan juga bergantung indah di bawahnya. Namun, cahaya matahari kian meredup di selingi angin yang berembus.

Marc amat menikmati suasana seperti ini. Matahari tak menyengat kulitnya dan hujan pun tak membasahi. Tetap bercerah dan menyalurkan rasa hangat.

Terlebih lagi melihat Alessandra duduk di sampingnya, gadis itu masih asik dengan makanan yang ia bawa tadi.

Gadis dengan bola mata biru bagai samudra itu dengan tenang memakan makanannya. Sesekali ia menoleh kepada Marc hanya untuk menampilkan cengiran yang memang sering ia lakukan.

Senyum terukir apik di bibir Marc. Sesuatu terlintas ke pikirannya. Memori yang tersusun tanpa cela selalu terbayang. Ketika dirinya acap kali kena marah oleh ibunya karena adik kecilnya sering pulang dari bermain dalam keadaan menangis. Padahal bukan Marc yang melakukannya, melainkan Alessandra.

"Ayolah, Marc. Kita harus mengerjai bocah itu," pekik Alessandra kepada anak lelaki yang berdiri di sampingnya. Ia pun tak tinggal diam, sambil merengek dan menarik-narik baju Marc untuk mengikuti usulannya.

"Kau ini, dia adikku. Jangan! Nanti dia menangis dan mengadukanku pada Mom. Tak puaskah kau melihatku dimarahi kemarin?" sengit laki-laki di sebelahnya.

Namun, gadis itu tetap teguh pada pendiriannya. Ia menarik tangan Marc kecil dan mengajaknya berlari lalu bersembunyi di belakang pohon besar.

[Event] The Wonderful Of SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang