Halaman 49 : Kejutan

2.8K 169 15
                                    

Sebuah kata 'iya' belum tentu mewakili suatu kepercayaan seseorang.

✺✺✺

<Author's POV>

Marcel membersihkan mulutnya yang kotor setelah makan bubur. Tangannya bergetar ketika menggenggam sendok ditambah rasa bubur rumah sakit yang sangat hambar membuatnya tidak nafsu makan.

"Hei, kalian datang?" Sapa Marcel dengan ceria.

Vale dan Sea masuk membawa bucket bunga mawar putih dan beberapa botol air laut dimasukkan dalam botol tupperware agar tidak mencurigakan.

"Kami datang untuk menjenguk," Vale duduk dikursi. "bagaimana kondisimu sekarang, Cel? Sudah baikan?"

"Terimakasih untuk bunga mawarnya, tapi aku lebih menyukai teratai."

Vale terkekeh. Mana ada yang menjual sebucket bunga teratai di toko bunga untuk orang sakit. Ada-ada saja.

Sedangkan Sea yang mengerti maksud Marcel hanya memutar matanya jengah.

"Rencananya, kami akan menghadiri acara peresmian cabang kantor Sea di Bandung, kamu tidak keberatan? Atau kita bisa mengajakmu kalau begitu," Vale menoleh kearah Sea.

"Kurasa itu sulit," sanggah Sea kurang suka.

"Tidak perlu, Vale. Aku masih betah disini. Lagipula bagaimana nasib Tom jika aku pergi meninggalkannya?" Marcel pun tertawa.

Vale ikut tersenyum. "Benar juga. Omong-omong dimana si Tom? Dari tadi aku tidak melihatnya."

"Dia pulang mengambil baju ganti. Nanti juga kembali lagi," balas Marcel, Vale hanya ber'oh'ria. "Hei, bung. Memar di wajahmu sudah hilang?"

Sea menggedikan bahu. "Lumayanlah."

"Tolong jaga Vale-ku disana. Aku takut ada orang yang mengiranya barbie hidup."

"Tanpa kau suruh pun aku pasti akan melakukannya."

"Cih, aku masih meragukanmu, tau!"

"Apa perlu kubuktikan?"

"Harus. Buktikan bahwa Vale baik-baik saja setelah dari Bandung, kau mengerti?!"

"Baiklah," Sea menghela nafas. Memang berdebat dengan Marcel agak menyulitkan dirinya. Lebih baik dirinya mengalah 'kan?

"Sea, coba kemarikan tanganmu," Sea memberikan tangan kanannya kepada Marcel dan juga mengangkat tangan kanan Vale.

Kedua tangan itu ia satukan dalam genggamannya. "Umurku tidak banyak. Kuharap, kalian mengerti untuk saling menyayangi dan menjaga. Karena ketakutan terbesarku adalah Vale tidak dapat merelakan kepergianku."

Vale menitikkan airmata sedangkan Sea tersenyum kecut menanggapi ucapan Marcel yang semata-mata menyiratkan jika umurnya tidak banyak lagi.

Tawa Marcel langsung meledak. "Hahaha, aku bercanda! Ayolah, jangan diambil hati."

"Ah, kau ini!" Vale memukul-mukul pelan tangan Marcel saking kesalnya.

Sea tersenyum kecut. Ia tau sebenarnya Marcel berkata jujur dari hati, bukan semata-mata hanya gurauan saja. Tapi mengapa Marcel tetap kekeuh menyembunyikan penyakitnya dari Vale?

"Oke, sekarang serius. Intinya, aku ingin Sea menjaga Vale dan Vale tetap tersenyum. Itu wasiat dariku."

"Marcel, bukan penyakit yang membatasi hidup. Semuanya telah diatur yang diatas," Balas Vale.

Marcel terkekeh. "Maksud kamu tukang genteng?"

Vale berdecak. "Ih, tidak lucu tau." Mereka berdua tertawa bersama-sama.

Prince Of Sea [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang