part 3

56 4 0
                                    


"Apa benar yang wanita itu katakan, kak?" Tanya Icha menatap kakaknya itu dengan intens.

Tak ada jawaban yang terucap dari bibir Febby, hanya ada isak tangis yang terus lolos dari bibir mungil itu.

"Jawab kak!" Bentak Icha muak melihat Febby hanya menangis tanpa sedikit pun membalas pertanyaan nya.

"Hikksss, ka...ka...mi saling mencintai cha" lirih Febby di sela isak tangisnya.

"Shit! Jadi benar yang wanita itu katakan?!" Icha membulatkan bola matanya tidak percaya, menatap kakaknya itu yang terus menunduk seraya menangis. Dengan tatapan kecewa.

Dan lagi lagi hanya isak tangis yang menjadi jawabannya.
"Kak, apa kakak sadar apa yang kakak lakukan?! Dia suami orang! Apa kakak tidak memikirkan perasaan keluarganya?!"

Icha berjalan ke arah jendela rumah yang menampilkan suasana di luar yang sedang hujan deras seolah hujan itu  mengerti kekecewaan yang icha rasakan. Ia tidak habis fikir dengan pengakuan kakaknya barusan.

"Aku mau kakak tinggalin dia!" Final Icha tanpa menoleh ke arah kakak nya itu.

"Kakak nggak bisa cha"ucap Febby mengahampiri adik satu satunya itu.

Icha membalikan tubuhnya menatap manik Febby dalam dalam, lalu menggenggam kedua tangan Febby yang terasa dingin di kulitnya.
"Kakak gak liat apa yang wanita tadi lakukan?! Itu belum seberapa kak! Aku takut terjadi apa apa sama kakak, mereka orang kaya, bukan hal sulit untuk mereka menghabisi nyawa kakak sekalipun, dan aku gak mau hal itu terjadi sama kakak. Hanya kakak yang Icha punya." Air mata yang sedari tadi ia tahan kini tumpah membayangkan hal hal buruk yang suatu saat bisa saja menimpa kakak tersayangnya nya itu.

Entah sejak kapan mereka kini saling berpelukan menyalurkan kekuatan satu sama lain mengahadapi takdir yang entah sampai kapan terus mempermainkan mereka.

Icha melepaskan pelukan itu dan menangkup wajah kakaknya yang kini terlihat pucat.
"Aku sayang kakak, dan aku mohon, sangat sangat mohon sama kakak tinggalkan dia... jangan buat Orang tua kita kecewa disana. Ku mohon mengertilah." Ucap Icha lembut mencoba membuat kakak nya itu mengerti.

"Awwwhhh..." ringis Febby terus memegangi perutnya.

Mendengar ringisan sang kakak membuat Icha panik,"kak? Kakak kenapa?"

"Sa... sa..kitttt...." lirih Febby sebelum semua nya terasa gelap.

                        
                         ****

Icha terus saja mondar mandir sambil mengigit gigit kukunya yang gemetar, di depan ruangan dimana kakak nya itu ditangani.

"Ku mohon tuhan,jangan sampai terjadi sesuatu dengan kak Febby, sampai terjadi sesuatu sama kak Febby aku tidak akan pernah memaafakan diri ku sendiri"

"Icha!" 

Merasa dipanggil, Icha langsung menengok ke sumber suara, dari jauh Icha melihat pria itu dan langsung saja memeluk nya tanpa malu karna ini di tempat umum, karna memang ia butuh seseorang untuk menyurahkan kegelisahannya.

Pria itu membalas pelukan wanita yang ia cintai dan merasakan sesuatu yang basah di dadanya, ia tau kalau wanita dalam pelukannya ini tengah menangis. Dengan pelan Pria itu melepas pelukan mereka dan mengajak Icha untuk duduk di Bangku tunggu yang di sediakan pihak rumah sakit .

"sekarang jelaskan, apa yang terjadi?" Tanya pria itu lembut.

"Gue gak tau Vin, tiba tiba aja kak Febby meringis kesakitan dan pingsan gitu aja. Hikksss... ka...kalo terjadi sesuatu sama kak Febby gue gak akan bisa maafin diri gue sendiri, ini salah gue vin..." ucap Icha sambil sesegukan.

Ya, pria itu Vino, pria yang mencintai Icha dalam Diamnya. Tanpa ingin wanita yang ia cintai itu tau tentang perasaan nya. Sedetik kemudian Vino merengkuh sahabat sekaligus cinta nya itu dalam dekapan nya, memberi ketenangan pada Icha yang terus saja menangis.
"Lo gak boleh nyalahin diri lo sendiri cha, kita doakan yang terbaik untuk kak Febby ya"

Ceklek!

Icha melepaskan pelukannya dan berdiri mengahampiri seorang wanita paruh baya dengan setelan putih nya.
"Dok bagaimana keadaan kakak saya?, dia baik baik aja kan dok? Tidak terjadi sesuatu kan?" Tanya  icha beruntun.

"Bisa kita bicarakan di ruangan saya?" Tanya dokter itu balik bertanya. Yang di angguki oleh Icha.

                         ****
Setelah mendapat telfon dari Icha, al langsung menjalankan mobilnya ke arah rumah sakit yang icha katakan, ia begitu khawatir mendengar wanita nya itu menangis saat bicara padanya di telpon.

Sakit? Itu yang Al rasakan saat ia baru saja sampai di Rumah sakit, bagimana ia tidak sakit saat melihat wanita yang ia cintai berpelukan dengan pria lain di hadapannya.

Cemburu? Pasti, jujur kali ini ia merasa cemburu yang teramat sangat melihat wanita yang seharusnya menangis dalam dekapannya kini menangis dalam dekapan pria lain. Pria   Yang sedari dulu membenci hubungannya dengan Icha.

Dengan langkah pasti Al membalikan tubuhnya, berjalan ke arah pintu keluar, ia tidak ingin merasakan sakit yang terlalu dalam jika ia terus saja menyaksikan itu.

****
Vote and Comment nya guess

Jakarta, Rabu 7 Maret 2K18

💕💕💕

-Loppeeee-

NERD MANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang