Satu

65 5 0
                                    

“Kia, itu namaku. Aku bukan seorang yang baik, aku hanya orang yang sedikit memiliki kekurangan, eh bisa dibilang tidak juga, aku kaya, tampan, pintar, tapi...” ucapanku tergantung ketika sebuah ketukan pintu membuyarkan lamunanku.

“Maaf tuan boleh saya masuk?” Suara khas yang selalu ku dengar dari balik pintu. “Jangan sekarang aku sibuk!” Jawabku ketus, selalu begini aku tak pernah sedikitpun membiarkan dia atau siapapun masuk keruanganku.

Bukan pelit hanya saja aku tak ingin melihat mata mereka. Mata yang selalu mengisyaratkan sesuatu yang lain dalam diri mereka,”Ya aku dapat melihat apa yang semua orang tak ingin melihatnya. Aku yakin itu!”

Ruangan ini selalu begini tak ada yang bisa dijelaskan hanya saja ruangannya benar-benar tertata rapih, namun suasana abu-abu mendominasi disana tak ada warna terang. Jujur kukatatakan tempat ini seram.

Terlebih penghuninya tak pernah berani menatap orang lain dan sehingga membuatnya mengurungkan diri diruangan tersebut. “Kia.. Buka pintunya...” Pinta seseorang dari balik pintu yang bak jeruji penjara tapi masih ditameng lagi dengan pintu besi.

Sungguh tak ada bedanya dengan sel penjara bahkan ini lebih gila. “Tidak mau, Vin. Jangan kemari!” Jawabku setengah berteriak. Namun kupastikan Vino mendengernya dari balik pintu besi gila itu. Ya itu nama yang kuberikan untuk pintu besi yang kini berada tepat didepanku.

Malam ini terasa panjang, seluruh pegawaiku mungkin sudah kembali pada keluarganya memadu rindu setelah seharian bekerja sedang,  aku masih diam disana seperti biasanya menunggu malam yang larut menjemputku untuk keluar dari penjara ini.

"Sial, sampai kapan? Aku sudah hampir gila disini. Kau bangga dengan apa yang kau lakukan padaku?” Umpatku mengarah kelangit yang kulihat lewat balik jendela kaca yang berada didepan kamar priadiku dikantor ini.

Kali ini sepertinya semesta bahagia tersenyum dengan apa yang aku alami. “Terserah kau sajalah.” Tiba-tiba saja langit berubah yang awalnya terenyum bahagia berganti awan hitam nan gelap diselimuti kilat kesana kemari dan semburan petir berhamburan.

Jdeeeerrr, pranggg suara kaca pecah terdengar dibalik kamarku dengan segera membuatku berhambur keluar dari peraduan nyamannya ranjangku.

“Ya ampun petirnya luarbiasa sekali kalau gini bisa bisa banjir kantorku. Pake acara pecah segala lagi jendelanya, nah udah alamat bakalan kudu melek sampe pagi kalo gini mah.” Gerutuku seraya mengambil sapu dan serok disebelah cermin dikamarku maksud hati untuk membersihkan sisa kaca yang berhamburan terkena petir.

Namun, belum sempat aku mengambil sapu dan serok, sontak aku dibuat terkejut oleh kehadiran seorang wanita yang tersenyum eh tunggu sebentar, “Dia tak pakai pakaian??” Tanyaku dalam hati masih tak percaya ku kucek-kucek kedua mataku dan kulihat lagi dicermin.

Masih sama  yang kulihat dari cermin dan dengan segera ku beranikan diriku untuk membalikkan badan kearah wanita tersebut “Sss...sssiapaa kamuuuu? Dan kenapa bisa disini? Iii..iituuu kenapa kamu..ahhh” Tutup mataku dengan kedua telapak tanganku dengan sesekali ku intipnya.

Ya tidak munafik bukan, aku seorang pria kini aku dihadapkan seorang wanita cantik. Ya dia memang cantik. Bahkan terlampau cantik. Terlebih dia tanpa busana saat ini.

Namun, yang kutangkap wanita ini tak merespon apapun yang aku katakan ia hanya tersenyum kepadaku. Aku yang sadar dia sepertinya takkan bergeming dari tempatnya dengan segera ku ambilkan bajuku untuk menutupi tubuhnya terutama menutupi ahh... kalian pasti tahu yang kumaksud.

Segera setelah ku ambil pakaianku maka segera kulemparkan kedia untuk menutupi tubuhnya yang polos itu, namun ia masih diam tak menggubris apa yang aku serahkan padanya.

"Hei pakai baju itu!" Masih dia diam tak bergeming, lalu kuraih pakaiannya kukenakan ketubuhnya secara paksa. Ya kipikir ini cara terbaik karena sekali lagi kutekankan dia tak bergeming.

Setelah selesai dengan pakaiannya, aku segera meraih sapu yang tadi ku gunakan untuk membersihkan sisa kaca yang pecah.

Aku segera berlalu darinya mengingat kaca yang masih berserakan dilantai tadi tanpa memperdulikan dia yang masih tersenyum disana. "Terserahlah."

Namun lagi-lagi apa ini rasanya seperti dipermainkan, maumu apa semesta. "Hebat kemana kaca-kaca itu pergi? Dan apa ini? Jendelanya kembali utuh? Ah ini mimpikah?" Masih tidak percaya kukucek kedua mataku," Tidak ini bukan mimpi, ah tapi jelas kulihat ada kaca berserakan tadi", masih tidak percaya kucubit pipiku takut aku hanya berhalusinasi.

"Tapi benar kacanya tadi pecah, ahhhh... Bisa gila aku!!! Apalagi iniiii???" tanya setengah berteriak seraya mengacak-acak rambutku. Namun untuk memastikan ini benar maka ku kembali kedepan cermin, melihat dia disana. Siapa tahu itu juga khayalanku saja.

Kuberjalan pelan-pelan, masih dengan jantung yang hampir lepas dari tempat ternyamannya. Aku mencari sosok wanita cantik itu lagi, namun tak kutemui dia disana.

"Kemana dia? Ah sudah kuduga ini hanya khayalanku. Ah sepertinya malam ini aku akan gila." Baru sejenak aku akan kembali keranjang ternyamanku sambil menarik nafas panjang dan tanpa menyadari ada seorang yang sejak tadi memperhatikanku ya itu dia.

Iya dia wanita cantik itu kini berada diatas ranjangku. Pikiranku berkecamuk "Ssiiapaa kamu sebenarnya? Dan kenapa bisa ada disini?"

Lagi-lagi bukan jawaban yang keluar dari bibirnya, melainkan senyum yang semakin merekah dibibirnya yang mungin dan indah sekali jujur aku tak pernah menemui senyum seindah ini kecuali, ah kenapa disaat ini terpikirkan kembali? Lupaka Kia lupakan dia. Dia sudah pergi membawa semua yang kumiliki.

Kembali kewanita ini, dia siapa aku juga tidak tahu. Yang jelas malam ini aku dan dia hanya termangu satu sama lain dan dia hanya menatapku penuh senyum yang indah. Tapi tunggu dia siapa? Kenapa aku tak bisa melihat apapun didirinya. Semoga semoga semesta kali ini berpihak kepadaku dan membiarkan aku hidup. Ku mohon!

When Your Eyes are HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang