Part 4

3.8K 157 0
                                    

Hari Sabtu adalah hari libur bagi siswa yang bersekolah dengan system fullday school seperti sekolahku ini. Namun begitu aku sudah siap di ruang makan dengan bekal yang akan kubawa.

Hari ini sparring debate dengan SMA Pelita Negara kan dilakukan. Aku tidak boleh tampil berantakan. Kau akan tahu kenapa. Yang pasti Dion baru bangun tidur dan duduk di hadapanku dengan tatapan heran.

"Mau kemana ?"

"Ada sparring sama SMA Pelita Negara."

"Dimana ?"

"Di sekolah kita."

"Aku anter ya."

"Ngga usah, udah lama aku ngga nyupir mobil sendiri."

"Pulang jam berapa ?"

"Ngga tahu, kenapa ?"

"Ngga, Cuma Tanya aja."

Aku mengangguk cepat dan segera berlari menuju mobil swift pink ku yang tampak segar setelah aku mencucinya subuh tadi.

Hari ini aku tampil anggun dan elegan dengan blouse berwarna biru sapphire dan rok A-line berwarna hitam tak lupa dengan rambut kusanggul keatas dan sedikit riasan tipis yang membuatku terlihat segar.

....

Venno tersenyum lega melihat kedatanganku pagi ini. Dia segera mencium pipi kiri-kanan ku sambil tersenyum sangat lebar.

Dia tampak keren dengan kemeja putih dan celana jeans tak lupa sepatu boots kulit yang pasti koleksi terbaru yang dia dapatkan di Milan beberapa bulan lalu.

"Cantik sekali." Ucapnya memuji.

"Ya, terima kasih. Kamu juga ganteng, Ven."

"Pasti ada maksud tersembunyi ya ? Untung aja dia sedang di Indonesia Rachel. Jadi rasa kangen mu akan sedikit terobati ya."

Aku langsung melotot mendengar perkataan Venno. Tapi benar, hari ini aku berdandan sedikit lebih lama karena ingin memberi kesan yang baik pada laki laki yang sudah sangat kurindukan. 

Laki - laki yang baru saja turun dari mobil sport berwarna hitamnya. Badannya yang tinggi dan kulit yang coklat eksotis serta lengan kekar yang dulu selalu setia untuk merangkulku. Ah, dia tidak berubah. Sangat berkharisma.

"Eh hapus iler mu dulu tuh." Aku menyenggol lengan Venno sebal.

Anak ini ngga akan berhenti untuk mengejekku.

Ya Tuhan. Dia berjalan ke arahku dengan senyum manis yang rasanya masih sama seperti dulu. Hangat dan tulus.

"Hai Rachel."

"Hai Dev. Apa kabar ?"

"Baik, kamu ?"

"Ya" Beneran ngga kuat aku lama - lama berdekatan dengan laki - laki ini terlebih aroma parfum maskulinnya yang begitu menyengat mengingatkanku akan banyak hal dan rasanya aku benar - benar ingin kembali dalam masa lalu itu.

Sayangnya aku ngga bisa. Kami sudah berubah. Perasaan kami, atau entahlah.

Aku berpura - pura mengecek smartphone dan menyingkir.

Kulirik Dev yang berbincang dengan Venno mengenai beberapa permasalahan teknis dalam sparring kali ini. Well, memang bukan kami yang akan melakukan sparring.

Aku sekarang sudah kelas 12 dan Dev adalah seorang mahasiswa. Kami adalah tutor pembimbing tim adik kelas yang kebetulan akan mewakili Indonesia dalam ajang WSDC nanti di Canada.

Syukurlah sekolah kami meloloskan satu perwakilan. Begitu juga sekolah Dev dan satu lagi merupakan adik sepupu Venno. Ah dunia ini benar - benar sempit ya.

Adik kelasku sudah datang. Aku menyampaikan beberapa arahan padanya hanya sebagai petunjuk karena dia akan melawan USA dalam debate WSDC English as the first language.

"Kak, dulu kakak berpasangan dengan Kak Dev kan ?"

"Iya. Kenapa ?"

"Ku dengar dia orang yang sangat keras kepala. Apa tak menyulitkan ?"

"Tidak juga kok. Dia mau mendengar masukan dari orang lain. Hanya sedikit sulit untuk meyakinkan. Tapi itu ada baiknya."

"Oh begitu ya."

Kegiatan sparring selesai saat jam menunjukkan pukul 12 siang. Ah bukan selesai juga sih. Kami hanya makan siang dengan bekal masing - masing dan akan melanjutkan dengan diskusi santai mengenai beberapa kemungkinan mosi dadakan dalam perlombaan nanti.

Dev duduk berhadapan denganku.

Namun aku hanya bisa menunduk. Entahlah rasanya begitu menyakitkan untuk menatap wajahnya.

"Rachel, kamu bawa apa ?"

"Sushi."

"Wah, kau sudah tidak diet lagi ya ?"

"Diet ? Kapan aku pernah diet ya ?"

"Beberapa bulan yang lalu aku merasa kamu lebih kurus. Kamu ngga diet ?"

Holy shit ! Dev langsung menatapku tajam. Beberapa bulan yang lalu kami putus. Dan kuakui aku benar - benar tersiksa akan hal itu.

Dan memang berat badanku turun drastis hingga 5 kg. aku menengok sebentar kearah Dev pandangannya seolah meminta penjelasan. Aku hanya memalingkan muka acuh.

Istirahat makan siang selesai. Kami mulai membahas beberapa wacana dunia dalam berbagai pandangan baik itu politik, ekonomi dan sosial.

Semua hal yang tengah menjadi trending topic dunia.

Sekitar 3 jam dan kegiatan sparring hari ini selesai. Aku segera melengos keluar setelah berpamitan. Dev berjalan di belakangku. Mau apa dia ?

"Rachel, kita perlu bicara." Dev menarik tanganku dan membalikkan badanku untuk melihatnya. Aku menatapnya sebal.

Beberapa saat dia terdiam. Tangannya terangkat dan mengelus pipiku lembut. Hangat. Sial, mati - matian aku menahan airmata. Tak bisa, aku menyerah.

Aku terisak pelan di hadapan laki - laki itu. Dia menarikku dalam pelukannya. Begitu erat.

"Aku minta maaf, aku minta maaf" Berulang kali Dev mengatakan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku minta maaf, aku minta maaf" Berulang kali Dev mengatakan itu.

Aku segera melepaskan pelukan Dev dan mendongakkan kepalaku menatap wajah tampannya.

"Aku pergi dulu."

"Rachelia.."

Argh ! Mau apa dia memanggilku begitu. Panggilan saat aku masih menjadi bagian penting dalam hidupnya. sangat sakit Dev mendengarmu menyebutkan nama itu.

"Apa ?" Aku menatapnya sinis.

Dev mendekat kearahku. Mencium keningku lama dan hangat. Ya Tuhan. Rasanya aku ingin waktu terhenti disaat seperti ini.

"Jaga dirimu, ma cherrie."

Aku mengangguk pelan dan segera berbalik.


















[DONE] The HeirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang