T I G A

129 13 0
                                    

Hariku kian sepi tanpa kehadiranmu.

Sesaat aku merindukan senyuman itu :)

----------------------------------------------------------

TUK!

Aku meletakkan tas berisi buku-buku paket yang sangat tebal di atas kursiku. Suasana ramai karena teman-temanku tidak menyelesaikan tugas dari Bu Sari.

Lalu lirikan mataku mendarat di kursi paling pojok kiri. Seharusnya itu kursi Rian, tapi saat ini dia kena skors jadi kursi itu kosong tidak berpenghuni.

"Aiiinuuun"

Suara khas itu membuatku membelalakkan mata selebar-lebarnya. Di depan pintu, ada sosok Rian yang baru saja aku pikirkan.

Sejenak aku berpikir ini adalah khayalan yang berlebihan, tapi saat aku selesai mengucek mata untuk ketiga kalinya, dia masih disana. Malahan sekarang melambai-lambaikan tangannya ke arahku.

Yang tentunya menarik perhatian semua orang.

"Bukannya lo kena skors?" Suara pertama dari keheningan yang diakibatkan oleh kedatangan Rian pecah karena ketua kelasku yang bertanya, Rizki.

Rian mengangguk sombong, dia berjalan masuk ke kelas tanpa ragu. Arah jalannya menujuku.

"Tadinya sih mau pergi main. Tapi keinget si Ndut. Jadi yaaa, datang ke sini"

Pandangan orang beralih kepadaku. Orang yang duduk dengan bengong.

--

Rian Anggara yang berjalan di depanku sesekali memperhatikan lingkungan yang Ia lewati, berharap dia tidak ditemukan oleh guru-guru atau penjaga sekolah yang mungkin tidak berharap kehadirannya disini.

Dia kemudian berhenti saat merasa keadaan sudah aman. Badannya Ia putar hanya untuk melihat diriku lebih jelas.

Dengan seulas senyum, dia berkata "hari ini cuacanya indah, ya?"

Aku tidak tahu apakah itu lelucon atau dia merasa kehadirannya membuatku canggung. Aku mendongak ke atas, melihat segumpal awan berwarna hitam menuju ke arah sekolahku.

Pertanda cuaca akan berubah menjadi hujan.

Dia ikut mendongak dan seperti sadar akan kesalahannya, dia tertawa pada dirinya sendiri.

"Eh, kayaknya mau hujan. Perkiraan gue salah, ndut"

Sesuatu yang aneh terjadi pada Rian sehingga dia harus datang ke sekolah berpakaian serba tidak rapi.

Rian menyadari aku memperhatikannya, sehingga dia langsung berputar dan kembali berjalan.

Aku meninggalkan kelas, dengan sangat terpaksa harus cabut dari pelajaran sosiologi. Pelajaran yang bisa jadi dibilang adalah kesukaanku.

Demi dia. Demi Rian Anggara.

Akhirnya ku beranikan diri untuk bertanya, "lo kenapa?"

Ku akui pendengaranku tidak setajam kebanyakan orang, tapi aku bisa mendengar desahan kecil datang dari Rian ketika aku selesai bertanya.

"Baik-baik aja kok. Skors sama dengan libur. Ambil sisi positif aja" sahut Rian yang hanya memperlihatkan punggungnya kepadaku.

Aku berhenti sejenak, dia tidak akan cerita apa-apa kepadaku dan lagipula jam pelajaran sosiologi hampir habis.

"Hei! Rian! Ngapain kesini!"

Dari kejauhan, aku dan Rian bisa melihat Pak Kamir dengan berpakaian hitam menunjuk ke arah kami.

Halo, RianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang