Bunga ini layu seiring waktu.
Tapi perasaanku tidak :)
----------------------------------------------------------
Sudah malam. Berkali-kali aku berusaha menelfon Rian. Hanya suara dari operator yang mengangkat telfonku. Aku juga mengirimkan dia beberapa pesan. Tapi dia hanya membacanya, tidak berniat membalas.
Apa aku harus merasa lega setidaknya dia membaca pesanku daripada tidak sama sekali?
"Ainun, ada telfon nih"
Suara Bunda dari ruang depan mengagetkanku. Kenapa seseorang menelfonku melalui telfon rumah bukan dari hp-ku saja?
Pikiranku segera ku buang, aku berlari menuju ruang depan tempat dimana telfon rumah berada, bertanya singkat siapa yang menelfon kepada Bunda lalu segera meraih ganggang telfon itu.
Bunda hanya mengangkat bahu lalu pergi. Aku menatap bingung, tapi segera mendekatkan ganggang telfon ke telingaku.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam. Ainun, ini tante. Ibunya Rian. Rian mana, ya? Kok belum pulang? Ditelfon juga ngga diangkat"
DEG.
Badanku terasa lemah seketika. Aku terduduk di atas lantai beralaskan karpet. Dia belum pulang? Ya Allah apa yang terjadi dengannya?
"Halo? Ainun?"
"A-ainun kurang tau, Tante. Tadi kami pulang ngga bareng" aku menahan air mataku yang akan jatuh kapan saja. Aku mohon pulanglah, Rian.
Hening sejenak.
"Tan-tante?"
"Tante tutup telfon dulu, ya. Ayah Rian datang. Assalamualaikum"
TUT.
"...waalaikumsalam"
Aku meletakkan kembali ganggang telfon. Dan tangisku pecah begitu saja.
Dia orang yang kuat, tidak mungkin dia tiba-tiba menghilang begitu saja. Dan kenapa pesanku dibaca? Kenapa dia tidak mengabari ibunya?Banyak pertanyaan yang ada di otakku kini, tapi Ayahku membuka pintu rumah dengan nafas yang tidak beraturan. Dia segera melihat ke arahku dengan panik.
"Kenapa Rian berdarah-darah dekat sekolah kamu? Nun, ikut Ayah sekarang"
Tangisku semakin tidak karuan ketika mendengar pernyataan Ayah yang menyebutkan bahwa dia melihat Rian di halte sekolah, duduk dengan baju berlumuran darah dan sedang menghisap rokok. Tangan kirinya memegang hp.
Saat sampai di halte sekolah, aku segera turun dan menghampiri Rian. Dia sedikit kaget melihat kehadiranku lalu segera memalingkan wajahnya.
"Rian, kamu ngga apa-apa? Kenapa kamu ngga pulang?"
Rian tidak menjawab. Dia membuang rokoknya jauh dari hadapanku lalu berdiri. Saat sadar ada Ayahku, dia hanya menundukkan kepala lalu berjalan dengan susah payah meninggalkan aku dan Ayah.
"Rian!" Panggil Ayahku. Dia berhenti. Benar-benar berhenti.
"Kamu kenapa? Udah jam sembilan malam dan kamu ngga pulang? Badan kamu juga kenapa?" Ayah yang awalnya marah kepada Rian sekarang ikut khawatir.
Rian memutar badannya, dia tersenyum kecut kepada Ayah, "Om benar. Saya ngga pantas sama anak Om. Besok palingan saya di drop out"
Aku mengalihkan pandangan ke Ayah yang memasang ekspresi kaget. Aku meraih hp di dalam saku lalu menelfon Ibu Rian. Mau bagaimanapun, beliau harus tahu pertama kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halo, Rian
Teen FictionRian, tetaplah tersenyum denganku walau semua orang di dunia ini membencimu kecuali Allah, orang tuamu, dan aku. #2 Ainun #6 Rian #14 friendship #46 fluff #184 wattpadindonesia