Budayakan vote and comment yash ♥
oOo
Sesuai dengan jadwalnya hari ini, Jenia membawa naskah ceritanya untuk dibawa ke penerbit. Sebenarnya, ia merasa tidak percaya diri. Ia takut kalau naskahnya akan ditolak. Jenia bergidik ngeri membayangkannya.
Setelah sampai di salah satu perusahaan penerbit di kota ini, Jenia melangkahkan kaki kecilnya ke arah resepsionis. Beruntung, ia bisa menitipkan naskahnya untuk dibawa oleh sang resepsionis. Jenia terlalu takut untuk mengirimnya secara langsung sendirian. Biarlah ia tahu beritanya nanti. Itupun kalau naskahnya diterima.
"Taksi!" sahut Jenia pada salah satu mobil taksi yang tak jauh darinya. Kemudian, ia mengucapkan alamat tujuannya kepada supir taksi tersebut.
Dalam perjalanannya, Jenia menatap ke arah luar jendela. Mengagumi cahaya matahari yang menerangi bumi. Entah bagaimana, ingatannya membawanya ke kejadian tadi pagi. Wajah tampan pria yang masih tidak ia ketahui namanya itu. Hmm.. Jenia benar-benar penasaran. Bagaimana caranya ia bisa mengetahui nama pria itu?
Mobil taksi itu berhenti. Jenia tersadar dari lamunannya dan segera membayar sebelum keluar dari taksi.
Kali ini, Jenia memasuki sebuah cafe. Sekarang, ia berencana untuk melamar kerja di sini. Hanya sekedar part-time saja. Ia tidak berniat untuk menjadi pegawai tetap. Jenia masih berumur 18 tahun dan ia hanya ingin mengeksplor, melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan. Maklum, dia adalah gadis belia yang hidup 18 tahun di rumah saja. Mumpung sekarang ia tinggal sendiri, ia akan mencoba untuk hidup mandiri.
Ketika memasuki pintu cafe, Jenia segera menghampiri kasir. Ia berbincang sebentar mengenai tujuannya. Kemudian, ia memberikan CV miliknya. Ketika sedang menunggu, ia terpukau dengan sekitarnya. Dirinya terlalu buru-buru tadi sehingga tidak menyadari keindahan dekorasi cafe ini. Niatnya untuk segera pulang tidak jadi. Setelah kasir tadi kembali, Jenia memesan cola. Ia tidak terlalu suka kopi. Lagi pula, ia memesan minum hanya untuk formalitas semata. Sejujurnya, ia masih ingin menikmati café ini yang mungkin sekarang akan menjadi café langganannya. Syukurlah, ia tidak salah pilih.
Sembari menyesap minumannya, Jenia sibuk berselancar di dunia maya. Teman-temannya sibuk menanyai keberadaannya. Ia tersenyum ketika menyadari bahwa banyak yang mengkhawatirkannya karena hidup sendiri di kota. Saat ia sedang mengetikkan balasan chat temannya, ia kembali mencium aroma parfum itu. Jempolnya berhenti mengetik. Kepalanya segera mencari sumber aroma maskulin tersebut.
Damn!
Pria itu lagi!
Dan what?! Pria itu ikut menatapnya dari pintu café. Jantung Jenia berdetak tidak karuan. Ia merasakan kegugupan yang luar biasa. Benarkah ini?
Jenia mengalihkan pandangannya ke arah jendela café yang menampilkan keadaan di luar sana. Ia berusaha menenangkan dirinya. Namun, tak dapat dipungkiri kalau sudut matanya menelusuri kemana pria itu pergi.
Untuk beberapa menit, Jenia masih menahan egonya untuk mencari pria itu. Ia kembali menyibukkan diri pada ponselnya. Merasa kalah dengan egonya, Jenia akhirnya berpura-pura mencari orang. Kenyataannya, dia tidak menunggu siapa-siapa.
Dan gadis itu menangkap siluet tegap yang ia cari. Pria itu ada di kursi pojok yang jaraknya lumayan jauh darinya. Ia sedang membaca buku. Ya Tuhan ... Semakin tampan saja.
Jenia merasa pangling ketika meneliti pakaian yang pria itu pakai.
'Bukannya tadi pagi ia memakai seragam kantoran yang sangat formal itu?' batinnya berkata.
Jenia tidak peduli. Yang terpenting adalah ia bisa melihat pria itu lagi untuk kedua kalinya di hari senin yang tidak ia sukai. Tetapi hari senin kali ini berbeda. Mungkin mulai sekarang ia akan menyukai hari senin sama halnya dengan ia menyukai pria itu. It's Monday Lovely Day!
oOo
To be continued...
With luv,
Ailoils
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIONIA (Arion & Jenia)
ChickLitNamanya Jenia. Ia menyukai pria dingin bernama Arion. Lama kelamaan, Arion sadar kalau dirinya juga menyukai Jenia. Tetapi, dia hanya menginginkan komitmen. Apakah Jenia akan bertahan dalam ikatan komitmen yang Arion tawarkan? Copyright © 2018 by...