Happy Reading!
oOo
Tok tok tok
Gadis itu mengetuk pintu apartemen tetangganya. Tak lama kemudian, kerluarlah sang pemilik--Rhodey.
"Ya? Oh, the new neighbor!" sahut pria itu semangat.
Jenia tersenyum manis. "Hello, maaf mengganggu waktumu, Rhodey."
"It's okay,.. Jenia? Am I right?"
"Yeah." Jenia mengangguk canggung. "Em, Rhodey—apa nama belakangmu Mason? Maksudku, kau tahu kita hanya saling tahu nama panggilan saja."
Rhodey terlihat kebingungan dengan perkataan Jenia. Gadis itu memainkan jari-jari tangannya dengan gugup. "Jadi begini, ada paket yang diletakkan di depan pintu apartemenku kemarin. Dan disitu tertera nama penerima Mr. Mason. Aku bingung karena selama tinggal disini, aku belum pernah berkenalan dengan 'Mr. Mason'. Jadi... Apakah itu kamu?"
Rhodey menyengir lebar. Mungkin pria itu baru mengerti maksud kedatangan Jenia. "Aku mengerti. Tapi maaf aku bukan Mr. Mason, Jenia. Fyi, nama belakangku Becket."
"Ah, jadi aku salah orang ya." Jenia menggigit bibir bawahnya. "Baiklah, terima kasih atas waktunya, Rhodey. Maaf mengganggu pagimu."
"Tidak usah sungkan, Jenia. We're neighbor!" Jenia tersenyum mengerti. Kemudian, ia kembali ke apartemennya.
oOo
"Damn, aku malu sekali."
"Jadi, siapa Mr. Mason? Argh, aku bisa gila!" Jenia mengacak-acak rambutnya. "Kenapa tidak ada alamat yang tertera disini? Sial, apa ini bom?"
Jenia ketakutan. Gadis itu mengambil paket tersebut dan mendekatkan ke arah telinganya. Ia bermaksud memastikan apakah ada suara detik stopwatch di dalamnya. Nihil. Ia melakukan hal bodoh.
Dirinya terdiam agak lama. Memandang langit-langit ruang tengah apartemennya tanpa tujuan. Jenia hanya melamun berusaha melupakan siapa gerangan Mr. Mason itu.
"Ah! Kenapa tidak tanya pihak apartemen ini saja? Mereka pasti punya daftar nama-nama pemilik yang tinggal di apartemen ini." Kedua matanya berbinar begitu mendapatkan ide yang ia rasa begitu cemerlang. Jenia merutuki dirinya sendiri yang sangat lamban.
"Okey, sepulangnya dari cafe aku akan memastikannya," niatnya penuh semangat.
oOo
"Meja nomor berapa?" tanya Jenia. Sang pelanggan yang berada di depannya segera menjawab, "8".
"Satu Americano?" Wanita itu mengangguk kecil.
"10 dollar." Wanita di hadapannya segera memberikan uang pas pada Jenia. Gadis itu menerimanya dengan sopan. "Terima kasih, selamat datang kembali."
Setelah pelanggan tersebut meninggalkan cafe, Jenia berbalik. Ia mengambil air putih yang terdapat di atas meja. Ia meminumnya sampai 5 kali tegukan. Hari ini cafe lumayan ramai, Jenia merasa energinya berkurang banyak. Belum satu bulan ia bekerja disini, ia pikir hari ini adalah hari paling melelahkan dalam sejarah kerjanya. Terdengar berlebihan memang. Maklum saja, ia baru merasakan hidup mandiri dan mencari uang dengan hasil keringatnya sendiri. Jenia jadi teringat pada orang tuanya. Rencananya, akhir pekan ini ia akan pulang ke kota kelahirannya.
"Excuse me?" Suara berat itu menyadarkan Jenia dari lamunannya. Ia terkejut dan dengan segera membalikkan badan menghadap sang sumber suara.
Damn! That hot guy!
Jenia meneguk air liurnya pelan. Ya Tuhan, sudah berapa hari ini ia tidak bertemu dengan Arion-nya. Tidak bisa dipungkiri kalau ia merindukan pria tampan di hadapannya ini.
"Oh yeah, I'm sorry, Mr. Arion. Ada yang bisa saya bantu?" sahut Jenia gelagapan. "Oh, kau mau bertemu dengan bosku?" Jenia mendahului.
Pria itu mengernyitkan dahinya. Jangan lupa dengan wajah dinginnya. Tapi, Jenia merasa Arion semakin tampan saja dengan ekspresi wajahnya yang tak pernah berubah itu.
"No. I'm here to pay," jawab Arion membuat Jenia malu setengah mati. Gadis itu memaki dirinya dalam hati.
'Damn, Jenia! Apa dia kemari hanya untuk bertemu bos?!'
"Oh, right! Em, meja berapa, Mr?" tanyanya pelan.
"Tiga," jawab Arion singkat.
"Tunggu sebentar." Jenia mengambil bill meja nomor lima lalu segera membacanya. "Lima—Americano?" Jenia agak tercengang ketika melihat pesanan Arion. Lima?! Apakah pria itu penggemar kopi? Atau ia berniat untuk begadang malam ini? Sialan, Jenia bukan cenayang yang bisa membaca pikiran Arion. Seandainya saja ia bisa.
"Ya." Lagi-lagi pria itu menjawab dengan singkat tanpa penjelasan apapun. Hei sadarlah Jenia, mengapa ia harus memberikan alasan ia memesan itu padamu?
"50 dollar."
Setelah Arion selesai membayar, pria itu tanpa basa-basi pergi menuju pintu keluar cafe. Ya ya ya, memangnya ia siapa? Ia bukan seseorang yang dikenal oleh Arion. Ia hanyalah seorang kasir di cafe langganan Arion, mungkin?
Entah bagaimana, tetapi Jenia melihat sebuah kertas kecil yang tergeletak di lantai. Dan disitu tertulis nama Arion James Mason. Ia yakin ia tidak memiliki riwayat penyakit mata apapun.
'Mr. Mason... Is that you?'
oOo
To be continued...
Heyho! Jangan lupa Vote and Comment ^^
With luv,
Ailoils
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIONIA (Arion & Jenia)
ChickLitNamanya Jenia. Ia menyukai pria dingin bernama Arion. Lama kelamaan, Arion sadar kalau dirinya juga menyukai Jenia. Tetapi, dia hanya menginginkan komitmen. Apakah Jenia akan bertahan dalam ikatan komitmen yang Arion tawarkan? Copyright © 2018 by...