2

14.3K 148 1
                                    

Walaupun bertahun-tahun sudah berlalu, tapi waktu masih tak sanggup melupakan satu kenangan pun tentangmu

Suasana sekolah membosankan. Rasa gelisah tak berhenti menggerogoti hatiku. Gelisah kalau mengingat kakakku sedang bersama dengan wanita ular bernama Rintan Pradisti—pacarnya. Aku takut seandainya kakakku lebih menyayangi pacarnya itu daripada diriku. Aku mungkin tak punya keberanian kalau mengatakan secara langsung kecemburuanku ini. Ah, persetan dengan semuanya. Aku benci kenyataan.

Jam 14.30 bel pulang berbunyi. Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Segera aku menggamit tasku dan keluar dari kelas.

“Dinda!” Panggil seseorang dari kejauhan, berlari menghampiriku.

Aku menilik dari tempatku berdiri dan merasa bahagia.
“Niken!” Pekikku.

Dia adalah sahabatku sejak kecil, Niken Oktavia.

“Yey, kebetulan banget...” pekikku.

Sahabatku itu nampak kebingungan.
“Kebetulan ngapa? Oh... Pasti mau nebeng 'kan?” Tanyanya seperti bisa membacaku.

Aku nyengir lebar dan merangkul pundaknya.
“Hehe... Iya. Anterin gue ke kantor bokap. Soalnya ada kak Virlo di sana,” kataku to the point.

Niken malah menggeleng kepala.
“Kalo itu alesannya... gue nggak mau. Lo tuh ya... mau sampe kapan sih elo kaya gini, Din?”

“Sampe gue bosen.” Kehampaan menyeruak dalam dada.

Niken menghela nafas panjang.
“Sumpah... Gue gak ngerti jalan pikiran lo.”

“Lo gak perlu ngerti, Nik. Lo cuma perlu tau kalo cinta gue udah terlanjur dalem. Gue tau ini gila, tapi mau bagaimana lagi? Gue bahkan gabisa lupain ciuman itu. Apalagi orangnya?”

Pikiranku memutar ulang kejadian sembilan tahun lalu, saat umurku baru tujuh tahun. Saat itu adalah hari ulang tahunku. Kak Virlo datang ke kamarku, membawakanku sebuah boneka beruang yang besar. Bahkan melebihi besar tubuhnya saat itu yang berusia 15 tahun. Ia menaruh boneka itu di atas tempat tidurku. Selanjutnya, ia menggendongku.
“Selamat ulang tahun, My Princess. Aku sayang kamu,” ucapnya yang masih kuingat jelas dalam memoriku sebelum akhirnya mencium bibirku lembut.

Ya, itu ciuman pertamaku. Aku paham kalau kak Virlo menciumku hanya sebatas penyampaian rasa sayangnya terhadapku. Tapi tetap aku tidak bisa melupakannya. Yang aku tahu dia telah mencuri ciuman pertamaku dan juga hatiku. Sampai saat ini, sampai detik ini.

Perfect BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang