Paris - Seulmin

470 46 3
                                    

"We were stay in ParisTo get away from your parents"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"We were stay in Paris
To get away from your parents"

Jam tujuh pagi apartement Seulgi dan Jimin sudah bising saja. Wajan di atas kompor tengah mendesis karena minyak di atasnya telah bertemu telur. Dia melirik roti yang sudah keluar dari panggangannya. Segera Seulgi oles dengan nutela dan potongan pisang diatasnya. Setelah selesai dengan roti-rotinya, ia buru-buru melihat telur yang baru saja dicueki. Setelah matang, Seulgi mengangkatnya dan mengatur di meja makan.

Ini adalah rutinitas rutin Seulgi enam bulan terakhir setelah pindah ke Paris, Perancis. Sejak dulu dia sudah jatuh Cinta dengan kota ini. Baginya Eropa adalah surga, dimana modern dan klasik berkumpul menjadi satu.

Kopi dan teh sudah tertata rapi, makanan untuk sarapan telah tersedia. Gadis bermata monolid itu tersenyum bangga dengan hasil bikinannya. Dan kurang si pemalas yang masih meringkuk di kasurnya untuk melengkapi paginya yang sempurna.

Kamar itu masih gelap, tirainya belum di buka. Poin utama kenapa si lelaki masih betah menutup mata. Seulgi bergerak membuka tirai yang menutupi sinar matahari untuk masuk.

Dahi si lelaki mengerut, merasa terganggu dengan datangnya sinar tiba-tiba. Dia mengubah posisi tidur, memunggungi kaca besar serta Seulgi yang berdiri disana.

"Park Jimin, bangun!" suara Seulgi yang melengking tetap tidak bisa mengusik Jimin. Dia masih mengantuk, dan itu adalah argumentasi paling jelas kenapa dia masih betah menempel di kasur.

Seulgi mendengus karena cara itu tidak mempan. Dia mendekat dan merangkak di atas tubuh Jimin yang berbaring miring. "Bangun pemalas..." bisiknya tepat di telinga sang lelaki. "akh, Jimin!"

Sedetik kemudian lelaki itu membalikan badan, menindih Seulgi dan menghujaminya dengan banyak ciuman dimana-mana.

...

Setelah sarapan yang terlambat itu selesai, sekarang bagian Jimin menyelesaikan tugasnya. Mencuci piring. Sedangkan Seulgi memilih sibuk menatap menara Eiffel yang terlihat jelas dari balkon apartement.

Jika berdiam diri seperti ini, pikirannya selalu terbagi dua. Antara masa lalu dan masa depan.

Sepasang lengan melingkari perutnya, begitu erat seakan tak akan lepas.

"Sedang memikirkan apa?" Jimin berbisik di telinganya, sangat dekat hingga membuat Seulgi tergelitik.

"Masa depan kita mungkin."

"Kupikir kamu ingin kembali ke Korea."

Seulgi tidak suka dengan topik ini. Dia melepaskan pelukan Jimin dan menatap lekat lelaki itu garang. "Harus kita membahasnya lagi? Jimin... Kita sudah di Paris dan aku tidak punya waktu berpikir untuk menyesal."

"Oh, Seulgi..." Jimin mencoba menarik kembali perempuan iru dalam pelukannya dan beruntung Seulgi tidak menolak. "Maaf karena mengungkitnya. Aku hanya takut kamu akan pergi dariku."

"Dan membiarkan usaha kita sia-sia? Kalau aku kembali, itu artiny tanpa kamu."

"Iya, aku tahu." Jimin menangkup pipi Seulgi dan mencuri sebuah kecupan. "Makanya kita ada disini. Membuktikan kita berdua pantas untuk bersama. Dan demi Tuhan, aku tidak akan membiarkan siapapun bahkan orangtuamu merendahkan kita."

Seulgi memeluk erat Jimin, menyandarkan kepalanya di dada lelaki itu. Ini adalah pertama kalinya mereka membahas kembali masalah ini setelah kabur ke Paris.

Hubungan mereka terjalin nyaris empat tahun. Bahkan Seulgi adalah alasan terbesar Jimin bekerja keras menjadi pengusaha sukses untuk menaikkan derajatnya di mata orangtua kekasihnya. Tapi itu belum cukup. Kenyataan Jimin yatim piatu mengganggu restu ayah dan ibu Seulgi.

Hingga suatu hari Seulgi memberontak. Dia datang kepada Jimin sambil menangis dan menceritakan tentang rencana perjodohan untuknya. Gadis itu ingin terbebas dari cengkraman orangtuanya yang selalu menuntut, seakan-akan hidup Seulgi ada di tangan mereka.

"Bawa aku pergi, Jim. Kemanapun!"

Dan karena permintaan itu, mereka sekarang berada di Paris. Apalagi Jimin tengah bekerja sama dengan temannya untuk mengembangkan usaha mereka di Perancis. Keduanya memutuskan melupakan semua yang ada di Korea dan memulai hidup baru disini.

"Jim, let show them we are better." Seulgi semakin mengeratkan pelukannya saat Jimin mengelus rambutnya.

"Of course. Bukannya itu tujuan kita?"

End

Songfiction || BANGTANVELVETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang