Dua minggu dari kejadian waktu itu, sifat Kevin mulai berubah padaku. Entah mengapa aku merasa risih, khawatir, takut, dan tidak menentu.
Apa ini yang namanya cinta? Mana mungkin aku jatuh cinta pada Kevin, tidak mungkin! Aku tidak mungkin jatuh cinta padanya.
"Ah, Kevin." Gumam ku saat melihatnya datang ke kelas.
"Kevin!" Teriakku, lalu mendatangi tempat duduknya.
"Kenapa?" Jawabnya simpel.
"Kenapa sifat lo berubah ke gue?" Tanya ku dengan nada hampir menangis.
"Karena gua udah menganggu hidup lo!" Bentak Kevin lalu pergi ke luar kelas.
Aku hanya melihat punggung cowok jangkung itu pergi.
"Kevin, hiks hiks." Isak ku, entah mengapa perasaan ku begini.
Dulu kalau aku diperhatikan oleh Kevin, aku yang marah marah. Tapi kenapa, saat ini malah aku ingin masa masa itu terulang lagi.
"Sudah lah! Buat apa menangisi orang macam dia." Ucap ku sambil menghapus air mata dipipi ku.
***
'Teng! Teng!' Bel sekolah pun berbunyi.
Aku pun membereskan alat tulis dan peralatan belajar, lalu memasukannya kedalam tas.
"Wi!" Teriak ku pada Dewi.
"Apa Ris?" Tanya Dewi padaku.
"Pulang bareng Wi." Jawab ku datar.
"Muka lo kenapa gitu? Mata lo sembep, kayak abis nangis." Tanya Dewi lagi.
"Gapapa kok Wi, lo gak usah khawatir." Jawab ku dingin.
"Ya udah, kita ngobrol diwarung makan deket rumah lo mau gak? Kalo ngobrol di cafe, uang jajan sebulan langsung abis." Jelas Dewi.
"Jangan Wi, nanti tante Dilla liat gimana? Bisa mati gue nanti." Kata ku pada Dewi.
"Oh iya juga ya, gimana kalau kita makan bakso tempat pak yamin?" Usul Dewi.
"Wah iya bener tuh, gue udah lama gak makan disitu." Ucap ku sambil menoyor kepala Dewi.
Bakso pak Yamin adalah bakso favorit ku saat aku pertama kali kenal dengan Dewi, kami sering makan disana karena selain baksonya enak es campur disana juga terkenal Legend.
****
"Eh Ris, kok akhir akhir ini lo sering sedih gini sih? Lo ada masalah? Cerita aja ke gue Ris." Jelas Dewi.
"Gapapa Wi, gue cuma lagi inget sama sepatu gue yang hilang dimakan tikus itu Wi." Jelas ku.
Aku terpaksa berbohong dengan Dewi karena aku tidak ingin dewi ikut sedih juga.
"Serius lo?!"
Aku mengangguk biasa.
"Hahaha!!!" Seketika dewi langsung tertawa terbahak bahak.
"Sepatu begitu masih dipikirin, tobat gue punya sahabat kek lu." Ucap Dewi sambil menepuk nepuk meja tempat kami duduk.
Aku hanya tersenyum simpel, aku senang karena Dewi tidak curiga. Dewi itu cuma besar tubuh aja, tapi otak nya sekecil biji terong.
"Ini neng bakso sama es nya." Tiba tiba pak Yamin datang membawa Bakso dan es campur.
"Iya pak makasih." ucap ku dan Dewi.
"Gue video call sama Ridwan dulu ah." Kata Dewi.
Ridwan adalah pacar Dewi yang baru jadian 4 hari yang lalu."Wi kalau makan tuh jangan sambil Video Call." jelas ku pada Dewi.
"Udeh gapapa, malah tambah enak rasa bakso nya." balas Dewi padaku.
'We don't talk anymore🎶
We don't talk anymore🎶'"Mamah Kevin?" gumam ku.
"Eh Wi gue angkat telfon dulu ya, lo tunggu sini." Kata ku pada Dewi.
Namun Dewi tidak ada tanggapan sedikitpun, dia malah asyik video call dengan pacarnya sambil makan bakso pak yamin.
***
"Halo tante?"
"~~~"
"Kevin manggilin risa? Memangnya Kevin kenapa?"
"~~~"
"Apa tante? Kevin kecelakaan?!"
"~~~"
"Ya ampun, Rissa gak tau tante, Kevin dirawat dimana?"
"~~~"
"Oh iya, Rissa kesana sekarang."
***
"Wi!" teriakku padanya.
"Apaan sih? Loh, lu kenapa lagi Ris? Ngapain lah pake acara nangis segala, inget sepatu lagi?" Tanya Dewi kaget.
"Kev... Kevin... Hiks." isakku pada Dewi.
"Kevin kenapa? Sini duduk dulu." ajak Dewi.
"Kevin kecelakaan." Ucapku lemas.
"APA??!!" Teriak Dewi membuat aku tuli mendadak.
"Ayo Wi kita kesana sekarang, Kevin dirumah sakit Kasih Bunda." ajakku sambil menahan tanggis.
"Tap.. Tapi Ris, bakso gue masih banyak, gue makan dulu ya?" ucap Dewi.
"Eh gue khawatir sama Kevin, ayok lah Wi." ajak ku lagi.
"Ya udeh, gue bungkus baksonya dulu ya, buat makan dikost an." ucap Dewi.
"Serah lu, pokoknya gue tunggu lima menit didepan!"
BERSAMBUNG....
Kalau mau tau kelanjutannya...
🎶Stay disini ya🎶