1 | Hari Pertama

374 58 43
                                    

Ban kempes. Dua kata yang cukup menjengkelkan untuk memulai pagi Andira di hari pertamanya sekolah. Padahal, kurang lebih tinggal 2 km lagi untuk sampai ke sekolahnya.

Andira terpaksa harus melanjutkan perjalanannya ke sekolah menaiki angkutan umum karena ban ojek yang ditumpanginya kempes. Terlebih, tak ada pangkalan ojek disana.

Naik angkot bukanlah hal yang dipermasalahkan Andira. Tapi, ia sudah menunggu lebih dari 10 menitーyang di saat genting seperti ini, 10 menit itu terhitung sangat penting baginya.

Jam sudah menunjukkan pukul 6.45 dan sedari tadi angkot yang lewat semuanya penuh. Jarak dari tempatnya menunggu angkot ke sekolah hanya 2 km. Tapi tetap saja, bagi Andira, 2 km berjalan kaki memerlukan setidaknya 20 menit untuk sampai.

Andira terpaksa berjalan kaki menuju sekolah. Ia melangkah sambil menghentakkan kakinya kesal dan terburu-buru. Ini masih pagi, dan nasib buruk datang bertubi-tubi padanya. Terlebih, hari ini adalah hari penting, karena MOS hari pertama dan upacara. Andira tak henti-hentinya mengumpat dalam hati.

Seakan umpatan itu membalas perbuatan Andira, Andira tak sadar di depannya ada polisi tidur sehingga ia tersandung. Untungnya, ia hanya tersandung dan tidak jatuh. Malu banget, batinnya, kalau hal itu sampai terjadi.

Telinga Andira menangkap suara tawa yang melepas di udara. Lantas Andira menoleh ke sumber suara. Seorang cowok di lahan parkir supermarket tengah menyandar di jok motor itu menertawakannya.

Andira memberinya tatapan tajam yang dibalas dengan kerutan di dahi cowok itu, lalu tertawa kecil. Andira melangkahkan kakinya cepat dan mengembuskan nafas kasar. Menyebalkan!

"Hati-hati jalannya, jangan kesandung lagi!" tiba-tiba cowok itu menyahut, terkekeh.

Andira membalikan badannya, "Dasar cowok sinting!" teriak Andira lantang, kesal dengan sahutan cowok yang tidak dikenalnya itu. Sungguh menyebalkan.

Mengingat tujuan awalnya, Andira kembali melanjutkan langkahnya ke sekolah. Kesialan kelima yang diterimanya hari ini setelah ban kempes, angkot penuh, berjalan kaki ke sekolah, tersandung dan yang terakhir ditertawakan cowok sinting.

Andira mengecek jam di ponselnya, waktu sudah menunjukkan pukul 7 kurang 5 menit. Tentunya para murid baru pasti sedang berada di lapangan, bersiap untuk upacara. Dan sialnya, Andira masih memerlukan 1 km untuk sampai sekolah. Kesal, Andira lantas merutuki segala kesialan yang menimpanya hari ini.

***

Sesampainya di sekolah, benar saja, Andira telat. Gerbang sekolah sudah ditutup dan sudah dipastikan upacara sedang berlangsung.

Ini semua gara-gara ojek yang ia naiki bannya kempes! Andai saja itu tidak terjadi, pasti ia tidak perlu capek-capek berjalan yang pada akhirnya telat seperti ini. Dan seharusnya ia berada di dalam bersama para murid baru lainnya yang tengah melaksanakan upacara.

Suara motor terdengar kemudian, memecah lamunan Andira, lantas menoleh ke sumber suara. Pengendara motor itu memarkirkan motornya di warung dekat sekolah, lalu melepas helmnya. Sontak Andira terkejut, pengendara motor itu yang tadi menertawakannya ketika tersandung polisi tidur dekat supermarket! Astaga, sungguh memalukan.

Kenapa ia harus bertemu dengan cowok sinting itu lagi disini? Dan kenapa ia disini? Tungguーya ampun, dia satu sekolah dengan cowok sinting yang menertawakannya itu. Andira menggigit bibir bawahnya. Sepertinya kesialan Andira hari ini akan terus berlanjut.

"Kenapa lo ngeliatin gue mulu? Naksir?" tanya cowok itu setelah memarkirkan motornya di warung, lalu berjalan ke gerbang sekolah, menempatkan dirinya berhadapan dengan Andira.

"Idih, najis! Ngapain juga gue ngeliatin lo!" ketus Andira.

"Galak banget sih, yang abis kesandung." ujar cowok itu mengungkit kejadian yang membuat Andira jengkel.

Cowok itu menata rambutnya yang acak-acakan, lalu kembali menyahut seakan tak ada habisnya, "Lo pasti telat, ya? Kenapa? Gara-gara kesandung tadi?" lanjutnya seraya terkekeh pelan.

Muka Andira memerah, kesal dengan ucapan cowok itu yang mengungkit kejadian memalukan tadi. Cowok di hadapannya ini benar-benar mengesalkan!

"Apaan sih, banyak tanya lo kayak Dora!"

"Kalo gue Dora berarti lo Boots-nya, dong?"

Andira berdecak kesal. "Apaan sih, gak jelas lo. Gak kenal juga, ngeselinnya minta ampun!" ketus Andira.

Cowok itu terdiam sejenak, berusaha mencerna, "Oh, jadi dari tadi lo pengen kenalan? Bilang dong." Lalu ia mendeham, "Arga Bagaskara." lanjutnya, memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.

Andira hanya mengerutkan dahinya. Kepedean banget sih, jadi cowok, celetuknya dalam hati.

Sadar uluran tangannya hanya direspon dengan kerutan dahi, Arga lalu mengisyaratkan dengan mata dan dagunya. Masih mengulurkan tangannya yang menunggu untuk dijabat.

Andira mengerti maksudnya. Ia mengarahnya pandangannya ke arah lain lalu melipat kedua tangannya di dada, "Emang siapa yang mau kenalan sama cowok kepedean kayak lo?" ketusnya.

Arga lalu menyimpan kembali tangannya ke dalam saku celana. Berusaha sabar akan penolakan aneh cewek di hadapannya itu. Di ajak kenalan doang, nggak mau. Sombong banget, untung cantik, ujarnya dalam hati.

"Sekarang baru jam 7 lewat, masih pada upacara di dalem. Lo mau nunggu?" tanya Arga tiba-tiba sambil melihat arloji di pergelangan tangan kirinya.

Belum sempat Andira menjawab, Arga sudah kembali melanjutkan kalimatnya, "Masih lama banget, sih. Soalnya pidato sambutan dari kepala sekolah pasti panjang kali lebar."

"Iya lah, emangnya mau gimana lagi?" jawab Andira pasrah.

"Oh, yaudah. Palingan nanti gerbangnya dibuka pas upacaranya udah selesai. Tapi gak tau deh nanti dihukum apa nggak sama anak OSIS kalo ketahuan telat," jelas Arga.

Dihukum di hari pertama sekolah itu gak banget bagi Andira. Membuat citranya buruk, padahal baru masuk sekolah. Membayangkan hukuman macam apa yang akan diberikan saja, rasanya ia tak sanggup.

Iya, Andira tipe murid disiplin dan perfeksionis. Walaupun segala hal tak mungkin untuk selalu menjadi sempurnaーseperti hari ini, misalnyaーsetidaknya ia harus mengusahakan yang terbaik. Mungkin terlalu monoton dan membosankan, tapi ia hanya ingin memberikan yang terbaik untuk dirinya dan juga orang lain.

"Serius dihukum? Ya ampun, baru juga masuk masa tega baー" ucapan Andira terpotong oleh suara perutnya yang minta diisi. Astaga! Pipinya sekarang pasti sudah semerah tomat. Memalukan sekali, perutnya tak bisa diajak kompromi.

Memang sih, ia belum sarapan pagi ini karena buru-buru berangkat dari rumah, menghemat waktu, agar tidak terlambat untuk hari pertama sekolah. Yah, walaupun pada akhirnya ia telat juga karena ban ojeknya kempes.

"Ikut gue," perintah Arga tiba-tiba, cukup peka untuk menyadari bahwa cewek di hadapannya ini kelaparan. Dan pasti belum sarapan.

Belum sempat Andira menjawab, Arga sudah menarik pergelangan tangannya. "Eh? Kemana?"

"Ya makan, lah. Tuh, disana," ujarnya sambil menunjuk warung dekat sekolah dengan dagunya, "Lo pasti belum sarapan, selagi nunggu yang upacara selesai makan dulu aja daripada nanti pas lagi nunggu tiba-tiba lo pingsan, dikiranya gue apa-apain lo, lagi."

Andira membuang nafas kasar, menurut saja. Untungnya, Arga tidak menjadikan kelaparannya itu sebagai sebuah lelucon. Lagipula, harus ia akui bahwa ia sangat lapar. Andira mengikuti langkah besar cowok itu dari belakang dengan tangan kanannya yang ditarik paksa.

***

TBC

Kaku banget gak, sih?
Maklum, kali pertama nulis gitu deh. hheheh

Jangan lupa vote dan commentnya ya.
Makasih yang sudah meluangkan waktunya untuk baca cerita ini. ❤️❤️
Semoga suka :)

Disastrous BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang