Satu

78.4K 3.9K 283
                                    

Vely berdiri di ambang pintu kamar Farrel. Kedua tangannya terlipat di dada. Mata hitam kelamnya menatap lurus pada Farrel yang sibuk dengan bukunya.

Vely sudah lelah menghadapi semua ini. Dia sudah tidak tahan lagi melihat anaknya yang satu itu menjadi korban penindasan di kampus nya. Dia sudah melakukan berbagai cara. Seperti memindahkan Farrel ke kampus baru, memberi peringatan kepada pemilik dan rektor kampus sampai melaporkan anak-anak nakal yang suka mengganggu anaknya ke kantor polisi. Tapi, hal itu tetap saja tidak merubah nasib Farrel yang selalu jadi bahan penindasan.

Vely sudah menyuruh Farrel untuk berubah. Jangan menjadi lemah. Kalau pun Farrel tidak bisa berubah menjadi ramah dan aktif seperti Ando, Erick dan Tya, setidaknya dia harus mempunyai aura kekuasaan seperti Ardhi dan Ron. Karena walaupun pendiam, jika Farrel seperti Ardhi dan Ron, semua orang akan segan padanya.

Tapi, mungkin ini memang takdirnya juga takdir Farrel. Takdirnya yang harus sabar melihat anaknya diperlakukan tidak baik oleh orang lain. Juga takdir Farrel yang harus menjadi laki-laki lemah.

Terkadang Vely selalu merasa bersalah. Apa mungkin ini balasan karena kelakuan buruknya saat waktu muda? Vely bahkan masih ingat. Dia suka sekali menggunakan keahliannya dalam beladiri untuk memberi pelajaran pada orang-orang yang berani macam-macam padanya. Mungkin, seperti inilah perasaan para orangtua yang dulu anaknya selalu Vely hajar. Marah sekaligus sedih.

Vely sebenarnya sudah mempunyai rencana yang mungkin saja rencana itu bisa membuat Farrel berubah. Tadi dia pergi ke pesta ulang tahun perusahaan rekan kerja Sean bersama Sean. Disana dia bertemu dengan beberapa rekan kerja Sean dulu yang sekarang masih menjalin kerja sama dengan perusahaan yang dipimpin anak-anaknya.

Salah satunya adalah Wina Sandjaya. Wanita yang lebih tua dari Vely itu bercerita tentang kelakuan putri bungsunya yang manja. Wina pusing sendiri karena anaknya tidak pernah bisa berubah menjadi dewasa. Vely pun bercerita pada Wina tentang Farrel yang seperti itu. Hingga akhirnya, Wina melontarkan sebuah rencana kepada Vely.

"Bagaimana kalau kita nikah kan saja mereka? Anakmu yang pendiam dan pemalu pasti akan terbawa dengan sifat anakku yang aktif. Lalu, aku yakin anakmu yang pendiam seperti itu sudah bisa berpikir dewasa. Jadi, semoga saja nanti anakku bisa terbawa dengan kedewasaan anakmu."

Vely masih mengingat kalimat Wina yang panjang itu. Vely belum memberi jawaban dan masih memikirkannya. Sebenarnya, Vely maupun Sean bukanlah tipe orangtua yang suka menjodohkan anak-anaknya demi bisnis dan harta. Tapi, kalau keadaan mendesak, maka Vely dan Sean akan melakukan hal itu. Contohnya seperti Arga. Kalau saja orientasi seksual Arga tidak menyimpang, Vely tidak akan menjodohkannya dengan Zea yang sama seperti Arga, orientasi seksualnya menyimpang. Vely bisa melihat perubahan mereka sekarang.

Vely juga berharap apa yang dikatakan Wina itu bisa terjadi kalau seandainya dia menikahkan Farrel dengan anak Wina. Vely juga sudah membicarakan hal ini dengan Sean dan Sean menyetujui pemikiran Wina. Vely pun mengikuti saran Wina untuk menikahkan Farrel dengan anak Wina. Ini juga demi kebaikan Farrel.

Vely memasuki kamar Farrel lalu menutup pintunya dengan perlahan hingga Farrel tidak menyadari kehadirannya. Vely berjalan mendekati Farrel yang masih sibuk dengan buku-bukunya.

"Farrel..." Vely menyentuh bahu Farrel membuat Farrel tersentak kaget. Farrel pun menengok dan wajahnya terlihat kembali lega. Farrel melepaskan kacamatanya dan menatap Vely.

"Ada apa Ma?" Tanya Farrel seraya menyentuh tangan Vely yang masih berada dipundaknya. Vely tersenyum lembut lalu mencium kening Farrel.

"Ayo duduk disana." Ajak Vely. Farrel mengangguk dan bangkit berdiri mengikuti Vely yang berjalan ke arah ranjang.

My Nerd Husband [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang