Chapter 6

624 31 1
                                    

SasuSaku + NejiTen

SAKURA'S POV
.
.
.
Akhir-akhir ini, aku agak iri dengan Tenten.
Tenten memang terlihat… sempurna. Ia baik hati (meskipun agak menakutkan), cantik, kuat, pintar, dan menguasai nyaris segalanya.
Ia juga sangat, ehm, mesra dengan Neji. Oke, mungkin memang tidak mesra dalam arti sesungguhnya, tapi ia dan Neji selalu bersama dan saling mengerti.
Sedangkan aku dan Sasuke?
Sasuke selalu saja cuek padaku. Ia selalu saja pergi dan datang ke rumahku sesuka hatinya. Ia tidak pernah terlalu…memperhatikanku.
Dan hal ini membuatku sangat…kesal. Sedih, bingung, begitulah.
Ingin rasanya aku berteriak pada Sasuke dan berkata "PERHATIKAN AKU DONG!" di depan mukanya yang dingin menggemaskan itu.
Andaikan ia mau menggandeng tanganku erat, atau berjalan-jalan berdua….
"SAKURA!" Seru seseorang, menarikku dari dunia angan-angan yang indah.
Aku menoleh kaget. Ada Naruto disampingku, tersenyum sambil berlari mendekat.
"NARUTO! Jangan kagetkan aku!" Seruku kesal. Tapi tunggu. Ada Naruto disini? Berarti semestinya ada…
"Ah, Sakura! Sasuke sudah kembali!" Seru Ino dibelakangku. Aku menoleh jauh, kebelakang Naruto.
Ada sosok itu, sosok yang sangat kukenal.
Sasuke.
GRATAK!
Aku bangkit berdiri, menunggunya menghampiriku.
"….Sasuke…" Gumamku pelan.
"Sakura! Aku kembali!" Seru Sasuke riang. Ia tersenyum cerah. Melihat senyum manisnya itu, mau tidak mau aku tersenyum juga.
"Selamat datang, Sasuke! Aku senang kau baik-baik saja…" Kataku sambil tersenyum. Ingin rasanya aku memeluknya, namun aku yakin ia pasti tidak suka.
"Ah! Sasuke! Kau sudah kembali!" Seru Neji dari kejauhan. Sasuke membalas dengan bersemangat.
"Tentu saja! Nah, ayo kita bertarung, Neji!" Seru Sasuke. Astaga, ia mulai lagi…
"Tu, tunggu!" Seruku panik. Aku tidak mau mereka berdua kembali menghancurkan guild lagi….
"Neji, duduklah." Kudengar suara Tenten yang tenang. Neji menoleh.
"Baiklah, kalau itu maumu, Tenten." Jawab Neji patuh. Tuh kan! Neji selalu menuruti Tenten, dan Tenten pun memperhatikan Neji. Sedangkan aku?
Apakah Sasuke benar-benar mencintaiku? Ataukah ia hanya… sekedar… seperti itu saja? Apakah kata "pacaran" tidak ada artinya bagi Sasuke?
Aku tidak tahan lagi. Sudah cukup lama ia seperti ini! Ia selalu saja begitu…
"Sakura? Ada apa? Mengapa wajahmu murung?" Tanya Ino. Aku menggeleng, dan tersenyum pedih.
"Bu, bukan apa-apa kok! Tenang saja…" Kataku dengan senyum terpaksa. Sasuke masih saja belum memperhatikanku. Setelah sekian lama ia pergi untuk pekerjaannya, ia hanya sekali menyapaku dan langsung sibuk dengan orang lain. Ia bahkan terus bermain-main dengan Tenten dan Neji.
Sedangkan aku… dibiarkan sendiri.
Kurasakan mataku mulai panas, air mata mulai mengalir di pipiku. Aku berusaha menyembunyikannya.
"Sakura? Ada apa?" Tanya Ino lagi. Aku kembali menggeleng.
"Tidak apa-apa, Ino…" Kataku dengan suara bergetar. Setetes air mata menetes dari pipiku. Oh tidak… Ino pasti melihatnya…
"Sakura, kenapa kau menangis?" Seru Ino kaget. Suasana langsung berubah sunyi. Aku terkesiap.
"Uh… Ini…. Bukan, bukan apa-apa!" Jawabku panik. Aku mulai berlari.
"Kau mau kemana?" Kudengar suara Ino. Aku tidak menjawab, dan terus berlari keluar dari gedung pertemuan. Entah kemana tujuanku.
.
.
.
"Haah… haah…" Napasku tersengal-sengal setelah lari beberapa saat. Kini aku ada di bukit, di pinggir kota Konoha. Dari sini aku dapat melihat seluruh kota.
Angin lembut menyapu rambutku. Aku menghela napas.
"Aku… Sepertinya memang tidak bisa ya…" Gumamku sambil tersenyum sedih. Aku melihat kota Konoha, kota yang selalu kucintai.
Aku merebahkan diriku dan menatap langit yang biru. Banyak awan putih yang dengan lembut, pelan namun pasti, bergerak mengikuti arah angin. Aku kembali menghela napas.
"Apakah Sasuke—" Kata-kataku terputus oleh sekelebat cahaya disampingku.
"Apa itu…?"
"Sakura! Bagaimana kabarmu?" Kudengar seseorang bertanya padaku. Aku menoleh. Sasori sedang bersender di pohon belakangku sambil melipat tangannya. Wajahnya tampak cerah.
"Sasori? Kenapa kau disini?…" Gumamku. Sasori menghampiriku.
"Apa kau lupa? Aku bisa datang sendiri dengan kemampuanku, ingat? Lagipula, ada apa dengan wajahmu itu? Kau lebih cantik kalau tersenyum, Sakura." Kata Sasori. Ia lalu duduk disampingku.
"Jadi, ada apa?" Tanyanya. Aku menggeleng.
"Tidak ada apa-apa kok…" Kataku lemah. Aku yakin ia pasti tidak percaya dengan apa yang kukatakan.
"Wajahmu tidak menunjukkan kau baik-baik saja, Sakura." Katanya lagi. Aku menghela napas.
"Ada masalah ya? Apakah masalah keluargamu lagi?" Tebak Sasori. Aku menggeleng.
"Tidak, bukan soal keluargaku.." Jawabku. Sasori terdiam sejenak.
"…Berarti, soal Sasuke?" Tanyanya pelan. Aku tersentak tanpa sadar.
"…Memang Sasuke ya." Gumam Sasori. Aku mengangguk pelan. Sasori menghela napas. Ia lalu bergeser sedikit, dan duduk didepanku, menatap mataku dalam-dalam.
"Sudah lebih dari 3 bulan aku melepasmu untuk Sasuke, dan kalian sudah punya masalah? Semestinya kau bersamaku saja, Sakura." Kata Sasori. Aku tidak bisa membedakan dia bercanda atau serius.
"Masalahnya bukan pada Sasuke, tapi padaku, Sasori. Aku… Entah kenapa, merasa agak… Sedih." Kataku jujur. Tiap kata yang kuucapkan membuat hatiku semakin sakit.
Sasori memegang tanganku lembut.
"Ada apa? Bukankah kau sangat menyukai Sasuke?" Tanya Sasori dengan suara lembutnya. Aku mengangguk.
"Ya, tentu saja aku sangat menyukainya. Bahkan sampai sekarang, sampai detik ini. Tapi…" Aku terdiam. Saasori menggenggam tanganku lebih erat.
"Tapi apa?" Tanyanya.
"Sasori, kau pasti tahu tentang Karin, kan?" Tanyaku balik. Sasori mengangguk pelan.
"Artinya, kau tahu dulu Sasuke dan Karin…" Kata-kataku terputus. Sasori terdiam. Aku tahu Sasori pasti mulai mengerti maksudku.
Angin kembali berhembus pelan.
"Sakura, aku mengerti maksudmu. Tapi bukankah sekarang Sasuke bersamamu? Apa yang kau khawatirkan?" Tanya Sasori lagi. Aku tersenyum sedih.
"Mungkin, aku memang tidak bisa menggantikan Karin…" Kurasakan mataku menjadi panas. Mati-matian aku mencegah air mata itu jatuh, namun…
"SAKURA? Ayolah, jangan menangis…" Kata Sasori, mencoba menghiburku. Aku mengangguk kalap.
"Aku, aku tahu… Tapi—" Kata-kataku kembali terputus. Sasori menarik tanganku dan memelukku erat.
"Tolong, jangan menangis. Melihatmu menangis membuatku sedih juga, tahu?" Kata Sasori pelan. Kusadari suaranya memang sedih. Aku merasa bersalah.
"Ma,maafkan aku…" Kataku pelan, berusaha menghentikan tangisanku. Sasori mendorongku sedikit dan menatapku.
"Dengar, Sakura, kalau Sasuke memang membuatmu sedih, lebih baik kau bersamaku. Aku masih mencintaimu. Aku tidak akan membuatmu sedih seperti ini…" Gumamnya sambil menatapku dalam-dalam.
Aku berusaha menghindari pandangannya.
"Tapi, Sasuke… Aku… Aku masih mencintai—"
"Maaf, Sakura." Kata Sasori memutus perkataanku. Ia menarikku perlahan, mendekati bibirku.
"Sasori, apa yang kau—" Dan ia menciumku. Aku berusaha melepaskan diri, namun ia terlalu kuat.
"Mph! Sasori, lepaskan aku!" Dorongku sekuat tenaga. Akhirnya ia melepaskanku dari pelukannya. Tanganku gemetar.
"Apa yang kau lakukan?" Kataku keras.
"Kau tahu aku masih—"
"SAKURA?" Aku terkesiap. Dengan gemetar, aku menoleh.
Ada Sasuke disitu. Wajahnya tampak kaget, dan sedih. Naruto yang berada disampingnya pun terpana.
"..Sasuke…"

-TBC-

Arti CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang