Dictator 2; Zebra Lazuardi Pramudya.

109K 11.3K 274
                                    


Dictator 2;
Zebra Lazuardi Pramudya.

~°~

Ghea menutup wajahnya dengan kedua tangan. Punggungnya bersandar pada dinding ruang kerjanya yang dingin. Napas Ghea masih putus-putus, jantungnya berdegup kencang.

Astaga. Astaga. Astaga.

Sekarang Ghea enggak tahu harus berbuat apa. Dia malu jika harus menampakkan diri di depan Zebra lagi. Dan, lagipula~ kenapa pria itu bisa berada di Bandung? Di dalam kedainya pula! Setahu Ghea, dia sudah pindah ke Padang, ikut ayahnya yang dipindah tugaskan ke sana.

Gimana caranya Ghea bisa move on kalau Maz Zebra datang lagi kayak sekarang? Apalagi dengan tampang yang berkali-kali lipat lebih ganteng. Rasanya kayak disuguhin es krim pas matahari lagi panas-panasnya, tapi es krimnya dijaga sama anjing buldong. Mau deketin tapi takut di gigit. Kan jadi serba salah.

Menselonjorkan kaki, Ghea mengangkat wajah. Menatap langit-langit ruang kerjanya. Ingatannya terpancang pada kejadian tujuh tahun silam, saat perpisahannya dengan Zebra terakhir kali. Oke, hubungan mereka memang enggak bisa dibilang akrab. Saling benci juga enggak. Paling-paling mereka cuma berinteraksi ketika ada acara kompleks atau waktu bundannya meminta Ghea mengirimkan makanan ke rumah Zebra. Itu pun bisa dihitung pakai jari.

Yang salah di sini cuma Ghea yang terlalu terkagum-kagum sama sosok Zebra yang memenuhi nyaris seluruh keriterianya. Ya, semacam artis korea yang dia idolakan. Enggak buat dimiliki.

Tapi kenapa hati Ghea masih jengkulitan kalau ketemu Mas Zebra ya?

Ghea meringis, menepuk keningnya keras-keras. Move on dong Ge! Ngapain berharap sama orang yang enggak terjangkau macam Mas Zebra! Bahkan kayaknya dia enggak kenal sama lo!

Pintu ruang kerjanya diketuk. Suara Arman terdengar kemudian. "Boss Ge, tamunya masih nunggu tuh. Kasian dia berdiri lama di sana."

"Suruh pulang aja!" Ghea membalas cepat, nyaris membentak. Ia mengangkat celemeknya sambil menutupi wajah.

"Lah. Terus aku bilangnya gimana?"

"Bilang aja kalo gue lagi enggak enak badan--eh, jangan. Bilang kalo gue harus beli bahan baku sekarang." Ghea menggigit bibir, menimang-nimang jawaban yang paling pas. "Ah. Pokoknya bilang aja gue sibuk. Minta maaf, terus suruh dia pulang."

"Kalo enggak mau pergi?" suara Arman terdengar polos.

"Usir aja!" rasanya Ghea pengen nendang bokongnya Arman biar cepat pergi deh.

"Loh. Kok gitu sih? Bukannya Boss Ge sendiri yang bilang kalau pelanggan adalah raja dan harus dilayani sebaik mungkin?"

"Kalo yang ini pengecualian." Ghea menggertakan gigi, menahan amarah. Kadang si Arman kalo begonya keluar emang suka minta digampar. Nyeselin.

"Oke deh." langkah kaki Arman terdengar menjauh, tapi kemudian kembali lagi. "Eh iya, lupa bilang. Katanya kalau Boss Ge enggak keluar, dia mau copot plang Kimboo Zebra's ice cream di depan."

"APA!" kali ini Ghea membentak histeris. Buru-buru membuka pintu--masih sambil mencengkeram celemek untuk menutupi dadanya. Ia menatap Arman dengan mata terbelalak.

L'amour Difficile (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang