Dictator 5; Angkuh

82.6K 9K 186
                                    


Dictator 5; Angkuh

***

Mas Zebra.
Km belum tidur?

Ghea masih mengamati isi pesan itu dengan tatapan terheran-heran, antara percaya dan tidak jika Zebra mengirim pesan basa-basi kayak gini. Masih dengan senyum yang terkulum lebar, Ghea membalas pesan itu.

Belum Mas. Knp?

Tak lama, balasan Zebra kembali muncul.

Mas Zebra.
Gak papa. Cuma nanya. Udah ya. Saya mau lanjut kerja dulu. Jangan lupa besok siang.

Iya

Ghea masih tersenyum enggak jelas. Astaga, Zebra memang sedatar ini ya?

***

Ghea terbangun ketika hidungnya mencium aroma masakan. Seperti bau telur dadar goreng dan mentega leleh. Otak Ghea masih setengah sadar ketika ia mengerjabkan mata perlahan. Memangnya siapa yang memasak di dapurnya pagi-pagi begini? Perasaan Ghea tinggal sendiri deh. Menyingkap selimutnya, Ghea buru-buru keluar kamar dan menuju dapur.

Sesosok punggung tegap sedang memebelakanginya, berkutat pada penggorengan di atas kompor. Ghea berkedip-kedip.

Ini enggak mungkin tiba-tiba Mas Zebra ada di dapurnya dan masak kan?

Dan, pertanyaan Ghea terjawab ketika pria itu balik badan dan menatap Ghea dengan berkacak pinggang. Astaga! Ghea baru ingat jika Jauhar menginap di sini semalam. Efek mikirin mas Zebra memang sedahsyat ini ya?

"Kamu belum mandi kan?" Jauhar menyipitkan matanya menyelidik. Dengan spatula yang masih teracung di tangan kanannya. Pria itu tampak cute menggunakan celemek bergambar animasi sapi milik Ghea.

Ghea berkedip jahil, lantas duduk menghadap Jauhar sambil bertopang dagu. "Aku enggak mandi mah masih keliatan cantik. Beda sama Abang yang mirip orang-orangan sawah kalo bangun tidur."

Jauhar berdecak. Kembali pada kegiatannya menggoreng telur. "Belek segeede kudanil gitu dibilang cantik. Ngaca dulu atuh Neng."

"Gak punya kaca Bang. Adanya cuma cermin. Gimana dong?" Ghea berkedip-kedip lucu. Yang sayangnya tidak dilihat Jauhar karena pria itu sedang sibuk menaruh telur buatannya ke atas piring.

Setelah selesai, Jauhar menaruh hasil pekerjaannya ke atas meja. "Kamu tuh Dek. Abangnya dateng bukannya dibikinin sarapan malah yang bikinin kamu sarapan. Kan kebalik."

Ghea meringis, menatap kakaknya dengan raut bersalah. "Sorry."

Jauhar hanya mengangguk dan mulai menyendok nasi ke atas piringnya. "Abang cuma bisa masak telur. Kamu bisa ikutan makan kalo mau."

"Okey!" Ghea berujar dengan nada kelewat antusias. Kapan lagi bisa makan telur gulung buatan Bang Jo yang super enak itu? Ghea juga kadang heran. Padahal cuma telur gulung aja, tapi bisa enak kalo Bang Jo yang masak. Beda banget sama bikinan Ghea.

Ghea mulai menyuap makanannya. Perpaduan nasi uduk panas sama telur emang enggak ada duanya deh. Lidah Ghea rasanya kayak lagi pesta di dalam sana. Cuma kurang sambal terasi aja biar tambah mantap.

"Kamu beneran gak pengen kuliah Dek?"

Ucapan Jauhar membuat gerakan Ghea yang sedang menyuap terhenti sejenak. Ia menghela napas dan menaruh sendoknya ke atas piring. "Ghea sih mau-mau aja Bang. Tapi kan tahu sendiri kalo Ghea masih sibuk ngurusin kedai? Baru jalan satu tahun belum kerasa profitnya. Bulan kemarin aja rugi."

L'amour Difficile (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang