.
.
Sasuke menatap datar lapangan sepak bola yang terlihat jelas dari jendela yang terbuka di samping nya. Hanya menatap tanpa minat pada segerombolan orang-orang yang sedang memperebutkan si bundar putih itu. Namun wajah datar nya terbalik dengan keadaan hati dan otak nya yang sedang bergejolak.
Astaga.
Mengingat kembali apa yang terjadi tadi malam, rasa-rasanya dia ingin melompat dari jendela lalu menghajar murid-murid sialan itu yang tidak tau malu memperebutkan si bundar putih yang tidak berdosa.Mengerjap pelan, oh.. Astaga apa kau sudah tidak waras Sasuke? Tangan berbalut kulit pucat itu memijit pelan pangkal hidung nya lelah.
"Uchiha. Kerjakan soal ini. Sekarang." perintah mutlak dari Ebisu guru matematika yang memang sedari tadi telah menjadikan Sasuke sebagai target nya.
Dengan langkah malas, Sasuke berjalan menghampiri Ebisu yang menyodorkan sebuah spidol hitam padanya dan mengambilnya dengan sedikit emosi. Sasuke menatap papan tulis putih itu penuh dendam, kebetulan sekali dia sedang kesal saat ini, dengan seringaian yang terpatri di belah bibir tipisnya, Sasuke mulai mencoret-coret papan tulis itu, suara decitan kasar dan nyaring dari spidol yang di tekan keras dengan bidang datar itu membuat seisi kelas meringis ngilu dan takut. Sasuke benar-benar meluapkan kekesalannya dengan menggoreskan ujung spidol itu sekuat tenaga. Sedang mulut nya tidak berhenti bergumam, lebih tepat nya mengutuk seseorang.
TUK!!!!
Suara keras mengagetkan, membuat Ebisu terlonjak. Sasuke sendiri terengah-engah meraup nafas dengan kasar seolah dia tengah berlari maraton, tubuh nya masih menghadap papan tulis yang hampir penuh dengan coretan rumus-rumus matematika. Seringaian nya masih terpajang apik di wajah yang masih di warnai lebam biru itu.
"Akan ku hajar dia" gumam nya penuh dendam.
"Err, kau sudah selesai?" tanya Ebisu gugup.
Sasuke menatap si guru tajam lalu memberikan spidol hitam a padanya dan melenggang pergi menuju bangku nya kembali, mrnghiraukan murid lainnya yang terlihat tegang dan kaku.
Ebisu menatap horor pada spidol yang ada di tangan nya. Hancur. Spidol itu retak dan hampir terbelah dua. Menelan ludah kasar, Ebisu tertawa kering yang menambah kesuraman kelas itu.
"Ha ha ha, a-anak-anak pe-perhatikan apa yang su-sudah di kerjakan oleh Uchiha. Kalian bisa mengikuti cara simpel untuk mengerjakan soal-soal ini, seperti yang sudah di kerjakan Uchiha. Silahkan mulai kerjakan tugas kalian" terang Ebisu gugup, jujur saja dia merasa sangat terintimidasi oleh tatapan khas seorang Uchiha yang sedari tadi di tujukan padanya oleh Sasuke.
Sasuke sendiri hanya mendecih sebal, rasanya dia begitu muak dengan tingkah guru matematika nya itu. Sengaja menunjuk dirinya untuk mengerjakan soal di papan tulis, lalu setelah itu menyuruh murid-murid lain mencontek cara kerjanya. Menggelikan.
Dengan jengkel, Sasuke meninggalkan kelas mengacuhkan teriakan Ebisu yang memintanya untuk tetap di dalam kelas dan mengikuti pelajaran nya. Persetan dengan ancaman bahwa dia akan di panggil ke ruang konseling kembali, untuk yang ke sekian kalinya.
Kaki jenjang nya berjalan perlahan menelusuri koridor yang jelas sepi karena masih jam pelajaran, Sasuke mengingat kembali apa yang terjadi semalam, tepat nya tadi pagi ketika dia terbangun di sebuah kamar mewah dengan kasur yang empuk dan selimbut yang hangat. Dia tidak akan pernah lupa akan aroma yang dia cium ketika indra penciuman nya membaui udara. Aroma citrus dan lemon. Aroma yang menenangkan, membuat dirinya terlena akan masa lalu. Aroma yang begitu ia rindukan.
"Sialan!!!" maki Sasuke. Tangan nya sibuk menggeplak kepalanya sendiri guna mengusir ingatan yang tidak seharusnya dia ingat.
.
.
Naruto mengerutkan alisnya heran, bukan karena hari ini kantin terlihat lenggang dari biasanya, bukan. Tapi dia heran dengan sikap si surai merah -Gaara- yang sedari tadi menutup mulutnya rapat.
"Oi, puppy. Ada apa dengan si rakun kita ini?? Tidak dapat 'jatah' ??" tanya nya sambil mengerling menggoda si surai merah.
Kiba menghela nafas lelah, "Dia kesal. Semalam dia menunggu mu di Blue Night. Tapi kau tidak datang, bahkan telpon mu tidak aktif. Apa kau tidak lihat kantung matanya yang semakin hitam itu?" jelas Kiba sambil menunjuk wajah Gaara yang langsung di tepis kasar oleh si empu nya. Membuat Kiba meringis kesakitan.
"Astaga!!! Gaara. Maafkan aku. Aku tidak tau kau menunggu ku. Semalam ketika aku pergi menuju kesana, di tengah jalan aku menemukan kucing liar ku yang terluka. Jangan marah lagi, ya, ya, ya.. Malam ini aku akan mentraktir mu." Naruto mengedipkan matanya ke arah Gaara yang masih diam menagacuhkan nya. "Ayolah Gaara.... Jangan diam terus. Aku janji nanti malam akan menemanimu... ya..??" bujuknya lagi.
"Penggal saja kepalanya Gaara. Kalau di biarkan dia akan melakukan nya lagi dan akan semakin melunjak"ucap Kiba mengompori.
" Sialan. Kau bukan temanku puppy"
"Memang bukan..." Kiba memeletkan lidah nya.
"Gaara~~"
Gaara memutar matanya jengah. "Berisik. Aku pegang janji mu, rubah!"
"Aye aye!! Kapten!!!" seru Naruto sambil melakukan gerakan hormat pada Gaara yang langsung dapat jitakan cuma-cuma darinya. Sedang Kiba hanya bisa mencebik kesal, keinginannya melihat si ketua OSIS tertindas, gagal .
"Tapi, sejak kapan kau punya kucing liar naruto??" Gaara memicingkan matanya menatap penuh tanya.
Naruto tersenyum kosong membalas tatapan Gaara sendu "Dari dulu. Sudah sangat lama sekali"
Gaara semakin memicingkan matanya, dia tidak paham dengan apa yang di maksud sahabatnya ini. Sedang Kiba tersenyum lemah, dia tau. Tapi berusaha tidak peduli.
"Kau ini Gaara. Seperti tidak tahu saja, si mesum ini kan banyak peliharaan nya dimana-mana." ucap Kiba santai.
"Kau benar. Seharusnya aku tidak perlu merasa heran"
.
.
.
Di tempat lain, di sebuah rumah sederhana di pinggir pantai, seorang pemuda sedang duduk santai menikmati angin pantai yang mampu membekukan aliran darah. Seorang laki-laki dewasa bersurai hitam panjang di ikat rendah, dengan sorot mata redup memandang sebuah figura foto yang dia pegang erat.
"Masuklah. Kau hanya akan membuat dirimu sendiri sakit."
Tidak ada respon ataupun jawaban.
Indra menghela nafas berat. Dia bukanlah tipe orang yang peduli. Tapi kalau setiap hari dia melihat sesuatu yang sama, bibirnya gatal juga ingin menegur. Tapi hanya keheningan yang selalu dia dapat. Indra mendudukan dirinya di hadapan laki-laki dewasa itu, alisnya mengernyit kesal.
"Kalau kau merindukan nya. Temui dia. Bukannya mengabaikan. Sikap mu ini hanya akan menyakiti kalian berdua"
Hening
"Terserah kau saja. Tapi aku adalah orang pertama yang akan tertawa puas, kalau suatu nanti terjadi sesuatu. Ashura bilang dia semakin liar. Ashura sendiri kesulitan untuk menjinakannya. Saran ku, perbaiki semuanya sebelum benar-benar terlambat. Itachi..." lanjut Indra, setelah itu dia benar-benar meninggalkan orang yang dia panggil Itachi itu seorang diri.
Udara semakin dingin, namun seolah telah mati rasa, Itachi masih bertahan duduk disana. Mata nya semakin meredup, kosong, bibir tipis pucat itu terbuka mengucapkan satu kata,
".... Sasuke..."
.
.
.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
End Of Story
FanfictionDiam itu emas. Tapi bagaimana jika harus menanggung rasa sakit dari sebuah keterdiaman dan kesalahpahaman. NaruSasu fanfiction #SunMoonChallenge