Sixth

44 5 1
                                    

Daffa POV

Hari ini adalah jadwal rutinitas ku untuk menginap di rumah tante Laras, adik dari mama ku. Karena orangtua ku setiap akhir pekan harus mengontrol perusahaan yang ada di Australia. Aku dititipkan oleh orangtua ku kepada Tante Laras.

Mereka bilang jika aku berada di rumah sendiri, aku akan macam-macam. Hell no! Apa maksud dari macam-macam ini?. Memang aku nakal, tapi aku masih tau batasan.

Sudahlah lebih baik menurut apa kata orangtua. Daripada nanti durhaka.

Aku sedang menunggu Tante ku untuk menjemput ku. Padahal aku bisa ke sana sendiri tanpa harus di jemput.

Sekarang aku berada di ruang keluarga. Sedang menonton televisi atau apapun yang menghilangkan rasa bosanku untuk menunggu Tante ku.

Bel rumah ku berbunyi, masuklah wanita yang sudah berumur pertengahan tigapuluh.

"Arkan kamu udah bawa baju salinan kamu, sayang?." Tanya Tante ku.
"Udah Tan, ada di tas semua tinggal berangkat." Jawabku sambil mematikan televisi.
"Lisa mana Tan?." Tanyaku heran. Biasanya dia main nyelonong aja masuk ke rumah.
"Lisa lagi nunggu temannya yang mau datang ke rumah. Yauda yuk berangkat."

Aku mengambil tas ku yang berada di sofa, dan menghampiri Tante.
"Ayo Tan, berangkat." Ajakku.

Perjalanan cukup memakan waktu 30 menit. Untung jalanan sedang lancar, jadi tidak memakan waktu banyak.

Tak terasa kita sudah memasuki garasi rumah Tante ku. Ketika aku ingin keluar, ponsel ku berbunyi. Aku melihat ternyata ada pesan masuk. Entah dari siapa karena nomornya asing.

"Tante masuk duluan aja. Arkan mau cek hp dulu." Ucapku.
"Oh yauda, jangan lama-lama kita mau makan siang." Setelah itu Tante ku keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah.

+6208667912345
Hai Daffa;)

Aku membiarkan pesan itu tanpa membalasnya. Kemudian melangkah memasuki rumah, tetapi langkah ku terhenti ketika bunyi suara pesan dari ponsel ku lagi.

+6208667912345
Daf lo parah banget sih, masa gak di bales SMS gue :(

Aku tidak membalasnya lagi. Aku bersumpah jika dia SMS lagi dia akan tau akibatnya.

Aku melanjutkan jalanku. Tetapi ketika aku ingin memegang kenop pintu. Ponsel ku berbunyi tapi bukan nada pesan, melainkan telpon.

Nomor asing tadi menelpon ku. Aku memutuskan untuk menerima telpon itu.

"Hai Daffa. Kok lo gak bales SMS gue sih." Sapa seorang perempuan di seberang telpon.

"Lo siapa?." Tanyaku dengan suara datar.

"Still cold, right? Masa lo gak tau gue sih. Gue Dhira, ketua team cheers sekolah." Jawabnya.

"Oh lo. Dapet nomor gue dari mana? Kenapa?."

"Gue dapet dari Tio. Oh jadi gini, rencana nya kelompok cheers gue mau ngajak kumpul anak basket, sekalian latihan juga buat turnamen hari senin nanti." Jelasnya.

"Gue pikirin dulu."

"Oke deh, see you lat--."

Aku memutuskan sambungan tanpa mendengarkan lanjutannya. Aku kesal dengan Tio seenaknya memberikan nomor ponsel ku kepada orang. Awas aja nanti tuh anak. Gerutuku dalam hati.

Aku membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Aku mendengar suara seperti ada yang mengobrol. Tak lama suara Tante Laras terdengar.

"Arkan ayo sayang kita makan siang." Ajak Tante Laras.
"Iya Tan nanti aku nyusul." Jawabku sedang membuka grup chat line bersama sahabat ku.

"Ayo cepat. Jangan main ponsel terus. Ada tamu juga, kamu itu." Omel Tante Laras.
"Iya iya Tan, ini udahan kok." Kataku berhenti ketika sudah merasa dekat dengan Tante Laras.

Aku menongakkan kepala ku, aku melihat ada Tante Laras, Lisa -sepupuku- , dan satu orang perempuan yang melihatku dengan mata terbelalak. Dan aku sebaliknya melihat perempuan itu dengan mata yang tajam.

Aku tau wanita itu.
"LO!!" Teriakku ketika hening diantara kita.

Tante Laras terperanjat, begitu juga dengan Lisa tidak kalah terkejut mendengar teriakanku.

Setelah semua sudah sadar dengan keterkejutan mereka. Tante Laras memulai percakapan.

"Loh, kalian sudah saling kenal?." Tanya Tante Laras bingung.
"Iya, kalian udah saling kenal? Kok aku gak tau. Selma juga gak cerita." Kata Lisa dengan menatap perempuan itu meminta penjelasan.

"Nggak kok Tan, aku gak kenal." Jawabku.
Oh jadi nama perempuan itu Selma. Batinku berbicara. Setelah ku lihat perempuan itu dapat menyembunyikan keterkejutannya, dia segera menundukkan kepalanya.

"Ya sudah, ayo kita ke ruang makan." Ajak Tante Laras.

Kita berempat menuju ruang makan yang tidak jauh dari tempat kita berdiri. Kita makan dengan tenang, sampai makanan ku pun habis.

"Tan aku udah selesai, mau ke kamar dulu." Pamitku.
"Iya sudah sana."

Setelah sampai di kamar. Aku memutuskan untuk ke balkon kamarku -yang ada di rumah Tante Laras-. Aku menikmati angin di siang hari yang sejuk, karena sekarang memasuki bulan penghujan.

Aku ingin mencari udara segar. Dan langit sudah mulai mendung, menandakan kalau sebentar lagi hujan akan turun.

Aku masuk ke dalam kamar setelah merasa sudah cukup berada disana. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Dan tak lama aku pun masuk ke alam mimpi.

                                       ◎◎◎
Selma POV

Aku telah berada di kamar Felisha, setelah makan siang bersama. Sekarang Feli menatapku seakan meminta penjelasan.

"Kamu kenal sama kak Arkan, Sel?." Tanya nya memincingkan mata.
"Ak-aku duh gimana ya." Jawabku bingung.
Felisha menghela nafas dan berjalan ke arah ku yang mondar mandir.

"Udah sini duduk, kamu cerita in ya pelan-pelan." Kata Feli lembut.
"E-ehem jadi gini Fel, aku udah bilang kan sama kamu kalo aku ke rumah kamu mau cerita?." Kataku.
"Iya, terus kenapa?." Tanya nya bingung.
"Jadi yang mau aku cerita in itu kak Daffa." Jawabku yang semakin lama suaramu mengecil.

"Kak Daffa? Kak Daffa yang mana?—  jangan-jangan kak Daffa itu kak Arkan?." Tebaknya sambil melototkan matanya.
"Hmm, iya Fel itu." Jawabku kaku.
"Emang kak Arkan kenapa? Jailin kamu? Ngebully kamu?." Desak nya dengan pertanyaan.

"Ng-ngak kok Fel, mangkanya dengerin dulu kamu ih." Kata ku sebal.
"Hehehe, iya deh. Yauda buruan cerita aku udah kepo nih."
"Jadi gini......" Dan mengalirlah cerita ketika aku bertabrakan dengan kak Daffa waktu MOS dan mengirim obat dan coklat. Aku juga menceritakan jika aku akan menjadi stalker dan secret admirer nya.

"Kamu gak salah Sel? Kamu yakin? Kamu kenapa gak bilang sama aku?." Tanya nya memborong.
"Kan aku udah bilang kalo aku cerita di sekolah banyak mata dan telinga. Kamu mau kalo aku di bully?." Sergah ku.

"Aku bakal dukung kamu kok. Tapi kamu harus hati-hati ya, jangan sampe kak Arkan tau."
"Karena dia bakal marah besar, dia gak suka ada yang ganggu dia. Apalagi gak di ketahui orangnya siapa."
"Iya Fel. Makasih ya kamu udah dengerin cerita aku." Ucapku sambil memeluknya.
"Iya Sel. Itu kan gunanya sahabat." Jawabnya.
"Aku beruntung punya sahabat kaya kamu Fel." Ungkapku.
Hfftt tenang rasanya saat aku sudah menceritakannya kepada sahabatku. Aku akan terus berusaha dan berhati-hati. Semoga keberuntungan selalu berpihak kepadaku. Batinku berdoa







Hai guys.
Vote and comments my story.
Happy Reading.
Mulmed is Daffa.

to be a Stalker and Secret Admirer [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang