Iruka's point of view
Pagi hari setelah penataran selesai, Tsunade-sama bangun dalam keadaan panik. Kakashi-senpai memberinya aspirin dan sebotol besar air minum karena jelas sekali Tsunade-sama mengalami hangover. Aku mendengar mereka berbicara singkat, tetapi karena kuanggap tidak penting jadi kuabaikan pembicaraan itu. Lagipula aku bukan orang yang suka bergosip.
Tentang Kurenai-senpai yang kemarin pingsan, Asuma-senpai membawanya ke klinik dan diminta untuk segera tes HCG. Mungkin saja Kurenai-senpai hamil. Belum ada vonis apapun, Asuma-senpai sudah girang bukan main.
Tinggal aku sendiri yang memikirkan hal lain. Aku tidak terlalu memikirkan pasangan hidup karena aku memang sedang tidak ingin. Lagipula usiaku belum 30 tahun jadi kurasa masih akan baik-baik saja bila aku melajang untuk beberapa tahun lagi. Setidaknya sampai aku merasa benar-benar telah menjadi guru yang profesional.
Tapi itu kapan?
Karena aku terlalu asik melamun, aku tidak sadar bahwa aku lupa packing untuk pulang. Ketiga senpaiku sampai harus menungguku sambil memesan taksi untuk Tsunade-sama pulang. Walaupun begitu aku tidak ketinggalan check out.
*
Sasuke's point of view
"Oi, Naruto-dobe!!!!!!"
Apa-apaan anak itu. Hari ini harusnya dia piket dan setidaknya mengatakan sesuatu tentang tugas yang diberikan Asuma-sensei, tapi lihat, dia membawa tasnya dan kabur begitu saja. Ini sudah hari Jumat jadi mau tidak mau hari ini tugas tersebut harus dibicarakan.
Terbesit keinginan untuk mengejarnya, aku keluar kelas dengan berlari. Inginnya aku menghentikannya, tapi langkah lebar Naruto rupanya tetap terlalu cepat buatku. Baru beberapa meter aku keluar kelas, Naruto-dobe sudah melakukan hal yang tidak akan bisa kulakukan. Dengan lincah seperti monyet jouvenille, Naruto memanjat pagar sekolah dan tanpa ancang-ancang yang berarti, ia mendarat begitu saja di jalanan aspal. Ada perasaan iri ketika aku melihat adegan tak senonoh itu. Dia begitu bebasnya melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti itu.
Tapi serius, bagaimana aku mengejarnya?
Akhirnya apa yang aku lakukan? Aku mengeluarkan tangan dari pagar sambil teriak-teriak seperti orang bodoh.
"Oi, dobe!! Kau jangan kabur begitu saja!! Atau ...."
Atau apa ya?
Merasa IQ terjun bebas, aku memasukkan kembali tanganku. Aku berbalik dan mengacak rambutku, frustasi. Ughh, apa sih yang aku lakukan? Biarkan saja induk badak itu kabur.
"Apa?"
Ya ampun, dia membalas panggilanku. Begitu aku berbalik, sosoknya sudah ada di balik pagar.
"Kau .... Aku .... Kapan kita membicarakan tugas Asuma-sensei?"
Argh, kenapa aku harus terbata lagi!?
"Mmm .... kapan ya?". Dia menggesekkan telunjuknya ke dagunya. Baru kali ini aku melihatnya berpikir. "Kalau di rumahmu boleh?"
"Kenapa harus rumahku?"
"Kalau rumahku tidak mungkin. Lagipula malam ini aku ada urusan di gang coklat. Yaa sekalian saja."
"Gang coklat itu apa?", tanyaku polos. Aku benar-benar tidak tahu apa itu gang coklat. Yah mungkin hanya kaumnya saja yang tahu hal itu.
"Kau tidak tahu gang coklat? Itu kan di dekat rumahmu". Katanya sambil menarik ujung sebelah bibirnya. Jelas sekali ia menahan tawanya. "Kau itu polos sekali"
KAMU SEDANG MEMBACA
Orang Tua Kedua
Fanfiction✔ Seorang guru Ilmu Sosial yang masih junior mendapat amanah besar dengan hadirnya Naruto yang dua kali tidak naik kelas. Nakal dan suka melawan, tetapi yang namanya anak-anak pasti memiliki problematikanya sendiri. Apalagi sekarang sudah kelas 6, y...