It's easier to be the same as everyone else, but
Don't forget you will always be you
Aktivitas baru yang Yoongi lakukan saat ini adalah, menunggu Jimin datang. Ya, kemarin sebelum pulang Jimin berjanji akan datang kembali kesini menjelang pertengahan hari. Bahkan dalam hati Yoongi tidak sabar untuk segera melihatnya.Yoongi merasa sangat senang mendapat seorang teman lagi. Sudah lama sejak terakhir kali dia memiliki seorang teman. Karena kebanyakan orang akan malas berurusan dengannya, karena dia bisu.
Dan sekarang, tiba-tiba ada seseorang yang mau menjadi temannya. Yoongi tak bisa berhenti melebarkan senyumnya sedari tadi.
Dan disana, tepat saat dia mendongak, sosok itu berjalan memasuki gerbang kayu rumahnya, melewati jalan setapak, tak lupa sepasang sepatu oxford nya seperti kemarin dia jinjing dengan tangan kirinya. Mungkin, Jimin kidal?
Sosok itu tersenyum lembut setelah menyadari Yoongi sudah menunggunya di teras rumahnya. Berdiri menyandar pada pagar pembatas teras yang terbuat dari kayu dengan senyum lebarnya.
Tanpa sadar, keduanya saling melempar senyum penuh makna.
Yoongi seketika berlari, menyusul Jimin yang masih berada di tiga perempat jalannya, dan menabrakkan dirinya untuk memeluk sosok itu.
"Hey, ada apa?"
Tubuh Jimin hampir oleng kalau saja dia tidak segera menyeimbangkan tubuhnya. Yoongi memeluknya dengan sangat erat dan Jimin gemas di buatnya. Tinggi Yoongi hanya sedikit diatas pusarnya, membuatnya harus menunduk untuk melihat tingkah lucunya.
"Iya, aku tahu kau merindukanku. Dan sekarang aku sudah datang, jadi tidak perlu khawatir."
Yoongi mendongak, menatap Jimin dengan mata kucingnya, masih terus melingkarkan lengannya pada pinggang Jimin yang tidak sanggup dia jangkau kesemuanya. Jimin mengusap rambut pirang itu dengan tangan kanannya, bahkan dia sendiri juga sangat merindukan anak kecil itu. Walaupun hanya satu malam mereka berpisah untuk bertemu keesokan harinya lagi.
"Yoongi, aku juga merindukanmu. Sangat."
Yoongi tersipu, menenggelamkan kepalanya pada perut rata Jimin lagi. Dia malu. Jimin dengan gamblang mengatakan kalau dia juga merasakan hal yang sama. Dan samar Yoongi mendengar kekehan tanpa suara milik Jimin mengalun melewati gendang telinganya.
Perlahan Jimin melepas pelukan mereka, tersenyum, kemudian berjongkok untuk memandang sosok kecil Yoongi.
"Maukah kau belajar menari bersamaku, Yoongi?"
Mata Yoongi mengerjap pelan, dia tidak bisa menari, walaupun ayahnya seorang guru tari. Yoongi hanya selalu melihat di pinggir ruangan saat latihan berlangsung, atau paling tidak dia akan duduk di depan grand piano milik ayahnya untuk memainkan tuts nya.
Dan walaupun begitu, dia memiliki sepasang sepatu ballet untuk dirinya sendiri, hadiah sang ayah. Yoongi selalu menyimpannya, mungkin bisa menjadi kenangan walau ia tidak pernah memakainya.
Tapi, sepatu itu berfungsi saat Jimin meminta ia untuk memakainya. Yoongi menurut, memakai sepatu berwarna putih dengan sedikit warna biru laut di bagian moncong depannya. Mirip uwabaki (sepatu sekolah siswa di Jepang) tapi dengan model yang berbeda.
Jimin membungkuk, memberikan salam layaknya seorang penari ballet profesional yang sedang menyambut pasangan menarinya. Yoongi kikuk tentu saja, tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya diam dengan pipi bersemu merah, tanda malu dengan sedikit rasa bingung.
Jimin terkekeh, mengambil tangan-tangan kecil Yoongi untuk di genggamnya.
"Ikuti gerakanku, perlahan."
Jimin tersenyum, berusaha meyakinkan kalau semuanya bisa terkendali. Yoongi mengangguk kecil, mulai menunduk untuk memandang sepasang kaki yang tertutup sepatu oxford itu. Kaki-kaki itu mulai bergerak, kanan-kiri kanan-kiri, dengan irama pelan dan beraturan.
"Jangan takut, ikuti saja."
Yoongi masih takut dan kikuk, walau begitu dia berusaha mengikuti apa yang Jimin katakan. Kanan-kiri kanan-kiri, hap!
"Sekarang gerakkan tanganmu seperti ini."
Yoongi mendongak, memperhatikan bagaimana Jimin menggerakkan kedua tangan kecilnya sendiri yang dia genggam. Melambai seperti kepakan sayap burung merpati, anggun dan lembut.
"Miringkan tubuhmu sedikit, hentikan langkah kakimu, dan kepakkan sayapnya, hap!"
Yoongi mengikuti. Untuk pertama kalinya Jimin melepaskan genggaman itu, membuatnya seketika terasa kosong.
"Dan aku akan berdiri di belakangmu untuk meraih kepakan sayap itu dari bawah, hap!"
Jimin melakukannya, menggenggam jemari kecil Yoongi yang berhenti mengepakkan sayapnya dari bawah. Yoongi mendongak dan Jimin ikut menunduk, saling memandang dan tersenyum. Kemudian Jimin mengatakan untuk memutar kaki sebesar 180°, yang tidak Yoongi mengerti. Jimin kembali tersenyum dan mengajarkannya lagi dengan isyarat lain.
"Kemudian selanjutnya kau harus berputar menjauh, dan kembali berputar mendekat kepadaku, hap!"
Yoongi mengangguk mengerti, ia pernah melihat ayahnya mengajarkan teknik itu pada anak didiknya. Ia pun mencobanya, memutar tubuh kecilnya dengan masih menggenggam tangan Jimin sebagai tumpuannya. Tapi saat perputaran, genggaman itu terlepas begitu saja. Yoongi sadar, dan Jimin terkejut.
Srak!
Yoongi terjatuh, menggoreskan permukaan kulitnya pada lantai kayu setengah licin itu. Disusul pekikan keras dari Jimin yang segera berjongkok di depannya.
"Kau baik-baik saja?"
Yoongi terdiam, merasakan sedikit ngilu di lutut dan sikunya. Gelenyar perih segera merambat saat Jimin tidak sengaja menyentuh lutut itu.
Yoongi memekik, walau tanpa suara. Tiba-tiba saja air matanya menetes tanpa bisa dibendung.
"Oh, tidak! Jangan menangis, Yoongi. Aku minta maaf, aku tidak memegang erat tanganmu. Tidak seharusnya juga aku langsung memintamu melakukan itu tadi. Sumpah, maafkan aku."
Yoongi tidak tahu, dirinya hanya menunduk sedari tadi. Memandang lutut naas nya yang kini menoreh darah. Masih dengan air mata yang tidak mau berhenti mengalir dari pelupuk matanya.
"Jangan menangis, oh tidak! Aku bersalah Tuhan. Yoongi, maafkan aku."
Yoongi merasakan sebuah rengkuhan menekan tubuhnya. Sekian detik, rengkuhan itu semakin kuat dan hangat. Menghantarkan getaran-getaran aneh pada sekujur tubuh Yoongi. Membuat kulitnya meremang entah kenapa dan memompa jantungnya dengan kurang ajar.
Yoongi berhenti menangis, terlalu fokus pada apa yang terjadi.
"Tuhan, maafkan aku, Yoongi. Aku tidak akan mengulanginya lagi, aku janji. Setelah ini aku akan mengajarimu dengan perlahan. Dan aku berjanji tidak akan membuatmu melihat goresan luka lagi pada kulitmu."
Yoongi terdiam, masih mencerna situasi yang terjadi. Tentang bagaimana dia mendengar detak jantung Jimin yang juga terpompa dengan kurang ajarnya saat itu.
Haruskah ada yang menjelaskan, tentang perasaan apa itu?
●●●
TO BE CONTINUED
___
Bentar story sebelah masih stuck
*anju
*maapUp ini dulu deh, abis itu besok kebut.
Besok, iya besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Dancer ㅡMy ✔
Fanfiction'kau adalah penari yang Indah' -Myg "Justru kau adalah penari paling Indah yang pernah kutemui sepanjang hidupku. Karena keindahan itu adalah dirimu sendiri." -Pjm