There doesn’t have to be a reason
Isn’t it okay to do it just because it’s fun?
Baru saja tadi siang, ia dan Jimin berhasil menyelaraskan gerakan mereka. Melambaikan tangan ke kanan, ke kiri, dan memutar. Menghentakkan kaki saling berlawanan arah, dan kembali seperti semula. Pun saat ia harus berputar dan berakhir dengan Jimin yang menangkapnya ke dalam pelukan.Perfect
Satu kata itu yang bisa menggambarkan mereka. Walaupun Yoongi belum sepenuhnya mahir, tapi paling tidak ia sudah berhasil menyeimbangkan dirinya dengan ritme Jimin dan berhasil menghafalkan gerakannya dengan baik.
Tapi kemudian, apa yang didapatinya sore ini membuatnya ingin menangis.
Jimin yang sudah pulang di pertengahan sore tadi, tiba-tiba saja kembali lagi. Berlari sambil menjinjing sepatu oxford coklatnya dan berhenti di hadapannya dengan nafas terengah.
Jika biasanya binar mata Jimin selalu cerah saat menemuinya, kali ini berbeda. Mata itu terlihat sendu, sedikit berkaca-kaca.
Ada apa?
"Tolong jaga sepatu ini."
Jimin mengulurkan sepatunya pada Yoongi yang masih berada di atas serambi rumahnya, satu meter lebih tinggi dari posisi Jimin berdiri di teras atas rumput. Ia tidak mengerti, kenapa pula ia harus menjaga sepatu itu disaat Jimin bisa menjaganya sendiri untuk digunakan besok atau seterusnya? Toh sepatu itu tidak muat jika dipakai oleh Yoongi sendiri.
"Aku akan kembali ke Seoul. Aku akan mengikuti seleksi beasiswa sekolah seni dan akan berlatih setelah liburan ini."
Yoongi hanya terdiam dan menatapnya nanar. Bahkan tanpa berniat mengambil sepatu yang masih terulur ke arahnya.
Merasa tidak ada respon, Jimin meletakkan sepatu itu tepat di samping kaki kecil Yoongi. Kemudian dirinya ikut naik ke serambi dan berdiri tepat di hadapannya. Memegang kedua bahu kecil yang baru ia sadari sudah bergetar.
"Maaf, aku harus pergi sekarang, Yoongi. Aku tidak bisa menepati janjiku untuk berada disini selama satu bulan. Aku harus mengejar impianku, dan inilah kesempatannya."
Jimin menunduk, sedikit berjongkok, untuk menyamakan tingginya pada Yoongi agar bisa melihat wajahnya yang sedang tertunduk.
"Kau mendengarku, manis?"
Yoongi mengangguk kecil. Dalam hitungan detik ia berhambur memeluk bahu Jimin dan bergetar hebat diatasnya. Yoongi menagis kencang, sangat kencang di dalam hatinya, namun tak keluar suara sama sekali dari kedua belah bibirnya.
Tapi Jimin tahu.
"Sstt.. Manisku jangan seperti ini."
Yoongi menggeleng keras, ia benci perpisahan. Apalagi dengan Jimin. Ia sudah sangat nyaman berada di sisi Jimin. Melewati siang hari hingga matahari terbenam setiap harinya. Menghabiskan seharian penuh dengan menyelaraskan gerakan, bermain piano dengan nada sederhana yang mereka bisa, ataupun tidur bersebelahan di serambi belakang tempat mereka biasa menikmati senja menuju gelapnya.
Tapi sebenarnya lebih dari itu, ia telah jatuh pada penari ballet Indah itu sendiri. Sejak awal pertemuan mereka, sejak ia melihat siluet tak dikenal yang menari tersorot sinar Mentari sore, sejak ia melihat senyum secerah matahari siang musim panas.
Sejak sosok itu hadir di kehidupan sunyi nya dan mengisinya dengan warna kuning dan jingga kesukaannya.
Yoongi semakin histeris, tangisnya semakin menjadi-jadi, dan ia terus menggelengkan kepala sambil mengeratkan pelukan nya pada Jimin.
"Aku janji akan kembali."
Mereka saling bertatapan. Jimin tersenyum dan menghapus jejak-jejak airmata Yoongi yang banyak membasahi kedua pipi gembilnya. Mau tak mau Yoongi mendongak dan menatap wajah Jimin yang sedang menuju fase tegasnya itu.
Dan ia sadar, ada jejak airmata juga di pipi Jimin.
Maka dengan tangan bergetar, Yoongi mengusap jejak-jejak halus itu juga di pipi Jimin.
Keduanya sama-sama bertatapan, menelisik ke dalam manik masing-masing yang ada di hadapannya. Menghantarkan perasaan masing-masing lewat sorot mata yang mereka tunjukkan.
Biarkan kali ini hati yang berbicara.
Yoongi ingin Jimin tahu, bahwa dia sangat menyukai sosok itu.
Dengan gerakan pelan, Jimin mendekatkan wajahnya menuju wajah Yoongi. Mengecup pelan pipi gembil Yoongi sebelah kanan, sedikit ditahan lebih lama hingga membuat keduanya sama-sama memejamkan mata.
Jimin meraih kedua tangan kecil dan pucat milik Yoongi. "Secepatnya aku akan datang, Yoongi. Aku janji. Aku tidak akan melanggar janjiku ini, dimana aku akan datang sebagai penari ballet yang sukses dan memiliki nama besar suatu saat nanti. Dan aku akan kembali untuk menjemputmu dan menjadikanmu pendampingku. Seseorang yang akan mendampingi Park Jimin di masa yang akan datang."
Yoongi mengangguk sambil tersenyum sendu. Berusaha mengingat kata-kata itu secara detail agar terpatri di dalam otaknya secara permanen.
"Maka dari itu, jagalah sepatuku ini. Sebagai ganti diriku yang sedang pergi untuk kembali menjadi seseorang yang pantas untukmu."
Jimin meraih sepatu itu kemudian memberikannya kepada Yoongi yang masih terisak. Kemudian tersenyum dan berbalik untuk berjalan pulang.
'Jimin!' teriak Yoongi tanpa suara.
Air matanya kembali mengucur deras dan tubuhnya seketika merosot hingga terduduk di serambi. Menatap kepergian sosok indahnya yang melambai dengan senyum sendu. Ia bisa saja berlari kesana, menarik jaket biru tua yang dikenakannya agar Jimin terhenti. Tapi apa gunanya.
Sosok indahnya akan tetap pergi, menuntut ilmu untuk memenuhi janjinya kembali menjadi penari ballet yang sebenarnya.
Maka Yoongi hanya disana, menatap siluet itu hingga menghilang sepenuhnya sambil menangis dengan keras memeluk sepatu oxfrod milik Jimin.
Mengamati sosok yang selama ini telah mengisi senja harinya, kini juga menghilang di ujung senja.
●●●
TO BE CONTINUED
___kalau kalian sadar, cerita ini klise sebenarnya wkwk
tapi aku terlanjur baper sama yoongi kecil dan jimin yang dalam perjalanannya menuju dewasa
satu part lagi, dan cerita ini akan selesai
Big Laf ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Dancer ㅡMy ✔
Fanfiction'kau adalah penari yang Indah' -Myg "Justru kau adalah penari paling Indah yang pernah kutemui sepanjang hidupku. Karena keindahan itu adalah dirimu sendiri." -Pjm