Aku manusia modern, cowok supel super kece abad ini. Gak ada dikamusku kata "perjodohan". Aku emang jomblo, tapi bukan berarti aku gak laku. Aku cuman tau cara menikmati hidup tanda ada pasangan. Pasangan perlu, cuman gak sekarang. Aku udah ngalamin tuh manis pahitnya punya pacar, jadi untuk sekarang aku lagi gak berniat buat cari pacar lagi setelah 2 tahun jomblo.
Sekarang kesibukanku cuman sibuk sama tugas akhir kampus, hang out bareng temen-temen, piknik, hunting tempat wisata baru. Beneran gak ada waktu buat yang namanya cewek. Tapi akhir pekan lalu, mamaku ngenalin seorang cewek yang kebetulan nganter mamanya ke rumahku. Without any thought, sembari tersenyum aku jabat tangannya. Kesan yang manis untuk awal bertemu.
Hari ini mamaku ngerencanain pertemuan aku dengan Dia. Aku harus bertemu sama dia di suatu pusat perbelanjaan. Sumpah ini bikin aku bete. Tapi aku gabisa nolaknya. Jangankan ngubungin dia, nomer whatsapp aja gak punya. Aku gak ada pilihan lain, aku paling gabisa liat mama memelas pasang muka mata berlinang gitu. Akhirnya, aku berangkat.
Diperjalanan, aku mikirin gimana caranya untuk ngasih tau ini cewek kalo aku gak suka dijodohin. Oke saatnya berfikir keras. Gimana kalo bilang kalo aku punya pacar ? yaa ampun, mama aku udah berkoar kalo aku jomblo gagal move on udah 2 tahun. Gimana kalo aku bilang kalo sebenrnya aku sakit keras, parah, entar lagi mau mati ? jangan dehh, setiap kata adalah doa. Gini-gini aku juga takut mati. Aku sengaja ambil rute jalan memutar biar sampe ditempat lebih lama. Toh cewek itu pasti bakalan ngaret nyampenya karna kelamaan masang alis.
Aku mutusin kalo aku bakalan ngomong aja yang sebenarnya. Toh dia seumuran, pasti tau apa yang aku pikirin.
Sampai di pusat perbelanjaan aku celingukan di tempat yang dibilang mamaku. Tuhh kan, pasti telat. Cewek. Pasti masih bikin alis, untung sengaja telat. Padahal ini 30 menit, dasar cewek ngaret gumamku dalam hati. Mukaku mulai sebal, namun tak lama seseorang memanggil namaku.
"De'.. Deaann.."
Aku menoleh, seorang cewek berdiri melambaikan tangannya dari arah sudut cafe. Ahh itu dia, kukira dia belom dateng atau sengaja gak dateng. Aku menghampiri tempat duduknya. Otakku mulai berputar memikirkan kata-kata yang tepat yang sekiranya tidak nyakitin dia.
"hei, sorry lama, kmu udah lama."
"yaa, 30 menit yang lalu. Sesuai janji" dia tersenyum sambil melihat jam tangannya.
Okee, Dean. Ini saatnya, kamu harus bilang.
"emm.. jadi Nazla gini. Jadi gue sebenarnya gak ada maksud untuk emm.. punyaa hubungan yang lebih jauh sama kamu seperti yang mamaku bilang." Aku tertawa untuk menipunya. "jadi kayaknya kita gakperlu ketemu-ketemu gini. Ini kan bukan zaman siti nurbaya, yakan ? kamu setuju kan na". Aku menghela nafas lega karena berhasil ngomong langsung tanpa tersendat.
Nazla malah tertawa terbahak-bahak. Dia memegang perutnya sambil menahan tawa, rambutnya berurai ikut tergerak tawanya. Aku kikuk, apa aku melontarkan sebuah lelucon ? atau ada yang aneh dengan penampilanku ? aku melihat sekelilingku, semua normal. Tidak ada yang menarik untuk ditertawakan ? jadi apa yang sebenarnya dia tertawakan ?
"yaa ampun, santai aja kale de'. Iyaa iyaa aku paham. Udah nyampe sini juga. Mau kopi ?"
Nafasku tertahan sebentar. Ternyata dia memang menertawakan kebodohanku. Astaga. Aku tersenyum kecut sambil mengangguk menerima tawaran SEBUAH KOPInya
Dua cangkir kopi ada diatas meja. Moccalatte di hadapannku, dan cappucino ekstra cream dihadapannya. Kesimpulanku, dia menyukai kopi manis. Kami mulai berbincang santai, tak kusangka dia pandai mencairkan suasana. Kami bukan seperti orang yang baru kenal, tapi lebih tepat seperti dua orang teman yang lama tak berjumpa. Dia menceritakan bagaimana dirinya ketika sekolah dulu. Sesekali dia menceritakan kejadian lucu yang dia alami, kemudian kami berdua tertawa.
30 puluh menit berlalu, namun obrolan kami semakin asik. Dia sama sekali tak membuatku canggung. Terlebih dia mengimbangiku dengan antusias mendengarkan ceritaku yang menurutku dia tidak menyukainya. sesekali dia juga bertanya ketika aku kehabisan ide untuk bercerita.
1 jam aku berbicara dengannya, ahh.. lebih tepatnya becanda. Karena obrolan kami hanya seputar menertawakan hidup. Lama bicara dengannya banyak hal yang baru aku sadari.
Dia cantik, rambutnya ikal terurai rapi. Matanya penuh sinar yang antusias saat bicara, senyumnya manis, cara berpakaiaannya yang trendy. Wajahnya merona tanpa meke-up tebal. Dandanan sederhana terkesan natural dan yang pasti anti alis cetar badai. Tapi bukan itu yang sebernya aku perhatikan,tapi caranya bicara.
Dia mampu membuatku mendengarkan ceritanya, hanyut dalam kisahnya, ikut tertawa dalam leluconnya. Dia juga mampu membuatku berceria puluhan menit tanpa jeda pada hal-hal apa yang kami, para cowok suka. Dia mampu berargumen dalam opini yang aku buat, menyanggah statmen kami tentang cewek yang salah. dia mengatakan dengan tegas APA YANG DIA SUKA dan APA YANG DIA TIDAK SUKAI pada pernyataan dan pertanyaan yang aku lontarkan.
2 jam, 120 menit tepat kami bicara santai namun asik. Dia mulai memandang telepon genggamnya melihat jam. Dia menatapku sambil tersenyum.
"kopiku mulai dingin, sepertinya kita bicara terlalu lama yaa" dia menatapku. Manja tapi tak menggoda.
"hemm.. sepertinya aku harus pulang, semoga kita bisa ketemu lagi. Tapi, bukan hasil skenario orang tua kita yaa" dia tertawa menggodaku, mengingatkanku pada kata yang kuucapkan di awal pertemuan kami.
Ingat pada apa yang kuucapkan tadi, aku sadar. Aku keliru menilainya. 2 jam berada diantara 2 cangkir kopi, aku mulai menyadarinya. Kurasa aku JATUH CINTA. Bukan karena parasnya tapi karena dia mampu membuatku memandang dari sudaut pandang yang berbeda.
Dia mulai berkemas, menyandangkan sling bag dibahunya kemudian berdiri. Sontak aku ikut berdiri menahan langkahnya.
"Nazla, boleh aku memutar waktu 2 jam dari sekarang? saat kamu memanggilku dan aku takkan mengatakaan apapun hanya menatap senyummu."
KAMU SEDANG MEMBACA
sekotak kata
Historia Cortahanya sebuah sekumpulan cerpen. bisa jadi itu kisah hidupku, atau sejarah kisahmu mungkin.