Cerpen oleh vauchaa
"Kalau di Jember turun salju bagaimana yaa Kis ?"
Kis tersenyum renyah tanpa ditolehnya perempuan yang duduk di pinggiran batu, pantai kesayangannya sudah terlalu akrab dengan pertanyaannya itu. Namanya Sakti, tapi secara semena mena dipanggil Kis oleh Tya. Nama yang diperolehnya dari SMA.
"Kalau Jember hujan salju aku mau.."
Kalimat itu tiada berlanjut, menjadi sebuah pernyataan yang tak akan pernah dipedengarkan kepada semesta. Kalimat itu menjadi kalimat perpisahan untuk sebuah cerita yang akan dimulai bahkan sejak paragraf pertama.
***
Di buku manapun, dan cerita bagaimanapun, kita tidak pernah menduga hendak bagaimana kisah akhir yang akan diterima oleh pemeran utama. Kita hanya diantarkan pada jalan-jalan yang disediakan penulis. Menyaksikan pra adegan prolog, ikut tersenyum saat dibawa pada adegan menyenangkan dan dibuat terjerembab pada kenyataan pahit tak terduga, kenyataan miris saat penulis meliukkan ending menyenangkan.
Pun demikian hidup.
Sebuah surat dilayangkan, 3 tahun lalu, Mei 2013. Hari terakhir di sekolah menengah atas. Surut langkah berat hati meninggalkan persemayaman selama 3 tahun alih-alih mencari ilmu padahal hanya formalitas tuntutan wajib belajar 12 tahun. Kertas bergambar karakter sapi lucu bertanduk kecil ada ditangan Sakti. Belum terbaca tapi tahu keseluruhan isinya. Hanya dengan memusatkan indera penciuman merasakan aroma pengirimnya. Tentu saja. Peraduan melati dan wangi aneh itu milik siapa lagi. Tya.
Sakti mempercepat langkahnya. Buru-buru tak bisa membuatnya berpikir jernih. Tujuan akhirnya tak berujung menemukan perempuan berkuncir kuda berpita biru muda. Hari ini sepi, padahal biasa dengan mudah Sakti menemukan Tya, hanya dengan mendengarkan suara cekikikannya yang menggema di ujung kelas.
Dan kini jelas, Sakti kesulitan. Keningnya basah. Bulir air keluar dari penampang dahinya.
"Ada pertanyaan Kis ?" Pikirannya beradu, bekerja, mengingat.
"Sudah kubilang, sapi yang kuberi itu selalu bisa kasih kamu jawaban. Gak percaya sih."
Sakti menghentikan langkah. Dibukanya tas ransel besar dipunggungnya. Besar sekali tapi kosong. Di rogohnya bagian dalam tas miliknya itu. Membuka kantong yang lain. Diambilnya boneka gantungan berbentuk sapi berwarna merah muda.
"Pi, dimana Tya ?"
Sakti kehabisan akal, benar-benar percaya pada kata-kata Tya 8 bulan lalu yang mulai terngiang lagi.
Jika dulu Tya menyuruhnya bertanya pada boneka sapi tentang menghilangnya dia selama seminggu, mungkinkah akan berlaku untuk saat ini. Saat Tya memberikan sebuah kalimat panjang dalam suratnya.
Diremasnya boneka tersebut. Tak kunjung memberinya jawaban. Karena memang tak berkuasa makluk tak hidup berbulu kain itu memberi jawaban.
"Door"
Sakti membelalakan mata. Tandanya suara tiba-tiba itu mengejutkannya. Sebenarnya dia terkejut bukan karena pendengarannya hipersensitif pada suara keras yang merangsang. Karena pemilik suara itu telah tersegmen dalam otaknya sebagai,
"TAAA"
Dipeluknya perempuan itu. Nafasnya terengah-tengah. Seperti baru saja berlari tapi badannya sama sekali tak berkeringat.
"Sapi kenapa ?"
"Bisa gak kalau tidak buat orang kesulitan ?"
"Kamu kesulitan kenapa ? Masih lebih sulit ngadepin trigonometri kaan ?" Wajahnya bersemu cekikikan. Kalau sampai langit hari itu mendung pasti seketika jadi biru mendengar lengkingan tertawanya yang khas.
KAMU SEDANG MEMBACA
sekotak kata
Cerita Pendekhanya sebuah sekumpulan cerpen. bisa jadi itu kisah hidupku, atau sejarah kisahmu mungkin.