Enam

10 1 0
                                    

Kembali ke kuliah membuatku tidak ingin melanjutkan hidup. Harus berpisah lagi dengan orang tua dan adikku yang kusayangi, membuatku ingin menangis. Siapa di sini yang akan menyayangiku seperti mereka? Siapa di sini yang akan membuatku tertawa seperti mereka? Siapa di sini yang kuajak mengobrol?

Aku berada di perpus kampus sendirian dan asyik sendiri dengan laptopku. Tiba-tiba suara seorang laki-laki memanggil namaku di arah samping kanan. Suaranya terdengar tidak asing di telingaku, seakan aku sudah berkali-kali mendengarnya. Aku menoleh ke arah sumber suara "Kak Raka?" kataku sambil sedikit tersenyum.

"Sendirian aja?" tanyanya lalu duduk di sampingku.

Aku menangguk. "Emang siapa lagi yang mau nemein?"

"Gue lah," candanya sambil tertawa.

"Apaan sih," kataku sambil mengerutkan dahi.

"Ya udah gue temenin ya."

"Lah bukannya dari beberapa menit yang lalu udah duduk di sini, kak?" tanyaku lalu memandang laptop. Kak Raka hanya cengengesan memandangku sambil mengacak-acak rambutku.

Perkenalanku dengan kak Raka hanya sebatas kepanitiaan. Yang waktu itu kami satu divisi di sebuah kepanitiaan di kampus. Kebaikan kak Raka waktu itu yang membuatku menyesal sekarang. Kepedulian kak Raka waktu itu juga membuatku menyesal sekarang.

Apalah dayaku ini yang dulu aku tetap memilih bersama dengan Zein yang bahkan tidak pernah bertemu dengannya secara langsung. Aku dulu lebih memilih untuk tidak menyakiti Zein dengan tetap menjaga jarak dengan laki-laki di sini. Namun takdir berkata lain, ketika aku dulu yang menjaga diri, tetapi kamu malah tidak dapat menjaga diri dan lebih memilih meninggalkan aku setelah waktu yang cukup lama bersama yaitu delapan belas bulan.

Dulu, ketika kak Raka berniat mengantarkan aku pulang malam-malam setelah rapat, aku malah menolak dan memilih untuk pulang bersama teman. Dulu, ketika divisi kami mengadakan foto bersama, aku menolak tumpangan bersamanya dan memilih untuk naik ojek. Dulu, ketika aku menjaga stand sendiri, aku menolak kak Raka menunggu bersamaku dan aku memilih untuk sendiri. Dulu, ketika kak Raka mengajak aku makan di kantin, aku selalu mencari alasan agar tidak pergi bersamanya. Dulu, ketika kak Raka mengirimi aku pesan, aku selalu menjawabnya dengan cuek. Semua itu hilang seketika semenjak beberapa bulan yang lalu, seakaan dia telah menghilang. Hingga saat ini dia kembali di hadapanku. Aku merindukan saat-saat itu. Saat-saat ketika kak Raka baik dan peduli denganku.

"Makan yuk abis ini?" ajaknya. "Eh udah makan belom?"

Aku menggelengkan kepala. "Oke, boleh."

Entah mengapa aku merasa ada yang berbeda dengannya saat ini. Cara dia mengajakku makan kali ini berbeda dengan yang dulu. Dulu kak Raka yang terlihat semangat ketika mengajakku, namun sekarang dia terlihat biasa saja.

"Tapi aku ajak seseorang ya? Boleh ngga?"

"Iya," jawabku sambil terus mengangguk.

Kami duduk berhadapan ketika di kantin. Dan beberapa menit kemudian kak Raka tersenyum sambil melambaikan tangannya. Aku seketika menoleh ke belakang melihat siapa yang datang. Aku terdiam dan terkagum dengan cewek itu. Rambutnya panjang ikal berwana coklat alami, kulitnya seputih orang Eropa, juga tingginya sangat idel bak model (yang mungkin sekitar 170 cm).

Cewek itu berjalan mendekati kami dan tersenyum ke arah kak Raka dan ke arahku. "Tasya, ini Bianca. Bianca, ini Tasya." Kak Raka mengenalkan pada kami.

Bianca tersenyum lebar. "Hai."

"Hai," kataku sambil balas tersenyum.

"Duduk, duduk," kata kak Raka, lalu dia duduk di sebelah kak Raka.

Bianca adalah mahasiswi satu angkatan denganku, dia jurusan fashion design. Berbeda denganku, aku saja bahkan tidak bisa menggambar. Dia benar-benar terlihat sangat sempurna. Tidak salah jika dia masuk jurusan ini, gaya berpakaiannya pun bisa terbilang sangat bagus. Tidak salah lagi jika kak Raka menyukainya, karena memang dia sangat cantik bak barbie.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 21, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Mengapa Aku?Where stories live. Discover now