v. paper cranes

235 29 3
                                    

Meski pikirannya tidak fokus, jemari Jieqiong masih saja sibuk menari-nari melipat kertas putih yang ia pangku. Sudah ada lima bangau kertas yang telah ia selesaikan—Jieqiong menggunakan bon, kupon serta truk belanja atau kertas apa saja yang bisa ia lipat demi membunuh waktu. Mengapa hari ini waktu terasa berjalan begitu lambatnya ketika ia harus menunggu sendiri di bangku dingin ruang tunggu ICU?

.

Jieqiong mendorong pintu terbuka dan menampilkan ruangan kamar salah satu rumah sakit yang bernuansa biru muda dan putih mendominasi sebelum menutupnya dengan menyenggol pintu itu menggunakan kakinya. Ia sebenarnya tidak tergesa-gesa; hanya saja dengan kedua tangan yang penuh memegang kantong plastik, Jieqiong mau tidak mau mempercepat sedikit langkahnya menuju meja di sebelah ranjang rumah sakit untuk meletakkan barang-barang itu.

Mingyu yang berada di seberang ruangan mengangkat satu alisnya dengan tatapan mata yang setia mengikuti setiap pergerakan perempuan itu ke mana saja, perhatian yang sebelumnya tertuju pada televisi di hadapannya lantas berpindah haluan begitu saja.

"Berat sekali ya?"

Jieqiong mengendus sebal dengan pertanyaan konyol dari Mingyu itu. "Kalau tidak berat dan banyak maka aku tidak perlu kesusahan seperti itu."

Mingyu terkekeh dan lantas mengendikkan bahunya. "Aku hanya berusaha untuk membuka percakapan."

"Kalau begitu berusahalah lebih keras itu."

Jieqiong menyampirkan jasnya pada gantungan di dekat pintu sebelum mendekat ke ranjang yang ditempati Mingyu, tak lupa sambil mengambil beberapa buah jeruk dari salah satu kantong yang ia bawa. Jieqiong memberi satu buah jeruk pada Mingyu dan duduk di kursi sebelahnya, pemuda itu menerima jeruk itu dengan wajah berseri-seri.

"Kau membawa buah pesananku," Mingyu tanpa membuang banyak waktu mengupas kulit jeruknya, menyingkirkan dua yang lain dahulu supaya tempatnya tidak terlalu penuh, "aku sudah lama ingin memakan jeruk ini."

Jieqiong mengulas sebuah senyuman tipis dan tertawa. Ia melupakan sejenak jeruk-jeruk lain di tangannya. "Kau terdengar seperti ibu hamil yang sedang ngidam saja."

Mingyu memasang tampang cemberut dengan bibir yang dikerucutkan meski kupasan buah jeruk itu baru saja dimasukkan dan mulutnya. "Berhenti mengejekku, Jie."

Jieqiong menjulurkan lidahnya dan mengetuk pelan gips pada kaki kiri Mingyu dengan gestur jahil. "Iya, iya, maaf. Tapi kelakuanmu yang manja ini melebihi anak-anak, aku kira hanya kakimu saja yang terluka dan syaraf yang lain tidak."

Mingyu merengut, memasukkan potongan jeruk terakhirnya dalam mulutnya setelah menyikat habis semua miliknya. "Biar saja. Lagipula kapan lagi aku bisa bersantai-santai seperti ini walaupun dalam masa penyembuhan?"

Jieqiong lagi-lagi tertawa sambil membersihkan kulit-kulit jeruk yang berserakan di atas selimut Mingyu dan memberikan pemuda itu selembar tisu. "Bersantai dalam kasusmu ini berbeda konteksnya dengan bersantai pada umumnya."

Mingyu melengos. "Yang penting sama-sama bersantai."

"Aku sepertinya tidak akan membantah hal itu." Perempuan itu hanya mengangguk-angguk walau tengah melemparkan tatapan geli, jeruk miliknya sendiri telah sepenuh terlupakan ketika ia menyisihkannya di meja. Tak sampai semenit kemudian, Jieqiong menjentikkan jarinya, ia sepertinya teringat sesuatu. "Oh iya, aku hampir lupa memberi tahumu kalau bangauku sudah hampir seratusan lebih."

"Whoa, benarkah?"

Jieqiong menopang dagu dengan telapak tangan yang menggunakan sikunya sebagai tumpuan di pinggir ranjang Mingyu, tatapannya jatuh sepenuhnya pada sang pemuda. "Mhmm, ada di rumah," satu cibiran mengikuti, "makanya cepat-cepat pulang."

Mingyu meradukan pandangan mereka, tangannya digunakan untuk mengelus pucuk kepala Jieqiong dan mengacak surai hitam wanita itu. "Aku juga ingin cepat-cepat pulang, kok."

"Kau tahu, karena aku sendirian di rumah, kerjaanku hanya membuat bangau-bangau kertas untuk mengusir bosan. Melipat kertas apa saja yang bisa dilipat. Pokoknya, segala sesuatu yang berhubungan dengan seni melipat, deh."

Mingyu menatap sayu sang istri, terbesit rasa bersalah karena membuat Jieqiong harus menunggu tanpa ditemani siapapun di rumah. "Maaf membuatmu menunggu sendirian di rumah, ya. Aku berjanji akan sembuh lebih cepat untukmu."

"Tidak apa-apa, Gyu." Jieqiong menggeleng dan tersenyum tipis. Kali ini tangannya menggenggam tangan Mingyu, meremasnya sedikit. "Aku baik-baik saja, kok. Aku pun entah mengapa disibukkan dengan melipat-lipat bangauku."

"Nah—ngomong-ngomong—walau ini seharusnya aku tanyakan sejak awal, mengapa melipat origami, sih? Aku sebenarnya heran denganmu yang tiba-tiba hobi melipat bangau kertas."

Jieqiong mengendikkan bahunya ringan. "Entahlah, mungkin karena terkadang jariku ini berpikir sendiri dan tak mau diam sehingga aku harus melakukan sesuatu walau hal kecil. Dan, ya, jadilah kerjaan kecil melipat-lipat ini."

"Lagipula, kau tahu tidak?" Jieqiong tidak langsung memberhentikan kalimatnya. "Ada cerita dari Jepang jika kita membuat seribu bangau kertas maka harapan kita akan terkabul, lho."

Mingyu mengerjap-ngerjapkan matanya. "Jadi kau berharap untuk apa? Memangnya kau mau membuat bangaunya?"

Kali ini Jieqiong memberi sentilan pelan pada dahi Mingyu. "Aku berharap untuk kesembuhanmulah, Gyu. Yah—kalau jadi seribu bangaunya."

.

"Wah, Jie, tanggung sekali, hanya setengah lebih sedikit lagi menuju seribu, lho."

"Walau tidak sampai seribu bangau, setidaknya kau sudah sembuh duluan. Dan juga, yah, aku malas."

"Kau tidak mau melanjutkannya?"

"Hmm ... sepertinya tidak. Harapanku untuk saat ini sudah terkabul, kau sudah sembuh, walau masih butuh beberapa waktu untuk kembali pulih seutuhnya."

.

.

an: hello, long time no see!  rasanya udah lama banget sejak update terakhir hehe.

given home.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang