Cuaca pagi ini cerah dan bersahabat. Cahaya matahari dari luar menembus tirai putih yang tipis, membuat Kinaya meregangkan otot dan mengerjapkan matanya.
Perlahan, Kinaya mengangkat tubuhnya. Matanya menyapu sekeliling kamar yang berantakan, dengan televisi yang masih menyala dan buku-buku yang berserakan.
Cewek itu beranjak dari kasur, membereskan buku-buku lalu berjalan setengah sadar ke kamar mandi, kemudian berdiri di depan wastafel dan menatap bayangannya sendiri.
"Ngantuk, astaga," gumamnya sebelum membasuh muka dan bersikat gigi.
Akibat memikirkan ucapan Gea dan Elsa. Ia terjaga sampai malam, dan kelasnya juga mendapat info bahwa sekarang ada ulangan matematika yang membuatnya otaknya mendidih.
Setelah beberapa menit membersihkan dirinya, sekarang ia rapih dengan seragam sekolahnya. Kinaya turun dari kamarnya untuk sarapan pagi dengan tergesa karena waktu sudah menunjukan pukul enam lewat duapuluh menit.
"Pagi, Ma." sambutnya dengan napas yang tidak beraturan karena sehabis lari dari tangga atas.
"Papa, ngga diucapin juga?" tanya Firman, sang ayah.
"Eh, ada Papa toh. Aku ga liat, Pa." ucap Kinaya cengengesan. "Lho, bang Rey mana?"
Papa hanya mengendikan bahu. "Masih di kamar, katanya sebentar lagi." ucap Vera.
Kinaya menggedor pintu kamar kakaknya sembari berteriak keras. "Bang Reeyyy!!!"
Pemilik kamar akhirnya membuka 'kan pintu dan menatap dengan mata malas. "Apa sih? Pagi-pagi udah teriakan aja."
"Abang ku yang ganteng, baik hati dan tidak sombong ... "
"Hmmm, pasti ada maunya 'kan?"
"Anterin aku ke sekolah ya, ya, yaa?" aksinya dengan mata puppy eyes untuk melancarkan usahanya.
Bang Rey meraup dan mendorong mukanya ke belakang dengan telapak tangannya yang besar. "Nggak! Abang juga udah telat. Sama Papa aja sana!"
Papa yang mendengar ucapan Rey, lantas beralasan sedang ada meeting dikantornya. "Nggak, Papa juga ga bisa. Masih banyak kerjaan di kantor."
"Jadi aku sama siapa?!" ucapnya dengan muka sok di buat-buat sedih.
"Ck, ya udah ayo." di sebrang sana ada seseorang yang menahan tawanya karena bahagia anaknya kalah, Papa.
"Abang ikhlas ngga sih? Ko cemberut gitu?"
"Iya iya, ikhlas."
***
Mobil yang ditumpangi oleh Rey dan Kinaya sudah sampai di depan gerbang sekolah Trichi. Kinaya bersiap melepaskan sabuk pengaman dan berpamitan dengan kakaknya.
"Makasih abang ku yang ganteng tiada tara," ucapnya sembari salami tangan Reynard.
"Giliran ada maunya muji, basi. Udah sana belajar yang pinter, jangan ngeliatin cogan melulu."
"Hehe kalau buat yang ngeliatin cogan gak pa-pa kali, Bang. Lumayan buat nyegerin mata."
"Iya, sana cepet. Abang udah telat." usir Rey, karena adiknya ini bertele-tele.
"Oke," Kinaya keluar dan menutup pintu mobil. Ia langsung berjalan tanpa memperhatikan ada motor ninja hitam melaju.
Tiinn!!!
Citt..
Suara gesekan ban dan aspal beradu karena si pemilik mengerem mendadak.
"Astaga!" ucapnya yang terkejut sambil mengusap dada.
"Lo tuh ya, kalo punya mata di pake jangan cuma jadi pajangan!"
Anak-anak sudah berkumpul untuk menonton karena mereka tahu yang menaiki ninja full body hitam hanyalah satu, tidak lain dan tidak bukan adalah salah satu cowok tertampan di sekolah ini.
Pemilik motor tersebut melepas helm-nya. Memanjakan mata siswi di pagi hari, terkecuali Kinaya yang melebarkan matanya karena terkejut untuk kedua kalinya.
"Yeh jadi lo yang mau nabrak gue? Dasar bocah songong."
Setelah menyelesaikan ucapannya, Kinaya ingin segera berlalu. Tapi tiba-tiba pergelangan tangannya di tarik, dan reflek ia kembali ke tempat awal.
"Apa lagi? Lepasin." ucap Kinaya yang melepas tangannya dari cekalan, Raga.
"Stres." ucap Raga, lalu segera melajukan motornya.
"Woy, apa lo bilang?! Lo tuh yang stres!"
Sepanjang jalan sampai ke kelas, bibir Kinaya hanya menggerutu tidak jelas. Paginya hancur. Sudah berangkat telat, plus di isi drama dengan anak sebelah IPA 1.
Belum lagi di tambah otaknya mumet karena pagi ini ada ulangan matematika yang mempelajari sin, cos, tan. Apalah itu Kinaya tidak perduli.
***
⭐🌟⭐🌟⭐
KAMU SEDANG MEMBACA
Refrain
Teen FictionApakah perpisahan itu sulit? Kalau iya, tak perlu ada dan diciptakan. Kalau bisa, tolong ikhlas 'kan agar mudah melepas. Akibat kehilangan teman kecilnya bernama, Acha. Raga, bagai manusia tanpa jiwa yang hidup dalam bayang-bayang semu. Diamnya buka...