Di Hari Kedua

25 1 0
                                    

"Nak, papa akan ke Surabaya. Tepat jam 3 sore jemput papa ya"

Sebuah notifikasi yang menurutku sangat menyenangkan. Ya, sebuah sumbangan semangat terbesar dalam hidup untuk menuntaskan skripsi ini.

Tepat di hari ini, tak ada kegiatan yang berarti, ya sekedar bangun pagi. Atau mengisi hari di kedai kopi yang kebetulan satu arah dengan Bandara.
----------------------------------------------------------------
"Mas, pesan Kopi Vietnam satu".

"Kopi Vietnam habis kak, adanya black coffee, atau saya sarankan capucinno".

"Capucinno saja".

Aku duduk termenung dan tersisa beberapa semangat saja. Namun aku melihat satu lelaki dengan leptop usang yang ada di depannya. Aku lihat-lihat terkadang dia menulis di buku bersampul putih usang namun ia menulisnya dengan pensil.

Biarkan dia berkreasi.
----------------------------------

Masih ingat dengan chandra? Yang dulu pernah mengantarkanku keliling Surabaya? Ya, kabarnya ia akan kesini. Katanya ia akan menjenguk adiknya yang sakit.

"Maaf, telat. Nunggu lama ya?"

"Ngga kok, buruan pesan. Nanti kehabisan hahaha".

Setelah ia pesan, kami berbincang-bincang bersama. Ternyata dia tetap sama, masih asik seperti dulu. Dulu terlalu takut. Sampai membawa self deffence berupa cairan boncabe. Namun sekarang yang lebih menakutkan adalah aku hahaha.

Sekarang, pemikiranku berubah. Jika aku mengalami ketakutan, aku memilih menjadi lebih menakutkan. Agar tak takut kehilangan misalnya.

Beberapa jam, kami membahas hal-hal di sekeliling. Misalnya membahas buku cantik itu luka karya Eka Kurniawan, hingga membahas cerita tentang masa lalu. Kebetulan Chandra juga senang membaca buku; saya lebih.

Dan kita mengakhiri percakapan dengan berbeda tujuan. Aku menjemput papa, sedangkan dia menengok adiknya.

------------------------------------------
Sebelum sayonara, aku menengok sebelah kiriku, tepatnya dua kali sebrang meja tempatku duduk. Dimana beberapa jam yang lalu lelaki tersebut sedang asik-asiknya menyruput kopi hitam dan lanjut menulis. Entah menulis atau melukis.

Bukunya terjatuh dibawah meja, namun pemuda tersebut telah pergi. Namun, otakku dipenuhi rasa ingin membantu mengembalikan serta sedikit ingin tahu. Aku mengambilnya. Ingat, aku bukan mengklaim ini milikku, namun aku akan mengembalikan jika aku bertemu orangnya.
-------------------------
Setelah bertemu dengan papa, papa mengajakku untuk pergi mencari makan, Restoran junk food saja. Karena dekat dengan Bandara, karena jika mencari terlalu jauh akan membuang-buang waktu.

"Bagaimana studimu? Kalau anakku ini tak cepat lulus, aku nikahin dengan anak juragan teman papa hahahaha"

Aku sedikit tertawa sembari mengaduk-aduk ice cream di dalam gelas dengan beberapa taburan biskuit oreo.

"Pa, kita pulang saja ya. Vina capek, pengen istirahat"

"Yasudah, papa saja yang nyetir"

--------------------------------------------------

Aku mengeluarkan seluruh isi tasku, menaruh setiap barang pada tempatnya. Aku bimbang, ini bukan milikku. Namun, daripada aku mati penasaran aku melihat buku ini milik siapa. Agar memudahkanku untuk mencari siapa pemilik buku ini.
-----------------------------------
                         Lingkar Waktu
                         Merupa rasa

                         Niko Astrajingga
------------------------------------

Akhirnya, aku menemukan siapa pemilik buku ini. Niko Astrajingga, nama yang bagus. Di laman pencarian instagram, aku mencari nama Niko Astrajingga. Namun hasil mengatakan "tidak ditemukan"

Lantas aku mencari di laman twitter, alhasil juga sama dengan laman instagram, ah. Mungkin pemilik buku ini sedang menonaktifkan sosial medianya.

Tanpa sengaja, terbukalah halaman selanjutnya. . . .

Serpihan Kisah VinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang