Tangisan bayi kecil itu menggema di depan pintu sebuah rumah bercat gading. Bayi mungil hanya berselimutkan mantel putih milik keluarga Lemington, dalam sebuah keranjang rotan. Dia kedinginan, hujan lebat mengiringi tangisan nyaringnya. Membuat si pemilik rumah bergegas untuk menengok darimana gerangan suara itu berasal.
Mereka terkejut, senang sekaligus geram. Perasaan itu bercampur menjadi satu. Saat mendapati bayi kecil itu di tinggalkan begitu saja. Dalam derasnya hujan.
"Bawa dia masuk," seru seorang pria berwajah teduh, ia adalah kepala keluarga di rumah itu.
Mr. Carmine kakek dari bayi kecil yang di tinggalkan oleh ibunya. Calla memeluk cucu kecilnya, membuat bayi itu nyaman dalam dekapannya. Dia berhenti menangis, ketika keluarga sang ayah tidak menolak akan kehadirannya.
"Lluvia Carmine,"
"Nama yang indah, bukan?"
"Karena dia lahir saat hujan?"
"Iya, ibu benar. Kuharap dia tumbuh menjadi wanita yang kuat seperti hujan. Dan tidak membenci ibunya"
Antonio mendaratkan sebuah kecupan hangat di kening putri kecilnya, yang tengah lelap dalam dekapan tubuhnya. Putrinya bukan sebuah kesalahan, dia lahir karna cinta kedua orang tuanya. Apapun yang terjadi, ia tidak dapat menyalahkan Kara, baginya sudah cukup dengan dia mempertahankan putri mereka hingga melahirkannya dengan selamat. Bukan Antonio lari dari tanggung jawabnya, sebagai seorang pria dewasa dia dengan senang hati akan mempertanggung jawabkan perbuatannya pada sang kekasih. Namun dengan tegas kekasihnya menolak pernikahan di antara keduanya.
Antonio seorang pria dewasa berumur duapuluh enam tahun, pria tampan dengan darah Italia yang mengalir dari garis keturunan sang ayah, dan menikah dengan gadis Hawaii yang penuh kehangatan. Hidupnya tidak lah sulit, kelurganya cukup terpandang. Dengan Ayah seorang pengusaha dan Ibunya adalah mantan model asal Hawaii.
Haruskah ia menyalahkan takdir, pertemuannya dengan Kara Lemington di sebuah pesta peresmian perusahaan Vorgentcorp yang baru. Semuanya berjalan begitu saja, gadis yang membuatnya jatuh cinta. Menghabiskan waktu bersama. Bahkan membuatnya begitu mendambakan Kara untuk menjadi nyonya muda di keluarganya. Satu hal yang membuatnya terkejut, ketika semuanya telah terjadi. Antonio baru mengetahui jika selama ini ia mengencani gadis remaja.
Enam bulan perjalan cinta keduanya, bahkan setelah Antonio mengetahui jika gadisnya baru menginjak umur enam belas tahun. Tak membuat pria tampan itu gentar, terlebih setelah Kara mengatakan bahwa dirinya tengah mengandung. Antonio dengan senang hati datang dan melamar Kara dihadapan keluarga mereka.
Kenyataan pahit yang di terima seorang Antonio, dengan kasar Kara menolak. Bahkan berniat untuk mengugurkan kandungannya. Pria itu hancur, gadis yang ia cintai. Apakah Kara tidak merasakan perasaan yang sama seperti yang ia rasakan?
Antonio tertegun, berusaha mengalah pada egonya, ia memohon. Setidaknya bayi mereka harus tetap lahir. Setidaknya meskipun Kara tidak menginginkan dirinya lagi, bayi itu berhak untuk hidup. Tuhan mendengarkan permohonannya. Gadis itu melunak, ia mempertahankan bayi mereka.
Sembilan bulan berlalu, tanpa kabar. Tanpa pemberitahuan, tangisan seorang bayi kecil menggema dikala hujan. Di depan pintu rumah Antonio, itu putrinya. Putri kecil yang ia nantikan, tanpa Kara. Tanpa dekapan hangat seorang ibu. Antonio berjanji pada dirinya sendiri. Ia akan merawat dan membesarkan Lluvia dengan penuh cinta dan kehangatan.
–––22 Tahun kelahiran Lluvia–––
Langkah kaki itu terdengar begitu tenang, kaki jenjangnya melangkah melewati genangan air yang hampir surut setelah beberapa waktu lalu awan menjatuhkan beban yang tak mampu lagi ia tahan, hingga turun dengan derasnya membasahi bumi. Meninggalkan aroma tanah basah yang menenangkan.
Lluvia memasuki salah satu gedung pencakar langit, beberapa orang yang ia lewati menyapanya dengan sopan. Dia memang bekerja disana, menjabat sebagai seorang Interior designer khusus untuk salah satu anak perusahaan CynderynCorp, perusahaan yang berjalan di berbagai bidang jasa serta pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Gadis itu baru bekerja selama satu tahun terakhir, karna bakat dan kemampuan yang ia dapatkan dari Ayahnya. Di usia muda Lluvia telah dilirik oleh beberapa perusahaan ternama dan di percaya untuk merancang tata gedung perusahaan mereka. Dan karna bakat itu pula ia dapat membiayai pendidikannya sekaligus hidupnya. Serta di percaya sebagai pegawai tetap di perusahaan besar yang ia tempati saat ini.
Semua orang sudah tahu bahwa Lluvia adalah type orang yang sangat berdedikasi tinggi pada pekerjaannya, pendiam, misterius dan tidak ingin mencampuri urusan orang lain. Meskipun dengan sifat yang misterius, namun Lluvia cukup ramah, sopan serta akrab dengan para pegawai yang pada dasarnya jauh lebih tua dari usianya saat ini.
Dia gadis yang berbeda, dengan sejuta rahasia yang ia simpan sendiri. Dengan luka mendalam tanpa mau berbagi, Lluvia tenggelam dalam dunianya sendiri. Disaat rekan teamnya tengah bergerombol, mengagumi pahatan sempurna dari sang pencipta. Mata mereka berbinar kagum, menatap keluar dari balik kaca tebal yang memisakhan ruang- ruang besar di gedung tersebut. Seorang pria tampan dengan wajah tegas beriris biru kobalt, tengah berjalan diiringi beberapa pemimpin staffnya. Pria itu melirik sekilas kearah kerumunan kaum hawa yang tengah menatapnya kagum, lalu kembali sibuk berdiskusi dengan pekerjanya.
Fabian Axton Arsitek muda, sekaligus generasi ke 4 penerus Cynderyncorp pria tampan yang di gandrungi banyak wanita. Ya, seperti kebanyakan pria tampan lainnya, memiliki paras menarik, postur tubuh ideal, tatapan mempesona. Semua itu di miliki oleh Fabian, dan tanpa terkecuali kekayaannya yang sangat amat melimpah. Bukankah ia adalah pria idaman? Pria tanpa celah?
Kalian semua salah, dengan semua yang ia miliki. Rumor berhembus dengan liarnya. Bahwa seorang Fabian Axton adalah penyuka sesama jenis. Ya, dia seorang gay.
Dan kabar lain menyebutkan jika kekasihnya adalah sahabatnya sendiri. Apakah itu menyurutkan para wanita yang mengagumi dirinya? Tentu saja tidak, mereka semua tidak percaya dengan rumor tak bertuan tersebut.Para wanita di ruangan tersebut tengah bergosip tentang ketampanan hingga rumor yang menimpa calon pimpinan mereka tersebut. Sedangkan Lluvia, gadis itu lebih memilih untuk tenggelam dengan pekerjaannya. Hingga salah seorang temannya mengehentikan pekerjaan Lluvia. Gadis itu menatap bingung, ada apa? Begitulah arti dari tatapannya.
"Sejak si tampan itu datang, bahkan hingga jejaknya pun kini tak terlihat. Kurasa kau satu-satunya wanita disini yang tidak terhipnotis dengan ketampanannya," Nana menggelengkan kepalanya pelan, berucap secara dramatis menggambarkan ketampanan pemimpin mereka.
Lluvia memutar bola matanya malas, menatap teman-temannya tanpa minat. "Apa masalahnya?"
Mereka tak percaya itu, gadis yang paling muda di antara seluruh pegawai tidak tertarik pada Fabian Axton. Ini mustahil.
"Apa kau menyukai wanita?" celetuk Nana terkejut. Mereka menatap Lluvia, menanti jawaban dengan waswas.
Gadis itu tertawa geli, hingga memegangi perutnya yg terasa digelitik. Ini konyol, tentu saja ia masih tertarik pada seorang pria. Hanya saja ia tidak ingin repot memikirkan sebuah kencan, menjalin hubungan dengan lawan jenis di usia yang semuda ini. Mereka kesal karna Lluvia malah tertawa, atas pertanyaan yg di lontarkan Nana.
Dia berusaha menghentikan tawanya, kali ini menatap teman-temannya dengan serius. "Tidak, tentu saja aku masih menyukai seorang pria, hanya saja. Mengagumi orang itu, bukankah membuang waktu kerjamu. Mr. Axton bahkan hanya melirik kalian tanpa menyapa." tukasnya, sengaja menekan kata di akhir kalimatnya.
Terkadang gadis muda itu ada benarnya juga, mereka berfikir kembali. Menggendikan bahunya tak perduli. Anggap saja Fabian adalah penyegar dikala penat karna banyaknya pekerjaan mereka saat ini.
Hallo...
Apa kabar? Lama tidak berjumpa, lama tidak menulis, tidak mengeluarkan kegabutanku. Rindu rasanya, meskipun gak ada yang rindu sama aku. Rasanya kangen banget nulis lagi, ngegibah bareng para readers lagi. Akhirnya punya keberanian buat keluar kandang lagi.Maafnya kalau kurang bagus atau membosankan, semoga kalian semua suka, jangan lupa voment.
Sampai jumpa lagi readers💅 💕
KAMU SEDANG MEMBACA
EN LA Lluvia
Random••••• Jika cinta seperti hujan ••••• Maka aku tidak ingin sebodoh hujan. Gadis itu terlihat tanpa jiwa, begitu kosong, di bawah tetesan hujan. Mengenggam payung hitam yang melindungi tubuhnya. Seakan tak mengizinkan setetespun air hujan menyentuh k...