Langit terlihat sungguh bersahabat malam ini. Seorang pria tengah memperhatikan hiruk-pikuk kota dari balik jendela kaca besar di ruanganya. Hanya bertemankan secangkir kopi dengan lampu yang temaram, dia tersenyum masam pada suasana malam yang bertolak belakang dengan hatinya.
Pria itu memijat keningnya, untuk sekedar mengurangi penat serta beban yang tengah mendera batinnya. Untuk kesekian kali, dia menatap layar ponselnya dengan gusar. Menunggu dering atau sekedar pesan singkat dari sebrang sana.
Dia hampir putus asa ketika puluhan panggilan serta pesan singkatnya di abaikan oleh sang kekasih.
"Sialan!!"
Dengan frustasi Fabian menggebrak meja mahoni di hadapannya, nafasnya memburu. Rahang kokohnya pun mengeras. Jika saja, ia dapat menolak permintaan Kara semalam untuk menemaninya membeli perhiasan dan wanita itu tidak menginap di apartemennya. Hubungannya dengan sang kekasih tidak akan serumit ini.
Untuk kesekian kalinya Fabian mencoba untuk mengubungi pria yang membuatnya sekacau ini, namum hasilnya nihil. Fabian segera pergi dari ruangannya dengan emosi tertahan.
"Tidak akan kubiarkan!" Teriaknya setengah gusar.
Pria itu memasuki mobil hitamnya, melaju dengan kecepatan penuh. Membelah keramaian kota di malam hari.
Amarahnya kian memuncah ketika, tak di dapatinya pria yang selalu menyambutnya dengan senyuman hangat. Fabian menghempaskan tubuhnya di sofa yang biasa ia duduki bersama sang kekasih, matanya terpejam. Dia benar-benar marah batin Fabian.
––––––
"Oh, dear? Bisa tolong bawakan semangkuk lemon di dapur?"
"Baik, bu"
Halaman rumah keluarga Carmine terlihat berbeda dari biasanya, siang tadi. Bianca bersama Brian datang berkunjung, tentu saja Mr. Carmine menyambut kedatangan tamu kehormatan mereka dengan senang hati. Hingga mengadakan barbecue party di pekarangan rumah mereka.
Keakraban kedua keluarga itu kembali terjalin setelah sekian lama, banyak hal yang mereka ceritakan saat keduanya berpisah dan bertemu kembali. Begitu pula kedekatan Trevor dan Lluvia, tak luput dari pengamatan kedua orang tua mereka.
Lluvia datang dengan membawa semangkuk lemon yang telah di iris tipis, dengan Trevor yang membantunya.
"Trev, berhenti mengambil potongan nanas itu?! Aku bahkan belum menyelesaikan potongan terakhir saat kau telah menghabiskan setengahnya," Lluvia menatapnya kesal. Pasalnya pria yang sedari tadi berdiri di sampingnya itu hanya memakan potongan-potongan buah nanas yang tengah ia potong untuk pendamping daging yang tengah di panggang oleh Brian.
Trevor hanya tertawa tanpa dosa, menampakan deretan gigi kecil yang indah. Lluvia mendengus sebal dan itu sangat menggemaskan, gadis itu hanya akan memperlihatkan sifat menggemaskannya pada keluarganya dan Trevor.
"Mereka terlihat cocok, bukan begitu?" Dante tersenyum menatap keakraban keduanya.
"Apa anda berniat untuk menjodohkan keduanya?" Brian menghentikan kegiatannya membalik daging, menatap Dante dengan kening berkerut. Kemudian tersenyum mengerti.
"Lluvia selalu menolak, kau tahu Brian. Tubuh ini semakin menua," Dante berkata dengan sedikit terkekeh.
Brian hanya tersenyum, menepuk pundak tua itu dengan lembut.
"Biarkan gadis kecil kita yang memilih,"
KAMU SEDANG MEMBACA
EN LA Lluvia
Random••••• Jika cinta seperti hujan ••••• Maka aku tidak ingin sebodoh hujan. Gadis itu terlihat tanpa jiwa, begitu kosong, di bawah tetesan hujan. Mengenggam payung hitam yang melindungi tubuhnya. Seakan tak mengizinkan setetespun air hujan menyentuh k...