"Semoga di balik kecupan tadi nggak mengandung unsur kutukan celana olahraga gue."
👖👖👖
Rama didorong dengan kasar hingga terjatuh. Tentu saja dia heran kenapa gudang ini lagi yang menjadi tempat penyekapannya. Yang lebih mengherankan lagi adalah apa salahnya sampai-sampai harus berurusan dengan tiga orang kakak kelas itu. Rasa-rasanya mereka bukan kakak kelas yang kemarin.
"Kenapa kalian bawa gue ke sini, Kak?" Rama mendorong tubuhnya dengan pantat. Dia tampak ketakutan. "Apa salah gue, Kak? Gue nggak kenal sama kalian."
"Banyak bacot lo!" Sahut kakak kelas yang rambutnya agak botak mirip tentara baru masuk tes. "Cepat pegangi dia!"
Dua orang kakak kelas yang Rama pikir adalah anak buah dari cowok mirip polisi gagal tes itu, langsung menghambur dan memaksa Rama untuk berdiri. Mereka dengan ranggasnya membuat kedua tangan Rama berada di belakang. Seketika dia merasa menjadi tawanan petugas.
Tubuh mereka terlalu kuat untuk Rama bendung, tapi bergerak-gerak sebagai wujud perlawanan tetap dilakukannya. Tak ada satu pun orang di dunia yang terima jika dirinya diperlakukan kasar tanpa alasan yang jelas. Setidaknya mereka harus memberikan penjelasan dulu.
"Ah, gue salah apa, sih, Kak?" Rama berusaha berontak. Dia menggerak-gerakkan bahu dan menghentakkan kaki berulang kali, bahkan seperti ingin melompat-lompat.
Namun sebuah tamparan keras mendarat di pinggir bibir Rama seolah itu adalah jawaban dari pertanyaannya. Rama berhenti menggeliat. Menahan perih lebih diprioritaskannya. Wajahnya berpaling ke samping.
"Sudah gue bilang, nggak usah banyak bacot lo! Adek kelas aja belagu. Lo mau tahu kenapa lo gue bawa kemari, hah?" Semprotnya. Ada titik-titik air liur yang Rama rasakan terciprat ke wajahnya.
"Karena lo udah bikin Rey dikeluarin dari sekolah kita." Hardiknya sambil melayangkan bogem ke pipi kanan Rama.
Belum juga hilang rasa sakit akibat tamparan tadi, kini Rama harus menanggung sakit yang bahkan lebih parah lagi rasanya. Dia tahu pasti saat ini pinggiran bibirnya berdarah atau lebam. Dia ingin sekali memastikan itu, tapi tak bisa karena kedua tangannya yang masih dibelenggu oleh dua orang di belakangnya itu.
Rama kemudian dijatuhkan dengan paksa ke lantai gudang. Sebenarnya dia ingin bertanya kepada mereka perihal siapa Rey dan apa hubungan dia dengan dikeluarkannya orang itu dari sekolah, tapi rasa sakit karena terjengkang ini menuntutnya harus mengerang.
Kakak kelas yang tadi menamparnya itu kini berdiri di hadapannya. Dia kembali menghadiahkan Rama sebuah pukulan dari telapak tangan yang terkepal kuat. Dia tak membiarkan Rama untuk sedikit beristrahat dari rasa sakit itu. Dia merengkuh kerah baju sekolah Rama, lalu kembali mendaratkan pukulan.
Ajeng datang dan menghambur ke arah kakak kelas yang menggagahi Rama dengan tamparan itu. Dia menarik-narik lengan kekar itu dan berteriak, "Kak, cukup, Kak! Hentikan! Jangan pukuli dia lagi!" Tanpa sadar Ajeng menangis. Air mata berhamburan di pipi-pipinya.
Kakak kelas itu menoleh dan berhenti memukuli Rama yang saat ini sudah setengah sadar. Tiba-tiba dia teringat kata-kata Rey tentang seorang cewek yang memakai celana olahraga. Mungkin cewek ini yang dimaksudkan olehnya.
"Cukup, Kak!" Ajeng bersimpuh. Kedua kakak kelas yang lain termundur mendapatinya. "Jangan pukuli dia lagi! Aku yang salah, Kak, atas dikeluarkannya Kak Rey dari sekolah. Bukan Rama. Dia nggak tahu apa-apa. Jadi kumohon jangan pukuli dia lagi!"
Entah apa yang membuat kakak kelas itu mendadak melepaskan puntirannya di kerah baju Rama, karena kalimat memelas Ajengkah atau karena dia mulai iba. Dengan tatapan yang tajam, dia mendekati Ajeng. Dia hendak menyentuh cewek di hadapannya ini karena mungkin cukup tergoda dengan kecantikannya. Namun para kakak kelas yang lain itu mengingatkan sesuatu.
"Hey, Al, lo lupa apa kata Rey? Kita harus jauhi dia. Dia cewek kutukan yang dikatakan Rey kemarin. Bisa-bisa kita kena sial kalau sampai berurusan sama dia, Al. Ayo pergi!"
Al pun mundur. Rupanya ini cewek pembawa kutukan yang dikatakan Rey itu. Dia langsung menjauh dan tak berniat melakukan apa-apa lagi terhadap Rama. Seandainya dia tahu Rama ada hubungannya dengan cewek kutukan itu, dia tak mungkin bertindak sejauh ini. Rey berpesan agar menghakimi Rama di belakang Ajeng. Jangan sampai ketahuan.
"Ayo kita pergi dari sini!"
Mereka pun pergi seperti menganggap Ajeng adalah hantu gentayangan yang musti dijauhi. Suara langkah berlari mereka yang semakin menjauh, membuat Ajeng bisa leluasa mendekati Rama.
Rama mengerang kesakitan sambil pelan-pelan ingin menyentuh pinggiran bibirnya. Namun itu urung dia lakukan sebab kalau sungguh-sungguh dipegang maka rasa sakit dan perih akan segera menghampirinya. Ajeng mendekati Rama dengan panik. Dia ingin mengobati luka di bibir Rama itu, tapi bingung harus melakukan apa. Sama sekali tak ada obat-obatan untuk menunjangnya. Alhasil dia hanya menyentuh pundak Rama dengan lembut.
"Lo nggak papa, kan, Ram," Ajeng tak sadar kalau air matanya masih menetes. Dia merasa sangat bersalah.
"Nggak papa gimana? Orang bibir gue berdarah gini. Aw, aw!" Rama berusaha untuk duduk secara normal meski harus menahan sakit terlebih dahulu.
"Gue minta maaf. Ini semua gara-gara gue. Makanya plis, Ram, jangan deket-deket sama gue lagi. Lo pasti dapat celaka."
Rama malah heran. "Celaka? Maksud lo apa, Jeng?"
"Ya begini. Lo jadi dipukulin, kan, sama teman-temannya Kak Rey. Coba aja lo kemarin nggak nyariin gue, lo nggak bakal ketemu sama Kak Rey dan mengalami semua ini. Kak Rey dikeluarin dari sekolah, Ram. Bukan cuma Kak Rey, tapi teman sekelas gue yang ngurung gue di gudang juga. Kalau lo terus-terusan deketin gue, bisa-bisa nanti lo juga dikeluarin, Ram. Makanya gue sengaja menjauh dari lo. Gue nggak mau lo kenapa-napa."
Rama terkejut. "Gue juga bisa dikeluarin? Memangnya ada apa, sih, di balik semua ini, Jeng? Gue nggak ngerti."
Ajeng diam saja.
"Tolong, Jeng, lo jangan ngasih gue jawaban dengan cara diam terus kayak gitu, dong! Kalau kemarin gue nggak ngikutin lo diam-diam, mungkin sampe sekarang gue nggak tahu di mana kelas lo. Kenapa, sih, masalah celana olahraga, kelas lo di mana sampe lo kelas berapa aja mesti lo tutup-tutupi dari gue, Jeng? Plis, jelasin sesuatu! Apa pengorbanan gue yang sampe berdarah-darah ini masih belum cukup untuk ngebuat lo mau jelasin sesuatu? Apa pengorba-"
Tak disangka, Ajeng langsung mencium pinggiran bibir Rama yang ternodai oleh bercak darah itu. Dia tak peduli jika bercak darah itu juga akan mengotori bibir manisnya. Bahkan lembut sekali dia mengecupnya seolah seluruh perasaan dan kasih sayang ia tumpuhkan di situ. Otomatis Rama terdiam.
"Maafin gue, Ram," seru Ajeng lirih setelah melepaskan kecupan itu, tapi posisi bibirnya masih sangat dekat dengan pinggiran bibir Rama. "Cuma ini yang bisa gue lakuin buat ngobatin luka di pinggir bibir lo. Dan maaf juga karena gue belum bisa jelasin semuanya sekarang. Semoga di balik kecupan tadi nggak mengandung unsur kutukan celana olahraga gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Celana
Ficção AdolescenteUPDATE TIAP SABTU [Baca cepat di Karyakarsa] Di hari pertama kelas 10, Rama heran mendapati ada seorang siswi bernama Ajeng yang selalu memakai celana olahraga meski bukan pelajaran penjaskes. Anehnya, setiap guru atau siswa lain yang mempermasalahk...