Bab 2 : Hujan di Awal Kemarau

35 9 4
                                    

Seorang laki-laki dan seorang perempuan berjalan memasuki pujasera tempat Azalea duduk dan menyelesaikan pekerjaannya. Mereka berdua menghampiri Azalea yang sedang berkutat dengan laptop di hadapannya. Sesekali Azalea menggigit roti kemasan di tangan kanannya. Sedetik kemudian, Azalea menyadari ada dua orang yang sedang berjalan ke arahnya.

"Oh, lagi kerja?" Tanya Aster.

"Kurang sedikit kok," jawab Azalea.

"Jadi editor berat ya?" Tanya Aster lagi.

"Tidak. Kalau kamu mengerjakannya dengan senang hati," jawab Azalea.

Leon yang duduk di samping Aster berdiri lalu berjalan menuju salah satu kios di pusat jajanan dekat kawasan Simpang Lima itu.

"Setelah ini mau ke mana?" Tanya Azalea.

"Siapa?" Aster balik bertanya.

"Kalian berdua lah. Siapa lagi?" Azalea menatap sahabatnya itu.

"Entahlah. Nonton barang kali. Kamu sendiri mau kemana?" Aster bertanya lagi.

"Toko buku," jawab Azalea sambil menutup laptopnya.

"Lagi? Memangnya kamu tidak bosan ke sana hampir tiap minggu?" Aster menopang dagu.

Azalea menggeleng. Gadis itu kemudian memasukkan laptopnya ke dalam tas. Kemudian, ia memainkan sedotan di gelas berisi es campur yang tadi di pesannya.

"Antologi yang kamu kirimkan belum terbit juga?" Leon datang lalu meletakan dua gelas es sirup di hadapannya dan Aster.

Sekali lagi Azalea menggeleng. Ia menyendok buah-buahan yang ada dalam gelasnya lalu melahapnya.

"Dicek lewat email saja. Jadi, kamu ndak usah ribet cek di toko buku tiap minggu," Ucap Aster.

"Aku ingin buku itu jadi kejutan. Kejutan buatku yang berhasil menerbitkan sebuah antologi. Kejutan buat pembaca. Juga kejutan buat semua orang," Azalea membela diri.

"Halah, bilang saja kamu malas cek email," ucap Aster.

"Memang pada dasarnya begitu," ucap Azalea cuek.

"Kamu masih berharap pada 'Muse'mu itu?" Tanya Leon.

"Ndak tahu," jawab Azalea.

"Sudah deh! Mungkin semua yang ada  dalam pikiranmu tentang dia cuma delusi semata. Kamu harusnya lebih realistis. Orang macam dia tidak mungkin mau dengan orang sepertimu," ucap Aster.

"Iya tahu kok!" Azalea menutup telinganya dengan kedua tangannya.

Bukan sekali dua kali saja Aster mengatakan hal itu padanya. Aster sering kali jengkel jika Azalea tetap bertahan pada penantiannya menunggu kemarau. Aster menganggap Azalea hanya delusi. Berimajinasi bahwa dirinya bertemu dengan "Muse"nya tiga tahun lalu, saat mengunjungi kakaknya yang kuliah di Negeri Sakura.

Yah, mengingat bahwa "Muse" Azalea itu cukup terkenal di negara asalnya.

Tapi, Azalea memang punya bukti kuat. Foto bersama, tanda tangan, email, dan beberapa hadiah kecil dari "Muse"nya bisa saja ia tunjukan, kalau ia mau.

"Kenapa gak sama Hosea saja, sih?" Tanya Leon yang membuat Azalea tersedak.

"Benar. Lea, Hosea itu pintar, wajahnya juga tidak kalah dari 'Muse'mu, terus kalian sama-sama anak berprestasi," ucap Aster.

Kini, Azalea tertawa pelan. Sesaat kemudian ia tersenyum menatap pasangan di depannya.

"Hosea itu sahabatku. Ndak mungkinlah," ucap Azalea.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menunggu KemarauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang