Truth (1)

186 25 5
                                    

VOTE + COMMENT (please)
...
"Kepalamu terbuat dari apa sebenarnya? Batu?"
Baekhyun terkikik sementara Luhan mendengus.
Luhan kini terbaring di salah satu ranjang di ruang kesehatan. Begitu masuk ke ruangan kesehatan, Luhan langsung di tuntun oleh Minhyun yang kebetulan sedang berjaga, menghampiri sebuah ranjang yang sudah ia hafal menjadi tempat 'kesayangan' Luhan.
Di ranjang paling pojok, disekat oleh tirai putih tebal dan dinding. Luhan tidak ingin menjadi perhatian orang lain, katanya.
Dan kini Luhan sudah berbaring selama satu jam. Rasa pusingnya sudah jauh berkurang meski ia tetap tidak diperbolehkan menggunakan bantal.

"Jangan bangun dan memakai bantal dulu. Darahmu harus banyak mengalir ke otak. Kau membutuhkan banyak oksigen ke otak agar tidak pusing."

Yeah. Singkatnya Luhan hanya bisa menurut. Meski hanya disaat seperti ini dia akan menurut oleh perkataan Minhyun ataupun Baekhyun.
"Banyak minum air putih, Xiao Lu. Kurangi minum kopi dan istirahat yang cukup.", lanjut Minhyun, belum ada tanda-tanda akan menamatkan omelannya di hari ini.
Apa dia tidak capek bicara hampir sepuluh menit? Untung saja hanya ada Luhan sebagai pasiennya -dan Baekhyun sebagai teman paling setia di atas kursi di samping ranjang Luhan. Kalau tidak, mungkin orang lain akan terheran oleh sisi cerewet dokter Minhyun.
Lelaki itu memang selalu menjaga imej dingin, katanya agar pasiennya takut. Padahal nyatanya, itu menjadi daya tarik para mahasiswi yang memberinya julukan 'dokter tampan dan cool yang-harus-bisa-ditaklukkan'.
"Iya, iya, sunbae." Luhan akhirnya mengalah. Mantan sunbaenya di SMA itu -dan menjadi sunbaenya lagi di kampus meski berbeda departemen- memang sedikit 'over' jika berurusan dengan kesehatan. Apalagi bukan satu dua kali Luhan mengalami sakit yang sama. Kalau saja ada kartu member ruang kesehatan, mungkin, Luhan sudah menjadi anggota tetap.
"Ah ya, satu lagi. Jangan terlalu sering menatap layar laptop atau ponsel. Gelombang RF-nya bisa buat kepalamu semakin pusing."
"Ya. Ya. Ya-" Luhan mengangguk kecil. Senyum Minhyun akan merekah sebelum Luhan berucap dalam suara kecil. Terberkatilah indera pendengaran Minhyun yang sangat tajam. "-tapi tidak janji."
"Hei-"
"Dokter Minhyun, ada orang yang mencari anda."
Nyawa Luhan selamat dari siksaan omelan Minhyun saat seorang perawat datang.
"Siapa?"
"Saya tidak tahu. Dia seorang lelaki.", jawab perawat, lalu Minhyun mengangguk.
"Baiklah. Aku kesana."
Si perawat yang menjadi asisten Minhyun itu pergi, membuat Minhyun kembali berbalik dan menunjukkan wajah garangnya.
Tentu saja Luhan -bahkan Baekhyun- tidak takut sama sekali.
"Aku pergi dulu. Istirahatlah. Tapi kau tetap harus mendengarkan titahku, Luhan. Lain kali, aku akan mengunci pintu ruang kesehatan kalau kau datang lagi dengan keluhan yang sama. Mengerti?"
Ancaman Minhyun lebih terdengar seperti candaan bagi Luhan. Ia tersenyum kecil dan mengangguk.
"Tenang saja, Oppa. Biar aku yang menghukumnya jika menjadi anak nakal lagi.", ujar Baekhyun, nampaknya ia sedang ingin bekerja sama dengan Minhyun saat ini.
Mau bagaimana lagi? Baekhyun juga sama khawatirnya. Toh ia juga cukup kesal dengan kebiasaan Luhan yang semakin memperburuk kondisi tubuh ringkihnya.
"Baek!"
...

"Ini."
"Thanks."
Sebuah kaleng cola dingin terulur di hadapan Sehun, sementara Minhyun duduk di sebelahnya seraya meneguk colanya sendiri.
"Ada masalah?", tanya Minhyun yang melihat ekspresi berbeda yang Sehun tunjukkan. Temannya itu hanya terdiam, hanya berbicara beberapa menit yang lalu, saat dia mendatangi ruang kesehatan dan mengajak Minhyun untuk keluar sebentar. Minhyun jelas terkejut pada awalnya, namun ia bernafas lega saat Sehun mengajaknya keluar walau hanya di sebuah bangku dibawah pohon berdaun lebat yang letaknya tidak terlalu jauh dari ruang kesehatan. Minhyun tidak mungkin membiarkan Sehun masuk dan bertemu dengan Luhan. Meski kemungkinannya sangat kecil karena Luhan berada di sudut ruangan.
Entahlah, Minhyun hanya tidak ingin Sehun tahu keadaan Luhan selama ini. Dia juga yakin jika Luhan tidak ingin Sehun mengetahuinya.
Dengan kata lain, tidak ingin nama Sehun kembali di kehidupannya. Buktinya, Luhan tidak pernah membahas mengenai Sehun meski dia dan Minhyun terbilang cukup dekat. Tidak pernah sekedar menanyakan apakah Minhyun masih berhubungan dengan cinta pertamanya itu atau tidak.
"Masalah yang sama. Lagi."
Minhyun memilih bungkam. Tidak bertanya lebih jauh karena dia sudah sangat paham masalah apa yang dimaksud. Ia sudah mendengarnya berulang kali.
Sehun adalah sahabatnya selama hampir 7 tahun. Sejak masuk SMA, duduk bersebelahan, sama-sama berotak cerdas hingga berhasil mengikuti berbagai ajang olimpiade bersama.
Sehun sekolah di luar negeri, bukan berarti Minhyun dan Sehun lost contact.  Mereka tetap saling berhubungan, bercanda melalui chat, telepon, dan email, dari topik tidak penting hingga masalah serius yang Sehun alami di London sana.

TWENTY ONE [HUNHAN VER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang