Halo, namaku Mavine Krystall Kim. Sering disebut dengan panggilan Mavine. Umurku sekarang adalah 17 tahun. Nama Ibuku adalah Dassy Kim, umurnya sekarang sudah menginjak 48 tahun. Ayahku bernama Dave Kim, seharusnya umur Ayahku ini sudah berkepala 5. Namun, Ayah telah meninggal dunia sejak aku berumur 6 tahun.
Keluarga kami awalnya biasa-biasa saja. Semuanya berkecukupan, tidak berkekurangan. Namun semuanya berubah seketika sejak kepergian Ayah.
Ibuku tidak bisa berbicara. Ia harus menggunakan sandi dalam berkomunikasi dengan orang-orang. Pekerjaannya sekarang ialah menjadi pembantu rumah tangga di rumah presiden negara kami, Indonesia. Setiap hari, Ibu berangkat dari rumah pukul 06:30, dan kembali ke rumah jam 7 malam sambil membawa makanan sisa dari sana yang belum disentuh oleh penghuni rumah itu. Ibu bukanlah salah-satu pembantu di rumah itu, jadi dia bisa pulang-pergi.
Aku mempunyai seorang kakak laki-laki bernama Kelvin, umurnya sekarang 25 tahun. Dia pergi ke New Zealand bersama dengan pacarnya. Pacarnya itu adalah orang kaya dan ternama di negaranya.
Aku, Mavine, setiap hari berangkat ke sekolah sekitar jam setengah 7 juga dari rumah, berjalan kaki menuju sekolah yang tidak mewah, namun tidak kumuh juga. Jarak dari rumah ke sekolah tidak jauh, jadi aku bisa berjalan kaki daripada harus menggunakan kendaraan apapun. Jika hujan, jalan yang akan aku lewati sangatlah becek. Dan sampai sekolah, bajuku basah, sepatuku kotor, rambutku pun juga basah dan tidak karu-karuan lagi.
Terkadang aku iri dengan mereka, teman-temanku yang bisa ke sekolah naik sepeda ataupun motor. Bahkan ada juga beberapa dari mereka yang menggunakan mobil. Hujan tidak kehujanan, panas tidak kepanasan. Semua hal terlihat sangat nyaman.
Aku hidup cukup bahagia dengan apa yang aku miliki sekarang, juga dengan adanya sahabat-sahabat setia yang ada si sisiku saat ini.
Namun semuanya berubah ketika Ibu mendapatkan tawaran kamar kecil gratis di rumah presiden negara kami. Rumah presiden yang menjadi tempat Ibu kerja bukan lah istana presiden atau rumah utama mereka, rumah yang dimaksud adalah rumah yang sangat besar layaknya rumah biasa, namun memiliki beberapa penjaga.
Aku sempat menolak, tapi Ibu tetap menyuruhku untuk tinggal disana. Ia mengemas barang-barangku selagi aku sekolah pada saat itu. Ibu mengatakan dengan sandinya bahwa barang-barang telah dibawa menggunakan truk. Aku cukup kesal dengan Ibu karena Ibu menyewa sebuah truk untuk membawa barang-barang kami yang harganya cukup mahal untuk kehidupan kami. Dan ketika aku sampai kos-kosan, Ibu langsung menarik tanganku dan berjalan menuju rumah presiden.
Pertama-tama, kami berjalan kaki menuju halte bus. Kami langsung naik ke bus pada sekitar pukul 6 sore, dan sampai di rumah presiden pukul 8 malam.
Kami memang tamu presiden sekarang. Tapi bukan berarti orang sepertu kami bisa masuk melalui pintu utama rumah, bukan ? Jadi, kami masuk lewat pintu belakang. Pintu belakang besarnya sama seperti pintu kamar biasa. Dan dari pintu itu, cukup dua sampai tiga langkah saja kami sudah bisa langsung menemukan pintu kamar kami di sebelah kiri.
Ketika aku buka pintu tersebut, ternyata kamarnya tidak terlalu besar. Kecil, dan ada beberapa spot yang diletakkan barang-barang milik penghuni rumah ini.
Aku sedih dan kesal. Kini aku benar-benar merasa seperti orang buangan. Rumah atau kos saja bahkan terasa tidak mampu untuk dibeli. Dan hanya tinggal di rumah orang lain.
Namun di sisi lain, aku cukup lega karena Ibu tidak perlu lagu membayar tagihan kos dan berjalan jauh setiap harinya dari kos-kosan kami menuju rumah presiden, ataupun sebaliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAVINE
RomanceHidup di keluarga yang hancur sangat tidak menyenangkan. Aku dibully di sekolah baru, Ayah telah tiada, Ibu tidak bisa bicara, Kakak hidup tak karu-karuan lagi. Ditambah lagi dengan diriku yang pada jaman modern seperti ini masih menggunakan HP yang...