DUA

16 3 2
                                    

Aku tidak bisa tidur semalaman. Aku terus memikirkan banyak hal. Urusan sekolah, aku cukup senang karena jaraknya semakin dekat untuk ke sekolah. Aku penasaran, 'aku sering liat bapak presiden, istrinya, dan anak pertamanya di TV, tapi ada rumor kalo mereka memiliki anak kedua yang tidak dipublikasikan. Aku harusnya mengetahuinya sekarang. Karena aku kan ada di rumahnya !'.

"Embak !!", teriak seorang wanita. Mungkin itu si 'nyonya' presiden.

"Embak !! Embak di mana ? Tolong cepat kemari. Aku butuh bantuanmu, " kata wanita itu lagi.

Ibuku langsung berlari ke arah dapur. Diam-diam, aku ikuti ibuku dari belakang. 'Aku kan juga penasaran siapa yang panggil'.

Aku mengintip dari celah-celah pintu dapur yang terbuka. 'Gile, dapur rumahnya gede banget ! Bukan istananya aja udah sebesar gini, apalagi kalo istana presidennya langsung yak ?', batinku.

Ternyata benar. Nyonya yang panggil Ibu tadi. Selama aku liatin lewat celah-celah pintu, kok Ibu sama Nyonya kayaknya akrab banget ya ? Bahasanya aja enggak baku. Udah kaya teman tapi bedanya, Ibuku harus bantu-bantu Nyonya.

"Tolong ambilin satu botol anggur dong", pinta Nyonya pada Ibuku. Ibuku pun menganggukkan kepalanya.

Aku langsung ngumpet di belakang pintu supaya enggak ketauan kalo aku ikutin Ibu. Lalu, aku ikutin lagi Ibu diam-diam ke ruang bawah tanah. Aku cuman ngeliat dari luar pintu lagi, kayak tadi. Dan ternyata, di ruang bawah tanah isinya bener-bener botol anggur semua. Banyaaaakk banget.

'Aduh, Ibu udah mau balik. Aku harus cepet-cepet pergi dari sini', batinku sambil buru-buru lari. Untung aja enggak ketauan.

Lalu, Ibu balik ke dapur lagi menemui Nyonya.

"Ih mbak, bukan anggur yang ini ! Kan ini khusus buat kalo ada pesta atau perayaan aja ! Cepet ganti yang lain", kata Nyonya.

Entah kenapa, kakiku tiba-tiba langsung jalan ke dalam dapur, didukung oleh mulutku.

"Nyonya, biar aku aja yang ambil. Kasian Ibuku naik turun tangga", kataku. Aku sebenarnya deg-degan banget sekarang.

"Oh, kamu anaknya Mbak Dassy ? Nama kamu siapa ? Umur kamu berapa ?", tanya Nyona padaku yang membuatku sedikit kaget.

"Nama saya Mavine, umur saya 17 tahun", jawabku sambil melihat ke arah bawah karena gugup.

Ibuku langsung menulis di kertas, dan menunjukkannya pada Nyonya. Ternyata tulisannya adalah 'Anakku pintar. Ia selalu mendapatkan posisi pertama atau ke dua di kelasnya'.

"Wah, kamu pintar ya ? Saya sangat senang mempunyai anak pintar dari pembantu kesayanganku ini. Kamu tidak keberatan kan jika saya minta tolong ?", tanya Nyonya padaku.

Aku hanya menganggukkan kepala, sambil memperhatikan wajahnya sesekali. Ternyata wajahnya sangat cantik, badannya bagus, dan cukup tinggi. Baru pertama kali aku melihat Ibu Negara secara langsung seperti sekarang ini.

~Mavine~

Malam sudah tiba. Seperti kemarin, aku dan Ibuku berada di kamar baru kami. Ibuku mencoba untuk menceritakan bagaimana kondisi keluarga bapak dan ibu presiden.

Melalui sandinya, aku mengerti bahwa hubungan tuan dan nyonya presiden tidak terlalu harmonis. Anak pertama lebih sering menghabiskan waktu di tempat perusahaan yang dibangunnya dan lebih sering tinggal di apartemennya juga. Anak yang kedua, katanya ada di luar negeri, entah dimana.

Tiba-tiba Ibu berkata lewat sandinya bahwa aku harus ke New Zealand dan membawa uang sebesar 10 juta cash untuk kakakku.

Aku sangat kaget. Aku langsung membalas lewat sandi juga yang intinya 'Kenapa harus 10 juta cash ? Memang kita memiliki banyak uang ?'.

Ibuku pun membalas bahwa ia masih mempunyai sisa uang katanya dan ternyata, kakakku ini akan segera menikah. Ibu tidak diperbolehkan datang ke pernikahan karena kakak malu terhadap Ibu yang bisu. Aku pun juga tidak diperbolehkan datang ke pernikahannya. Jadi aku hanya disuruh untuk datang dan menemuinya di rumahnya yang berada di New Zealand sekarang.

Untung hari Jumat besok aku libur. Jadi Ibu langsung meminta ijin pada Nyonya, sedangkan aku langsung memberitahu kepada sahabat-sahabatku bahwa aku akan pergi dari Indonesia sebentar sambil menyiapkan koper untuk tinggal sementara di rumah Kakak, juga membawa uangnya. Aku naik pesawat menggunakan uang yang diberi oleh Nyonya. Aku berangkat saat langit masih gelap dan sampai di New Zealand ketika siang hari.

Aku langsung mencari alamat temoat tinggal Kakak. Katanya sih tidak jauh dari bandara. Jadi aku bisa berjalan kaki, walaupun sebenarnya agak jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki.

'Kayaknya bener deh ini rumahnya. Iya deng bener. Untung aja aku bisa bahasa Inggris, jadi kalo tunangannya yang jawab kan aku bisa bales ngomong', batinku.

*ding-dong*, aku memencet bel rumahnya.

Aku kaget. Orang yang keluar dari dalem rumah ternyata malah cowok lain ! Kira-kira umurnya sama seperti Kakakku.

"Who are you looking for ?", tanya pria itu. Tiba-tiba ada seorang perempuan dari dalam rumah yang juga ikut keluar bersama pria itu.

"I'm looking for my big brother, Kelvin", jawabku.

"Oh gosh. Why is a sweet girl like you still looking for a suck boy like him ?", kata perempuan itu.

"What ?? A suck boy ? Wait, where is Kelvin ?", jawabku. Aku heran, kenapa kakakku dibilang seperti itu ?

"Well, you are his lil sister, right ? He is working at Zu-ppa Cafe right now. I'm not his girl friend anymore. And we're not getting married. Just go away then !", kata perempuan itu lagi sambil membanting pintu rumahnya tertutup, meninggalkanku yang masih terpaku dan habis pikir oleh kata-kata itu.

'Duh malu banget lagi diliatin sama mobil yang tiba-tiba berhenti di depan rumah ini. Napa juga tu mobil berhenti ? Pas aku lagi dimarahin lagi. Ah sok-sok galiat aja deh', batinku sambil langsung pergi dari teras rumah itu.

Baru beberapa langkah jalan, otakku langsung mikir lagi kata-kata tadi.

'What ?! Ga ngerti lagi gua. "Suck boy" ? Gak jadi nikah ? Kerja di Zu-ppa Cafe ? Hah ?'

MAVINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang