Rama POV
Aku duduk di depan GOR sambil menunggu pintu perpustakaan yang ada di hadapanku terbuka untuk mempersilakan para siswa yang berbacot ria ini masuk ke dalam. Sebenarnya aku juga ingin masuk, hanya saja aku perlu mengusir mereka karena mereka berbisik-bisik terlalu keras. Siapa lagi kalau bukan teman-teman Asya.
Hari Jumat, tanggal 4 Mei 2018.
Hari dimana siswa kelas IX-C mengembalikan buku pinjaman dari perpustakaan. Dan aku ada disini karena memang harus mengembalikan buku, ah, maksudku mengumpulkan buku sumbangan yang diminta oleh pihak sekolah. Sebenarnya tak masuk akal, ketika para siswa diperintahkan untuk menyumbangkan buku, seharusnya itu bersifat sukarela. Tapi sayangnya, penjaga sekolah malah mewajibkan untuk mengumpulkannya. Jadi, mau tak mau aku harus mengumpulkan ini hari ini, tepat sehari setelah jadwal kelasku mengembalikan buku.
"Cepetan kasih tau Asya, suruh kesini buru!"
"Iya. Ini baru gue line."
"Sekalian isengin aja ntar, gimana?"
"Hm?"
Kedengaran tau. Astaga, aku benci situasi ini. Ketika aku sendiri dan harus berhadapan dengan teman-teman Asya. Jika hanya Asya yang ada disini, aku malah tak masalah. Karena aku tau, dia akan diam saja ketika berada dalam satu tempat denganku. Walau dia pernah mencoba untuk berbincang denganku, aku yakin setengah mati, dia tak pernah berani melakukannya. Bahkan tubuhnya sangat jelas kalau dia salah tingkah, dan buru-buru ingin mengakhiri perbincangan itu.
Kring...
Suara bel yang menandakan bahwa kini sudah pukul 08.00 berbunyi, artinya perpustakaan sudah dibuka. Lihat saja, tulisan yang tadinya 'tutup' kini berubah menjadi 'buka' tanpa disadari siapapun.
Dan akhirnya teman-teman Asya masuk ke dalam. Aku sangat bersyukur saat itu juga.
Tak lama setelah mereka masuk ke dalam perpustakaan, aku pun menyusul. Daripada harus mengantri lama-lama bersama banyak manusia nantinya.
Namun,
Sesaat setelah aku melepas sepatu dan ku letakkan di rak yang telah disediakan, aku melihat Asya. Berjalan tadinya, dan sekarang langkahnya terhenti sambil memperlihatkan bahwa matanya melotot akibat terkejut. Aku yakin karena ia melihatku.
Karena tak ingin ambil pusing, aku pun lebih memilih masuk duluan daripada harus menunggu Asya. Perempuan seperti dia pastilah akan sangat kaku jika berdua saja dengan lelaki sepertiku.
Setelah masuk ke dalam perpustakaan, teman-teman Asya sudah beraksi.
"Cepetan ambil nomor buat Asya! Tuh Rama dah masuk! Buruan!"
Lagi-lagi teman Asya berteriak. Aku heran, apakah setiap perempuan jika berteman selalu antusias dalam membantu dalam hal permodusan?
Setelah teman Asya berhasil mengambil nomor antrian, aku pun mengambilnya juga. Lalu duduk di sisi lain yang sekiranya sudah jauh dari jangkauan teman-teman Asya.
Tak lama, Asya pun sampai di perpustakaan. Aku memilih diam karena dia pasti akan heboh. Rasa penasaran menyuruhku tuk mendengarkan perbincangan mereka diam-diam dengan pura-pura membaca buku yang akan kusumbangkan nantinya.
Dan benar saja, Asya heboh membicarakanku. Tanpa sadar bibirku melengkung tanpa ku perintahkan. Sialan.
"Eh, anjir Rama baca apa si. Masa sambil mesam-mesem gitu si, lucu banget astaga."
Anjir, Sya. Gebetanmu ini lagi gila dengerin ocehanmu sendiri.
Kok kayanya Asya lagi ngefoto aku lagi ya? Astaga bener. Emang tukang paparazi banget. Tapi lucu juga kalo aku liat kamera. Wah, panik dia. Kamar mandi dulu deh, kasian dia pasti malu.
Aku pun keluar dari perpustakaan dengan wajah merah sepertinya. Asya terlalu menggemaskan kalau dilihat terus-menerus. Tapi, kalau aku keluar gini, dia pasti ngira aku lagi menghindar dari dia ya? Balik deh, antrian juga tinggal dikit lagi.
Asya masih di sana aja. Teman-teman Asya kapan pulang ya? Rasanya pengen liat Asya membatu sendiri lagi. Astaga sejak kapan aku jadi gini?
"Tiga belas,"
Panggil penjaga perpustakaan. Dan rupanya itu nomor urut Asya, ia pun membawa buku-buku yang hendak dikembalikan. Namun aku tak melihat ada buku sumbangan, aku yakin nasibnya akan sama denganku.
"Lhoh? Harus ya, pak?" Tanya Asya dengan suara khasnya. Astaga, sudah berapa lama aku diam-diam memperhatikan Asya, jadi hafal suaranya.
"Empat belas,"
Dan giliranku, namun dengan penjaga yang berbeda, dan di sebelah Asya. Aku yakin dia akan kaku.
"Eh, anu, pak, itu, buku," ucap Asya sambil terbata-bata. Sudah kubilang bukan, dia kaku seketika jika berada disekitarku tanpa temannya didekatnya.
Aku pun berdiri tepat di sebelah Asya.
"Pak, itu, b-bukunya harus tentang budidaya?" Tanya Asya lagi, astaga dia tidak membaca di surat kah? Sudah ada keterangan harus budidaya.
Cekrek.
Aku mendengar suara ada yang mengambil fotoku dengan Asya. Astaga temannya lagi. Betapa baiknya teman-teman Asya yang bersedia membantu mengoleksi fotoku, haha.
Dan karena salah tingkah pun, Asya bergerak terlalu banyak, hingga menyenggol lenganku.
"Eh, maaf," ucapnya sambil menunduk dan berlalu menuju tempat duduknya tadi.
Apakah mukanya semerah kepiting rebus lagi?
Aku hanya bisa tersenyum diam-diam. Daripada Asya mengetahuinya, lebih baik jangan kan?
[1/2]
KAMU SEDANG MEMBACA
Balasan dari Rama✔
Short Story"E-em, bukunya, udah?" "Kalau nggak kukembalikan gimana? Aku suka puisinya." "Eh?" "Makasih ya, puisinya bagus." cover : pinterest