Bab 1

209 2 0
                                    


Mendapat tugas bertemu klien di hari senin ini membuat Reina bersemangat. Artinya minggu depan ia berkesempatan dapat bonus ketiga bila proposal project nya bisa tembus hari ini.

Subuh buta biasanya ia masih bergelut dengan bantal dan teman-temannya, Namun hari ini ia sudah berada di tengah jalan. Menghadapi kemacetan dan kepadatan lalu lintas. Sarapan yang biasanya bisa selengkap menu makan siang, hari ini pun berganti menjadi hanya segelas air putih. Semua tak masalah asalkan ia tidak terlambat bertemu klien dan segala urusan berjalan lancar.

Gadis yang baru setahun lulus kuliah jurusan komunikasi itu melenggang dengan motor vespa kesayangannya menuju kafe yang sudah ditentukan. Kafe favorit Reina lantaran sang pemilik adalah sahabat dekatnya yang rela dipaksa untuk membuka kafe meski baru jam 9 pagi.

"Wih... Dahsyat lo ya Rei! Udah dateng jam segini. Ckckck... Biasanya si Geri yang mau disuruh meeting jauh-jauh kesini kan?" Sapa Lori si pemilik kafe. Muka nya masih kusut. Pakaian yang dikenakannya pun masih terlihat pakaian bekas tidur semalam.

"Iya nih. Kali ini project besar Ri.. Gue langsung yang turun tangan. Geri ada urusan dia. Anyway, udah lo siapin kan ruangan buat meeting yang gue mau?" tanya Rei cepat sambil bergegas masuk ke dalam kafe.

"Udah siap, Bos. Untung aja lagi gak ada yang booking tuh tempat. Lo sih, dadakan telpon gue." jawab Lori. Sekarang mukanya bukan hanya kusut, tapi juga terlihat asam memandang Reina.

"Sorry, Ri. Gue bingung mau dimana. Klien gw lebih dekat ke sini dibanding ke kantor gue. Terus doi juga pengen langsung dibahas hari ini. Yah.. Terpaksa gue mengandalkan temen gue yang super baik hati ini." Rei mulai beralasan. Berharap Lori memahami alasan nya yang memang tak terlihat dibuat-dibuat.

Reina merangkul dan menepuk-nepuk pundak Lori. Sedikit pujian yang ia selipkan di kata-katanya tadi mampu membuat air muka Lori berubah menjadi cerah seketika. Meski ada sedikit senyum yang ia paksakan.

Reina dan Lori sudah bersahabat sejak SMA. Mereka bertemu saat berada di satu tempat kursus bahasa asing. Karena sama-sama pecinta drama dan boyband korea saat itu, hubungan mereka menjadi dekat. Gadis berjilbab itu banyak tahu tentang keluarga Lori. Ayahnya kaya raya berkat usaha propertinya dan Ibunda Lori adalah seorang pengacara. Lahir dari keluarga yang berada tak membuat Lori sombong. Kesederhanaan dan sikap yang apa adanya membuat ia dan Reina mampu bersahabat hingga sekarang.

Lori memang tidak kuliah seperti Reina. Ia memilih belajar berbisnis demi mengembangkan usaha milik keluarganya. Walau tak kuliah, kemampuan berbisnis nya jauh melebihi dugaan ayahnya yang selalu membanding-bandingkan dirinya dengan anak-anaknya yang lain. Lori terlihat lebih cuek soal fashion. Jauh dari kata feminim. Style rambut ala boyband korea juga menghiasi penampilannya setiap hari.

Berbanding terbalik dengan Reina. Masalah fashion, setiap ada pertemuan seperti ini Reina wajib terlihat seperti wanita hijab berkelas. Bekerja di dunia advertising penampilan juga harus dituntut oke. Selain terlihat cantik, ia juga harus cerdas menanggapi permasalahan yang dihadapi klien. Dalam sebulan, Rei bisa menggarap proyek lebih dari target yang ditentukan perusahaan. Pokoknya salah satu karyawan junior yang menjadi teladan.

Reina bisa saja memakai mobil kantor hari ini. Tapi ia lebih memilih pakai motor vespa andalannya agar tidak telat datang. Lebih baik ia yang menunggu daripada klien nya kabur karena kecewa hanya gara-gara datang telat. Terlebih ia sudah bangun subuh. Bisa rugi dua kali ia.

"Oh iya, Gue pinjem piring cantik dong, Ri. Biasa.. Buat snack." pinta Reina. Kepalanya melongok ke area dapur kafe.

"Oke Sista.. " sahut Lori sigap.

"Yaudah lo siapin bahan-bahan meeting lo sana! Sukses ya, Cantik..." Kata Lori sambil membalikkan badan Reina. Kemudian mendorongnya menjauhi dapur. 

Reina dan Cinta KeduaWhere stories live. Discover now