Bab 2

88 1 0
                                    


Masih ada setengah jam lagi untuk Reina menyiapkan materi presentasi. Sudah ada beberapa konsep iklan yang ia buat dari melihat profil di website dan media sosial milik perusahaan kliennya itu. Beberapa catatan juga sudah ia jabarkan karena ia sudah membahas banyak melalui email dan telepon kemarin.

Ada secuil kekhawatiran terbersit di wajahnya melihat lembar demi lembar catatan kerja yang sudah disiapkan sangat matang itu. Haris, adik laki-laki satu-satunya Reina yang paling ia sayangi tergambar disana. Haris sudah dirawat di ICU sejak seminggu yang lalu. Sudah kali kedua ia dirawat sejak didiagnosa penyakit lupus oleh dokter.  Penyakit autoimun yang sudah menggerogoti beberapa organ-organnya yang sehat dalam rentang waktu tiga bulan ini.
Jangan ditanya sudah berapa biaya yang harus dikeluarkan Reina untuk kesembuhan Haris.
Adik nya itu sangat penurut. Haris tidak pernah mengambek bila keinginannya belum dituruti oleh kakaknya. Mengingat tawa dan canda saat Haris sehat, ada guratan kesedihan terpendar di wajah gadis berparas ayu itu.

Reina ingin Haris bisa sehat meski tak mungkin bisa seperti dahulu lagi. Bisa jadi dalam sebulan kedepan kondisinya semakin memburuk. Beberapa hari yang lalu saja dokter memberitahu kalau Haris mengalami penurunan fungsi ginjal. Sedangkan bulan sebelumnya Haris sempat kesulitan bernafas karena banyak cairan yang berada di paru-parunya.

Gadis itu menatap nanar.  Pikirannya menerawang jauh mencoba menjelahahi segala ujian yang sudah ia lewati belakangan ini. Sejak memutuskan berhijab. Ia sudah bertekad akan menjadi pribadi muslimah yang lebih baik. Ibu dan adiknya bahkan memberikan kerudung model terbaru untuknya. Semua orang disekitarnya mendukung. Ia merasa mereka bahagia dengan perubahannya. Namun tidak dengan perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya.
Sedikit demi sedikit ujian muncul. Entah mengapa ia harus dimutasi ke pulau Sumatera. Padahal ia bekerja sudah sangat maksimal. Sering ia mendapatkan bonus lebih karena hasil kerjanya melewati espektasi atasan dan juga target. Daripada jauh dari keluarga,  ia memilih mundur.

Tak lama setelah resign. Kisah percintaannya pun juga kandas. Reina memilih memutuskan hubungan secara sepihak. Ia sudah tak mau lagi mengenal kata pacaran. Meski berat ia percaya jikalau jodoh pasti tak akan kemana.

Jangankan berjodoh,  beberapa bulan setelahnya justru ia malah mendengar kabar mantan kekasihnya menikah. Pria yang lebih tua tiga tahun dari nya harus menempuh hidup baru bersama wanita pilihan keluarganya. Tak ada undangan menghampiri. Ia berpikir pasti menyakitkan bagi mereka berdua bila bertemu nanti. Reina tahu. Mantan kekasihnya itu sangat berbakti pada orang tuanya.  Lagian mereka sudah putus. Tak ada lagi alasan untuk menolak dijodohkan. Reina juga tahu setiap manusia punya takdirnya sendiri.  Sesakit apapun jalannya. Ia harus melanjutkan hidupnya

Ia bersyukur masih ada keluarga dan sahabat dekat yang mensupportnya selalu. Seperti saat pernikahan itu berlangsung. Lori dengan sigap datang kerumah. Menyemangatinya. Mengantar kemanapun Reina mau.  Membelikan makanan kesukaannya. Apapun itu asal sahabatnya tidak merasa sendiri.

Baru saja ia bisa melupakan kesedihan ditinggal menikah.  Ujian datang kembali. Kali ini bukan hanya untuk dia, namun juga untuk keluarganya. Penyakit Haris bukanlah sakit yang ringan. Adiknya pasti lebih menderita. Demikian juga Ibu nya. Ia tidak boleh lemah. Ia harus lebih gigih dan lebih giat untuk mendapatkan bonus-bonus agar biaya rumah sakit Haris bisa lancar dibayarkan.

"Ya Allah.. Mudahkan hari ini. Lancarkan segalanya ya Allah. Amiin." ucap Reina pelan. Matanya terpejam. Doa yang ia panjatkan tak lebih dari satu menit itu adalah kekuatan baginya. Harapannya sangat besar hari ini. Tidak hanya hari ini.  Setiap project yang diajukannya, ia ingin selalu tembus. Ia ingin seterusnya sampai Haris sehat.

Reina dan Cinta KeduaWhere stories live. Discover now