Si Gila Itu.......

198 9 3
                                    

2 hari berlalu.....

Akhirnya aku dibolehkan pulang. Umi menggendong Tara, si pipi gembil. Aku jatuh cinta pada Tara. Mungkin wajahnya mirip sang mama, karena tidak mirip dengan Pak Fikar.

Dia selalu tersenyum ketika aku menatapnya. Wajah polosnya, membuat aku semakin ingin menjadi bagian dari hidupnya.

Tara berkulit putih layaknya bule. Matanya sipit, berhidung mancung, dan sangat gemuk.

Aku pulang dengan membawa oleh-oleh, yakni kursi roda.

Ketika sampai di rumah, Kak Arif dan Anam menyambutku. Seperti biasa, Anam hanya memegangi ponselnya saja ia terfokus pada mobile legend.

Aku tidak melihat kak Hanum. Kak Arif mendorong kursi rodaku masuk ke dalam rumah. Sementara umi, ia langsung menuju ke kamar untuk menidurkan Tara.

Kak Arif membawaku ke kamar Kak Hanum. Tampak dari sudut pintu, Kak Hanum sedang berdiri di dekat jendela.

Aku menghampirinya, dan menyentuh tangannya. Kak Hanum menengok, dan segera memelukku. Perasaanku campur aduk.
"Dek, kakak senang melihatmu sudah pulang" Seru kakak.
"Iya kak" Jawabku.
"Kamu sudah menolaknya bukan? Tanyanya yang membuatku bimbang.
"Bukan menolak kak, tapi menunda " Jawabku.
" Dek, memang apa yang dilakukan umi benar. Tapi coba kamu pikirkan, kamu masih kecil, apa sudah pantas untuk menimang bayi? " Seru Kak Arif
" Tidak kak.. Aku sudah pantas. Aku sudah jatuh cinta sama Tara. Matanya, membuatku iba, dan tangannya, selalu menyentuh wajahku seraya berharap aku menjadi ibunya" Jawabku.
"Tapi dek, apa kamu cinta sama Fikar? " Tanya Kak Arif.
" Kak, cintaku akan tumbuh, ketika Pak Fikar mencintai aku sepenuh hatinya. " Jawabku serentak.
" Dek, inget sama umur kamu. Kakak ikhlas jika yang umi jodohkan adalah yang seumuran. Tapi ini seorang duda, yang tidak bisa mempertahankan keluarganya, dan "... Aku menghentikan omongan kakak.
" Cukup kak... Pak Fikar, adalah suami yang baik. Ia bisa mempertahankan hubungan. Istrinya meninggal dunia kak, bukan meninggalkannya karena perceraian " Jawabku tersedu.

" Tahu apa kamu Ra?" Seru kakak.
"Hanum, hentikan omong kosong ini. Umi tidak pernah mengajarkan kamu untuk mengadu domba "Teriak umi dari sudut pintu.
Aku tidak pernah melihat umi semarah ini. Aku berdoa pada saat itu, agar umi tidak melampiaskan semua kemarahannnya kepada kakak.. Aku menghampiri umi, dan mengajaknya untuk pergi ke kamar.

" Umi.. Apa yang dikatakan kakak tadi? " Tanyaku.
" Maira, kamu tahu sendiri kakakmu hanya mengadu domba. Jangan dipikirkan nak, yang terpenting kamu sehat, dan bisa cepat melaksanakan lamaran " Jawab Umi.

" Emm... Dimana Tara, umi? " Tanyaku mengalihkan pembicaraan.
" Tara tidur di kamar umi. Dia sangat lucu nak, kamu menyayanginya bukan? "

Aku menganggukkan kepala.

Umi membantuku untuk berbaring di atas tempat tidur. Aku merasakan rasa sakit yang begitu luar biasa pada kakiku. Namun aku hanya bisa diam, aku tidak mau merepotkan umi lagi.

Kegiatanku ketika pagi hari , adalah menyuapi Tara, dan menidurkannnya. Mulai sekarang Tara tidur bersamaku di kamar.

Ketika siang, membantu umi menyelesaikan pekerjaan rumah, mengajak Tara jalan-jalan dan menidurkannya.

Ketika sore, aku menunggu umi memandikan Tara, lalu mendandani Tara, dan mengajaknya bermain.

Ketika malam tiba, aku membacakannya surat-surat dalam Al-Qur'an, membacakannya dongeng, lalu ia akan tertidur dipangkuanku.

Begitulah kegiatanku setiap harinya. Tara, malaikat kecil yang merubah aktivitas ku di rumah, kini aku merasa menjadi ibu. Umi membiasakanku untuk melakukan ini, agar tidak gugup ketika sudah pindah ke rumah Pak Fikar.

Tepat tanggal 9, pukul 3 sore rombongan keluarga Kak Arif turun dari mobil. Kali ini, Kak Arif mengenakan baju elegan, dengan jas biru, serta dasi merah. Sementara Si Gila Itu, ia juga tampil beda. Kali ini ia tidak sibuk dengan mobile legend nya, melainkan sibuk membawa kado.

Aku yang sedang menggendong Tara, menjadi pusat perhatian. Mereka semua mendekatiku, dan mengelus kepalaku seraya mengatakan "Sabar ya sayang". Aku hanya bisa menganggukkan kepala.

Umi menyambut mereka, dan memanggilku untuk membantunya. Aku segera menitipkan Tara pada Uni Ati.

Kakakku berpenampilan cantik, karena yang mendandaninya adalah Uni Ati. Ketika sudah siap semuanya, Kak Arif segera untuk meminang kakak dan ia langsung mengatakan kapan tanggal pernikahannya, yakni 1 minggu lagi . Begitu terkejutnya umi. Tapi ia menerimanya.

Waktu berjalan begitu cepat, hingga tibalah hari ini, hari ketika kakakku menjadi milik orang lain. Ketika selesai melafalkan ijab qobul, kakakku turun dari tangga menuju Kak Arif. Aku berkali-kali terkejut dan takjub akan penampilan kakak. Sementara aku melihat diriku sendiri,, dan membayangkan posisiku ketika aku menjadi pengantin dan memakai gaun indah seperti yang dikenakan kakak. Kak Arif juga matanya tidak berkedip ketika melihat kakak.

Pada saat yang membahagiakan ini, entah mengapa Tara rewel, hingga aku harus mengajaknya ke kamar.

Ketika menuju ke kamar, aku dihentikan oleh Kak Nisha. Ia menemaniku ke kamar, tampaknya ia akan mengatakan sesuatu.

Ternyata benar, ia ingin mengatakan sesuatu. Begitu terkejutnya aku mendengar cerita Kak Nisha. Aku benar-benar takut, tidak percaya dan ini rasanya imposible.

Aku menangis di hari itu. Aku benar-benar tidak menyangka. Seseorang mengetuk pintu kamar ku.

Aku segera membukanya, dan air mataku semakin berlinang ketika aku tahu, Alasca datang di pernikahan kakakku. Ia memelukku dengan eratnya. Ia mengunci pintu, dan melepaskan kerinduannya kepadaku. Ternyata ia baru datang, dan segera menyelinap ke kamarku.

Aku dan Alasca menangis tidak karuan. Asca tidak percaya semua ini terjadi kepadaku. Melihat kakiku terluka, melihatku menggendong Tara, ia tidak kuasa melihat itu semua. Ia iba kepadaku. Ia terus mengutuk dirinya, karena ia tidak mampu berbuat apa-apa sebagai sahabatku, ia mengutuk dirinya, karena pada Saat-saat sulit ini, ia malah sangat jauh dariku.

Aku tidak habisnya menangis, hingga Tara pun ikut menangis melihatku. Aku sangat bingung, hingga akhirnya, aku menyuruh Asca untuk meninggalkan aku bersama Tara di kamar. Asca bersikeras, hingga terpaksa, ia tetap bersamaku, melihat aku kesusahan menenangkan Tara, melihatku memberikan susu, ia terus-terusan menangis.

"Kenapa Umi Zan sekarang menjadi singa, Ra? " Serunya tersedu-sedu.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala.
" Kalau aku jadi posisimu, aku... " Seru nya, dan aku segera memotong omongannya.
" Berdoalah semoga sampai kapanpun engkau tidak berada di posisiku " Jawabku.
" Aku akan tetap di Indonesia selama 1 Bulan ini " Serunya.
" Kenapa? "
" Aku ingin bersamamu Ra..Aku sudah membicarakannya pada mama papa, dan mereka menyetujuinya. Aku akan tinggal di rumah kamu selama 1 Bulan . " Jawabnya.
" Apa yang kamu lakukan Ca.. "
" Ra, aku tidak suka berdebat dengan kamu. Umi Zan juga tidak keberatan Setelah mamaku meneleponnya. Aku berharap, aku bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkan dirimu " Jawabnya 
Asca memang sangat keras kepala.
" Tidak Ca, itu tidak perlu, aku mohon" Seru ku.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kutunggu Kau Menjadi HafidzhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang