Hal yang paling menyakitkan terjadi ketika orang yang kita harapkan bisa menghabiskan waktu bersama kita. Lebih memilih menghabiskan waktu dengan sesuatu yang membuatnya bahagia. Dan kita tidak berada dalam sesuatu yang bisa membuatnya bahagia.
🌸🌸🌸
Sepulang sekolah, Vanya bergegas membereskan peralatan tulisnya, mengabaikan perasaan sakit yang datang tiba-tiba setelah mendengar pernyataan dari sahabatnya yang begitu terasa dan ia tak sanggup untuk menepisnya.
"Gue ke kelas Adit sebentar," ucap Vanya pelan meninggalkan Dinda dan Winda yang menatap cemas kepergaiannya.
Hari ini, Vanya dan Dinda akan menemani Winda untuk bertemu dengan pacar barunya. Dalam perjalanan menuju kelas Aditya, Vanya berharap laki-laki itu melarangnya, sebab itu sama saja dengan dia menemui laki-laki lain, walaupun notabe-nya -pacar sahabatnya.
Kelas Aditya masih tertutup, ada dua kemungkinan ; seisi kelas sudah pulang dan guru yang mengajar mengambil waktu pulang beberapa menit. Dengan sedikit keberanian Vanya mengintip dari balik jendela. Setelah memastikan kelas tersebut memenuhi opsi kedua, ia duduk di bangku panjang di depan kelas Aditya.
Selang beberapa menit, guru yang mengajar keluar kelas, disusul oleh siswa-siswi yang ikut berhamburuan keluar. Vanya tersenyum melihat Aditya dan menghampirinya. Tidak memeperdulikan tatapan bingung teman-teman Aditya.
Memang Vanya jarang berkunjung kelas Aditya. Dulu Aditya yang sering datang ke kelasnya saat jam istirahat atau pulang seperti sekarang, tapi akhir-akhir ini Aditya jarang terlihat, apalagi hubungan mereka sekarang sedang merenggang.
Dan Vanya juga tidak akan datang bila tadi Aditya tidak mengirimkan pesan agar ia datang ke kelas Aditya setelah bel pulang berbunyi.
"Hai," sapa Vanya pada teman-teman Aditya, ia tersenyum cangungg pada mereka.
"Hai juga Vanya."
"Tumben kesini."
"Lagi nyariin bebeb lah, emang ngapain lagi." celetuk Diko menanggapi ucapan Reno.
"Gak nyambung nih anak," Reno menatap Diko miris. "Gue bilang tumben, bukan nanya ngapain ke sini."
"Salah denger berati, hehe." Diko nyengir, kemudian menggaruk tengukuknya yang tidak gatal, merasa malu dengan Vanya yang sebenarnya tidak memperhatikan mereka.
Aditya membawa Vanya sedikit menjauh dengan teman-temannya. Namun sampai beberapa menit Aditya belum mengeluarkan suaranya.
Vanya hanya diam, ia berharap Aditya ingin meminta maaf karena akhir-akhir ini mengabaikannya. Tapi sepertinya ia harus mengubur dalam-dalam harapan tersebut setelah Aditya memasang wajah kesal.
"Lo curhat apa aja sama temen lo?" tanya Aditya, wajahnya mengeras, tampak menahan amarah.
Bahkan sekarang Aditya telah mengubah panggilan aku-kamu menjadi lo-gue. Vanya menundukkan kepalanya, menyembunyikan air mata yang hampir lolos dari matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanya
Teen FictionKarena otak tak bisa menebak kemana hati akan pergi dan hati tak bisa memastikan kemana cinta akan berlabuh. Semua terjadi dibalik kendali takdir, seperti cinta yang terkadang datang bukan untuk menetap tapi sekedar bersinggah dalam beberapa waktu. ...