PENASARAN

32 0 0
                                    

Azka meneguk tehnya nikmat. Khidmat ia menyimak penjelasan seorang pria di hadapannya tentang rincian laporan keuangan yang kini tengah di bacanya.

"Intinya alhamdulillah bulan ini restoran pusat kita mencapai kenaikan laba hingga 70%. Ternyata konsep-konsep yang kamu anjurkan waktu itu sukses besar, ka. Dan untuk cabang-cabang restoran kita di daerah lain meski baru berjalan, alhamdulillah sudah ada peningkatan yang signifikan " Jelas lelaki dihadapannya itu menutup laporannya.

" Baik, alhamdulillah senang aku mendengarnya. Termakasih ya, Zam. Bulan ini kamu sudah bekerja keras dan banyak membantu mengelola restoran." Azka menutup makalah laporan ditangannya kemudian tersenyum penuh penghargaan pada manager sekaligus sahabatnya itu.

"Ah, tidak, Azka. Semua kesuksesan ini juga berkat konsep-konsep baru yang kamu idekan waktu itu. Bahkan kamu meluangkan waktu untuk mengunjungi cabang-cabang di daerah, padahal ku tahu waktumu tak banyak liburan ini."

Pria yang di panggil Azka itu lagi-lagi tersenyum. "Itu sudah kewajibanku, Azzam. Aku yang justru selalu merepotkanmu untuk mengurusi semua restoran itu selama aku tak ada di indonesia untuk menyelesaikan program masterku. Oh ya, jangan lupa pembayaran zakat dari penghasilan tetap kamu sisihkan ya, Zam"

"Siap, Bos! Insyaallah"

"Terimakasih, Zam"

Keduanya tersenyum lebar.

"Oh ya, ngomong-ngomong bagaimana kelanjutan studimu itu, ka?"

Azka menyeruput tehnya lagi saat Azzam menatapnya penuh penasaran.

"Alhamdulillah berjalan baik, Zam. Sebelum pulang ke indo proposal tesisku di terima dengan baik oleh Prof. Abdul Latif. Sekarang aku dalam proses penulisan dan penelitian. Aku memutuskan untuk menulis di Indonesia, Zam. InsyaAllah hasil Istikharah"

"Kenapa di Indonesia? "Azzam mengerutkan alisnya "Bukankah di Makkah akan lebih efektif untuk merampungkan tesismu, Ka ?"

"Aku tahu, Zam. Tapi masih banyak hal yang harus aku lakukan disini, restoran itu meski aku tahu kamu bisa menghandle semua sebagai owner aku tetap harus bertanggung jawab. Belum lagi amanah-amanah lain. Aku sudah memikirkannya matang-matang dan beristikharah. Insyaallah ini yang terbaik"

Azzam mengangguk - ngangguk mendengarkan penjelasan sahabatnya itu. "Baiklah aku mengerti. Sebagai sahabatmu aku hanya bisa mendukung keputusanmu dan mendoakanmu"

"Syukran, Zam"

Azzam tersenyum dan mengangguk.

"Ah, baiklah kita ganti topik sekarang" Entah darimana tetiba Azzam menemukan ide jahil di otaknya, pria itu menyeringai. " Azka Syamil, pemuda gagah dan tampan, sholih, pemilik berbagai cabang restoran halal di Indonesia, yang juga sedang melanjutkan studi masternya di Ummul Quro ini, bukannya sudah lebih dari layak untuk memiliki istri sholihah sebagai dambaan hati?"

Azka tertawa mengejek "Berhenti menggodaku , Azzam. Bukannya pertanyaan itu lebih pantas untukmu? "

" Jangan salah, Azka. Sahabatmu ini sedang dalam proses ikhtiar. Kalau semua lancar aku akan segera meninggalkanmu dalam status jomblo mulia sendirian" Azzam terkekeh.

"Benarkah? Pasti banyak hal yang terjadi selama aku tak ada disini"

Azka mengangkat bahunya, menyengir.

"Apapun itu, aku turut bahagia, Azzam. Semoga semua urusanmu Allah lancarkan, Zam."

Azzam menggeleng " Tidak, Ka. Aku tak ingin bahagia sendirian. Sudah ku katakan kamu bahkan lebih layak dariku untuk segera menyandang status pernikahan. Apa kau ingin aku membantumu? Aku serius. Atau kalau tidak kamu bisa meminta bantuan dari Ust. Hasyim. Tentu beliau bisa mencarikan akhwat sholihah untukmu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HANEULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang