2. Queen Vs Jessy

21.3K 1.1K 36
                                    

"Ya ampun, kak. Queen laperr. Pesanin Queen makanan dong." keluhku seraya menahan geli akibat ulahnya yang menciumi leher jenjangku.


Utungnya Kak Theo mendengarkan ucapanku. Ia segera menjauhkan wajahnya dari leher jenjangku dan menatapku sembari tersenyum manis.

Duh, Kak. Kenapa sih senyum Kak Theo manis bangett? Aku kan jadi gak tahan.

Elusan tiba-tibanya di leherku membuatku bergidik, menahan geli.

"Ini saja kamu menahan geli, kamu sangat sensitif, bee." kekeh Kak Theo.

Apalagi yang bisa kulakukan selain cemberut mendengar ledekannya. "Jangan komen terus. Sekarang pesanin Queen makanan!" titahku.

"Iya, istriku. Sabar lah sedikit."

Wajahku terasa panas mendengarnya memanggilku 'istriku.' Meski kami sudah menikah semenjak 4 tahun yang lalu, sangat jarang dia memanggil istriku.

Untuk menyembunyikan salah tingkahku, aku berpura-pura meringis seraya memegang perutku.

"Astaga, bee. Kamu kenapa???" tanyanya panik.

"Perut Queen sudah sangat kelaparan, kak, hehe."

Kak Theo menghela nafas lega. Dia segera menelpon orang suruhannya untuk membelikan pesananku tadi. Setelah sambungan telepon terputus, dia menggendongku ala bridal style. Membawaku ke kamar pribadinya di dalam ruangan ini. Meletakkanku dengan begitu hati-hati di atas tempat tidur seolah aku akan pecah jika diletakkan secara kasar.

Ah ya, mengenai panggilan ku pada dirinya. Aku memanggil Kak Theo karena menurutku tidak sopan memanggilnya dengan nama saja. Makanya kupanggil dengan embel-embel kak. Kalau memanggil dengan panggilan mas, uhm, itu sangat menggelikan bagiku. Kalau panggil dad/papa/papi, itu apalagi. Awalnya dia sempat protes kupanggil demikian tapi akhirnya dia membiasakan diri.

Usapan lembutnya di pipiku membuatku mengalihkan tatapan ke arahnya.

Ah, aku jadi teringat sesuatu. "Kak. Queen gak sengaja melihat Aldy tadi pagi."

Seketika wajah Kak Theo menunjukkan ketidaksukaan. Apa dia masih saja cemburu kalau aku menyebut nama Aldy? Tapi 'kan, aku gak suka sama Aldy?!

"Ekspresi kakak biasa aja dong. Queen kan gak suka lagi sama Aldy, Queen cuma merindukannya setelah tidak bertemu selama 5 tahun lamanya. Kakak tahu sendiri kan Aldy sahabat masa ke--."

Kak Theo mencium bibirku tanpa membiarkanku menyelesaikan ucapanku.

"Ck, Queen belum selesai ngomong." protesku seraya menepuk dadanya. "Queen ka--"

Lagi-lagi dia mencium bibirku tanpa membiarkanku menyelesaikan ucapan.

Aku hendak protes lagi tapi tertahan kala melihat tatapannya yang begitu tajam hingga membuat nyaliku sedikit ciut. "Jangan bahas cowok lain, bee! Aku gak suka itu!!"

"Iya, iya. Queen salah. Maafin Queen." renggutku.

Kecupan lembut di puncak hidungku membuatku terkekeh. Meski dirinya kesal atau pun marah, Kak Theo selalu memperlakukanku dengan baik. Aku merasa sangat beruntung dengan hal itu.

Ponselnya tiba-tiba saja berbunyi. "Sepertinya pesananmu sudah sampai. Aku pergi menjemputnya dulu." pamitnya, mengecup bibirku sekilas sebelum keluar dari ruangan.

Aku beranjak dari kasur kala punggungnya menghilang. Mendekati jendela besar yang menampilkan kota. Bangunan-bangunan berdiri dengan megahnya, seolah bersaing satu sama lain. Di bawah, kendaraan terlihat berlalu lalang seperti semut yang mencari makan. Maklum saja, aku berada di lantai paling atas, lantai 50.

My Possesive TheoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang