Part 21 - Mengalah

49.3K 1.9K 11
                                    


renata pov

"gak bisa bawa mobil dengan pelan!!! gak tau ada ibu hamil disini? kalo gak bisa turunin saja aku disini, aku gak butuh suami yang ingin ngebunuh anaknya sendiri" kataku dengan emosi.

"berhenti!!!! atau aku loncat" kataku berteriak dengan histeris.

"renata tenang dulu ya, jangan terbawa emosi, kamu lagi hamil tadi kata dokter gak boleh stress"

"turunkan aku disini, aku gak mau pulang dengan kamu"

davin yang melihat aku histeris kemudian menghentikan mobilnya di tepi jalan, dia berusaha memeluk dan dengan cepat aku menghindar dan membuka pintu mobil dan berjalan meninggalkannya.

kecewa dan sedih itu 2 kata yang terlintas dikepalaku. kecewa davin tanpa persetujuanku berusaha menggugurkan anaknya, darah dagingnya. sedih karena nyawaku jadi taruhannya  dan artinya aku bisa meninggal.

aku menangis menyusuri jalan setapak, aku gak tau tujuan kepergianku. hanya saat ini aku gak mau ketemu dengan davin.

"hiksss kamu sehat kan nak, jangan bikin bunda sedih lagi, kamu akan bunda jaga, gak akan ada satu orangpun yang boleh misahin kita" kataku dengan mengelus pelan perutku.

aku berjalan dengan perasaan hancur, aku gak akan pernah ngegugurin anak ini, cuma dia penerus davin. aku tau dia berusaha untuk menerima jika kelak kami tidak memiliki anak. tapi aku gak mau. davin anak pertama keluarga sagara, aku gak mau nanti dia di bicarakan orang2 karena gak mempunyai anak.

"renata...  tunggu, kamu mau kemana?, kita pulang ya sayang, jangan kayak gini hari sudah malam nanti kamu sakit" kata davin setelah berhasil mengejarku.

"gak!!! sana pergi, aku gak mau lihat kamu" kemudian aku menghentikan taxi tanpa memperdulikan panggilan davin.

aku harus menenangkan diri, aku gak mau stress dan membuat bayiku keguguran.

"kita kemana mbak?" tanya supir taxi itu.

"putar2 saja dulu pak, saya mau menenangkan diri nanti baru kita kembali ke apartemen saya"

"baik mbak"

"pelan2 saja ya pak, saya lagi hamil" kataku memberitahunya.

aku berputar2 mengelilingi jakarta, sambil melupakan semua masalah yang ada, tapi air mata ini gak bisa berhenti mengalir, ya allah aku akan kehilangan davin jika aku bertahan tapi aku juga gak bisa kehilangan anak ini.

setelah meràsa tenang aku meminta supir taxi mengantarku ke apartemen. ketika turun dari taxi aku melihat davin menunggu di loby dengan gelisah.

"sayang, kamu kemana aja dari tadi aku hubungi gak dijawab, aku kuatir dengan kamu"

aku mendiamkannya dan gak mau berbicara. aku berlalu meninggalkannya dan memasuki apartemen.

aku melihatnya berusaha mengejarku. dengan langkah cepat aku berusaha menjauhinya.

"sayang jangan lari, nanti kamu jatuh" teriaknya setelah melihatku berusaha lari menjauhinya.

aku menghentikan langkahku di depan pintu apartemen dan berbalik melihatnya.

"jangan sapa aku, jangan sentuh aku, jangan dekat2 aku" teriakku di depannya dengan ekspresi seperti induk singa yang berusaha melindungi anaknya.

"oke oke sekarang kamu tidur dan istirahat, besok kita bicara lagi setelah kamu tenang"

"gak ada yang perlu dibicarakan, aku gak mau 1 kamar dengan kamu mending kamu pulang ke rumah mommy, aku pengen berdua saja dengan anak AKU" kataku dengan lantang.

3. Davin Story'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang