Part 24

33.1K 1.5K 31
                                    

Flora POV

Sekarang, esok dan seterusnya aku sudah tahu dan semakin mengerti hal apa yang menuntun hatiku untuk memilihnya. Cinta. Iya, aku mencintainya meskipun rasa itu memang belum ku ungkapkan secara gamblang. Tapi setidaknya sebagai seseorang yang sudah begitu memahami ku, dengan sendirinya dia akan mengerti atas perasaanku ini. Karena dengan sengaja aku pergi dari seseorang yang sudah bersama dengan ku selama bertahun tahun hanya demi untuk datang kepadanya yang baru ku kenal beberapa bulan ini. Langit sudah mulai menggelap. Aku menengadah dan bibirku tak henti hentinya mengulas senyum indah pada langit senja ini. Entah kenapa, semenjak aku meninggalkan kemunafikanku atas perasaan yang telah tumbuh ini, rautku tak henti hentinya mengulas senyum. Bahkan mungkin aku lebih banyak senyum dari hari-hariku yang sebelumnya.

“Kak Flo! Ngapain berdiri disitu? Dicariin papa sama mama dari tadi loh!”

Suara melengking yang teramat ku kenal membuyarkan lamunanku di depan pintu gerbang rumah. Cepat cepat aku membuka pagar besar yang menjulang tinggi ini. Kemudian berjalan kearah gadis kecil yang sedang berdiri di teras rumah. Memakai piyama hello kitty sambil memegang boneka barbie kesayangannya.

“Hei sayang...Kok kamu ada disini sih? Nggak bikin PR?”

Aku berlutut dihadapan Malika sambil meraih bahu kirinya.

“Lagi nggak ada PR kak Flo. Malika males ke dalem. Soalnya papa sama mama lagi berantem gara-gara kak Flo belum pulang juga. Trus tadi papa juga nyebut-nyebut nama kak Farrel gitu. Malika nggak ngerti apa yang mereka omongin. Pembicaraan orang dewasa kali.”

Dahiku seketika itu juga berkerut mendengar pernyataan polos dari Malika. Mama dan papa bertengkar hanya gara-gara aku pulang agak telat? Trus kenapa juga nama kak Farrel dibawa-bawa? Atau jangan jangan mereka makin curiga ya kalau aku sering ketemu kak Farrel diluar?

“Kak Flo! Kak...Kakak ngelamun?”

“Eh iya..Iya...”

Aku langsung terkesiap. Menatap mata adikku yang penuh tanya.

“Ello mana?”

Aku berusaha untuk mengalihkan pembicaraan. Berharap Malika tak bisa membaca raut khawatir dariku.

“Ada di dalem. Ello kayaknya juga males liat papa sama mama bertengkar. Jadi Ello lebih betah main game di kamar kak.”

Aku hanya bisa mengangguk kecil menanggapi jawaban dari Malika sambil mengajaknya untuk segera masuk ke dalam. Dan tepat di saat aku dan Malika sampai di ruang tamu, langkah kami berdua terhenti begitu saja. 2 orang yang begitu kami hormati terlihat sedang bersitegang. Bahkan baru kali ini aku medengar suara mama yang meninggi. Rautnya tampak geram saat menghadap papa.

“Tapi mereka berdua nggak salah mas! Mereka nggak tahu apa-apa!”

“Aku nggak pernah menyalahkan anak kamu! Yang aku salahkan adalah Farrel! Dia yang sudah mengacaukan keharmonisan keluarga ini!”

Aku memicing mendengar bentakan dari papa. Tangan Malika yang sedang ku genggam tiba-tiba mengeluarkan peluh dingin. Aku tahu kalau adikku ini juga sedang ketakutan melihat pertengkaran yang terjadi diantara papa dan mama.

“Pa...ma...”

Dengan suara bergetar aku mencoba masuk ke dalam pembicaraan mereka. Melangkah perlahan kearah mereka yang tiba-tiba bungkam saat menyadari kehadiranku.

“Ada apa ini?”

Tanyaku dengan nada lemah.

“Nggak ada apa-apa. Kamu lebih baik masuk ke kamar. Mandi kemudian bersiap untuk makan malam.”

Family Flower's WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang