Jika mencintaimu adalah bencana bagiku ... Maka aku rela yang penting kau tak pergi dariku ...
"Kau harus berhenti mengincar gadis itu apapun alasanmu!"
Pria itu menggelengkan kepala membuat rambut tebalnya yang berombak bergoyang-goyang.
"Kau sudah gila, Evner! Kau tidak belajar dari Rakha yang mati oleh pendekar saat ia mencoba membawa gadis manusia pergi??" Pria dengan jubah hitam kembali memarahi.
"Aku tak peduli!"sentak Evner dengan mata melotot. Iris matanya yang berwarna merah menyala mengerikan. Rambutnya memanjang secara perlahan disusul dengan mencuatnya bulu-bulu hitam dari ujung wajahnya.
Pria berjubah terkekeh. "Kau mencoba mengancamku, hah?"
Evner bangkit berdiri lalu menatap mata yang tak kalah tajam dengan matanya itu. "Meski kau adalah kakakku sendiri ... Kau takkan dapat menghentikanku dalam mencintai gadis itu. Camkam itu, Kamandanu!"
Kamandanu tersenyum. Ia merilekskan tangannya yang sedari tadi mengepal. Ditariknya nafas lalu dihembuskannya perlahan. "Kalau saja bukan adikku, kau sudah kubunuh!" Tekannya kemudian membalikkan badan meninggalkan Evner seorang diri.
Evner mematung di tempatnya berdiri. Perlahan, bulu hitam yang tadi muncul kembali meresap ke dalam kulitnya. Cahaya di matanya pun meredup. Wajah tampannya kembali menawan.
***
Gadis itu terlihat gelisah. Ia berlarian di lorong gedung sekolah sembari sesekali bertanya pada murid lainnya, "kamu lihat buku diary berwarna merah, gak?"
Sama seperti yang lain, murid yang satu ini pun menjawab, "enggak lihat."
Gadis itu terlihat semakin gelisah. Entah berapa orang yang sudah ia tanyai dan berapa tempat yang ia singgahi untuk mencari benda yang sangat berharga baginya itu.
Tanpa ia sadari, tiga orang siswi bergaya mencolok tengah menertawakannya dari kejauhan.
Di sebuah lorong yang sepi dan minim cahaya, gadis itu bersandar pada tembok lalu melengserkan punggungnya turun hingga berjongkok. Ia bertelungkup di atas lutut dan menangis.
'Tak!' sesuatu jatuh di hadapannya.
Gadis itu mengangkat wajah kemudian terperangah begitu buku diary-nya tiba-tiba saja sudah berada di hadapannya. Ia celingukan mencari siapa yang mengembalikannya. Namun tak ada satupun orang di lorong tersebut.
Seketika bulu kuduknya merinding. Tapi ia tak lari. Ia hanya terdiam sambil memandangi atap lorong.
"Siapapun yang mengembalikannya ... Saya ucapkan terima kasih ...," Ucap gadis itu.
Beberapa saat kemudian, ia bangkit berdiri lalu melangkah pergi.
Di sebuah sudut lorong yang sangat gelap, terdengar suara pelan, "sama-sama ... Noya ...."
***
Bersambung.
Adakah yang ingat sama Noya? Yang baca MLG pertama pasti tau siapa dia 😁
Nantikan episode selanjutnya yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBANG DARAH (MLG 3)
RomanceHarus ia akui bahwa ia tak mampu menolak satu pria itu. Pria berkulit putih pucat yang memiliki rambut berwarna hitam mengkilap, tubuh tinggi nan kekar, dengan sorot mata tajamnya yang menggetarkan hati. Dia adalah Evner Battara. Namun Noya tak men...